Seorang wanita cantik dengan pakaian modisnya menjajari langkah Raziel, dia adalah Aletta Lethicia Carenza. Putri dari Keluarga Carenza yang telah hidup lama di Belanda meninggalkan Kerajaan Regnand. Setelah sekian lama meninggalkan Regnand, untuk apa dia kembali?
“Aletta … ada urusan apa kau kembali ke Regnand? Ku dengar kau sudah menikmati hidupmu di Belanda," Tanya Raziel dengan masih meneruskan langkahnya.
“Raziel … dari pertanyaanmu, apakah kau tidak senang aku kembali?” Aletta memperhatikan Raziel yang terlihat acuh. “Hmm… jahatnya, kau bahkan mengabaikanku!” Aletta mendengus — mendengar ucapan Raziel.
“Kau mengalihkan pembicaraan. Tidak ada alasan bagiku mengabaikan Putri dari Keluarga Carenza. Lagi pula, kau kembali ada urusan apa?” tanya Raziel mengulangi kembali pertanyaannya.
“Pria dingin sepertimu memang menyebalkan. Aku hanya ingin sedikit bercanda denganmu, tapi respon mu begini. Benar-benar deh … pantas tidak ada wanita yang mau bersamamu!” ledek Aletta dengan kedua alis menukik serta memanyunkan bibirnya kesal.
“Apa sudah selesai semua basa basimu, aku sedang sibuk. Carilah orang lain untuk menemanimu." Raziel membalas dengan acuh. Ia benar-benar malas meladeni omong kosong Aletta.
“Baiklah-baiklah. Aku kembali karena ini bersangkutan dengan berita yang ku dengar dari Allard mengenai reinkarnasi jiwa Roshalia dan orang yang mengincarnya. Seseorang yang telah lama menghilang bahkan keberadaannya seperti di telan bumi. Jika tiba-tiba kembali, kalau bukan aneh lalu apa namanya?”
Raziel menoleh sekilas pada Aletta yang ada di sampingnya, “Rupanya berita itu sudah sampai padamu. Setelah mengetahui ini, apa yang akan kau lakukan?” tanyanya masih dengan wajah datarnya seolah tak minat dengan pembicaraan mereka.
Wajah Aletta menyendu. Tangan kirinya ditaruh di depan d**a, sedangkan tangan kanannya menarik ujung kain jubah hitam yang dikenakan. Dengan wajah tertunduk, dia berkata “Tidak ada. Aku hanya khawatir dengan kondisimu, Ziel. Aku tahu, kamu sudah menunggu selama ratusan tahun hanya untuk mencari jiwa Roshalia. Tapi coba pikirkan kembali, manusia biasa yang sudah mati, meskipun dihidupkan kembali dia tidak akan sama seperti dulu. Tidakkah kamu terlalu memaksakan kehendakmu?”
Kedua telapak tangan Raziel mengepal erat mendengar perkataan lancang Aletta. Dia tadinya ingin mengabaikan sikap Aletta yang menurutnya kurang ajar. Tapi rupanya wanita itu tidak menyadari batasannya. Tanpa melihat ke arah wanita itu, Raziel menghempaskan tangan Aletta yang menarik ujung jubah hitamnya. “Lancang sekali kau mengatakan itu, Aletta! Apa kau sekarang sedang mengguruiku mengenai mana yang benar dan salah? Enyah dari hadapanku!”
Perkataan Raziel sangat jelas di dengar. Aletta hanya bisa pergi tanpa sepatah kata. ‘Raziel, aku kira kamu sudah berubah tapi ternyata kamu masih sama seperti 100 tahun yang lalu. Dulu kamu mencintainya, sekarang pun kamu masih memberikan cinta padanya. Ternyata … selama ini aku masih tidak bisa memahamimu. Aku harap kamu tidak menyesalinya, Ziel.’
Di usir tanpa melihat ke arahnya membuat hati Aletta perih. Harus diakui, dia memang menyukai Raziel sejak pertama kali mereka bertemu, tepatnya 100 tahun yang lalu dimana Keluarga Bangsawan Carenza mengadakan debut kedewasaannya. Disitu Raziel datang dengan tampangnya yang kesepian. Aletta yang melihat awalnya simpati dan sejak itu mulai sering datang ke istana untuk sekedar menghiburnya. Namun lambat laun perasaannya berubah menjadi cinta.
Meski sejak awal Raziel bersikap acuh, tapi dia juga tidak menampik kehadiran Aletta dihidupnya. Bagi Raziel waktu itu yang sudah hidup 200 tahun lamanya, saat Aletta datang dan menempel padanya, dia hanya menganggapnya sebagai adik, tidak lebih dari itu. Karena pada dasarnya hati Raziel sejak awal memang hanya milik Roshalia.
Ya … Aletta sempat berpikir, mungkin dengan seiringnya waktu Raziel dapat melupakan cinta gilanya itu dan merelakan kepergian Roshalia untuk selama-lamanya. Namun Aletta menyadari akan 1 hal. Bagi Raziel yang sudah menunggu 300 tahun lamanya untuk bisa melihat kembali wanitanya hidup, tidak mungkin semudah itu menyerahkan hatinya pada wanita lain.
Di sisi lain, Raziel masih melanjutkan langkahnya menyusuri area sekitar, melihat keadaan masyarakat dari Kerajaan Regnand hidup dengan baik tanpa ada tekanan, apalagi mendapati senyum dan tawa lepas mereka, dia sudah cukup puas dengan keadaan saat ini.
“Melihat rakyat hidup dengan baik, itu lebih dari cukup untukku. Akan kupastikan perang tidak akan terjadi demi melindungi senyum dan tawa kalian,” gumamnya. Pandangannya diedarkan pada keadaan di sekitarnya yang tengah ramai dengan kegiatan pasar malam.
Tidak beda jauh dengan rakyat di Eropa pada umumnya. Rakyat Kerajaan Regnand pun melakukan semua hal yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Namun bedanya, masyarakat Kerajaan Regnand hidup lebih sederhana dan mengikuti tradisi yang berlangsung.
Rakyat Kerajaan Regnand beberapa hari ini memang sedang menggelar pesta pasar malam yang digelar setiap tahunnya sebagai rasa syukur atas karunia Dewa yang sudah memberikan kehidupan damai di Negeri ini. Bagi mereka yang hanya rakyat biasa, bisa menikmati hidup damai adalah sebuah berkah yang tiada tara mengingat beberapa ratus tahun yang lalu sempat terjadi perang besar yang membuat Kerajaan mengalami kekacauan dan kemunduran.
“Yang Mulia, rupanya ada disini. Saya mencari anda di seluruh bagian Istana untuk menyampaikan beberapa hal.”
Suara Allard yang memanggilnya, rupanya membangunkan Raziel dari lamunannya. Dia pun menoleh ke arah belakang sekilas. “Ada apa kau mencariku? Bukankah kau tahu, aku sedang ingin menikmati waktuku sendiri?”
Karena asas kesopanan, Allard sedikit menundukkan tubuhnya, “Maafkan saya karena telah mengganggu waktu anda, Yang Mulia.” Allard mensejajarkan posisinya di samping kiri Raziel. “Ternyata melihat pemandangan malam ini, cukup membuat hati bahagia. Melihat bagaimana mereka tersenyum lepas, perasaan ini tanpa sadar juga ikut menghangat. Bukankah hal ini yang selalu coba anda lindungi, Yang Mulia?”
“Kau terlalu banyak bicara omong kosong. Jika tidak ada hal penting, pergilah!” usir Raziel tanpa basa-basi. Dia cukup risih dengan perkataan Allard yang kadang membuat emosinya goyah.
“Saya datang menemui anda karena mendapat panggilan dari Nyonya Margareth. Beliau mengatakan bahwa Nona Gladys telah menyiapkan makan malam dan tengah menunggu anda untuk makan malam bersama. Apakah anda akan kembali ke mansion?”
“Gladys menunggu untuk makan malam bersama di mansion?”
Raziel kaget mendengar bahwa Gladys masih menunggunya di mansion untuk makan malam bersama. ‘Ini sudah sangat terlambat untuk jam makan malam. Apa gadis itu sudah memakan makan malamnya? Bagaimana kalau dia masih menungguku. Bukankah kondisinya belum stabil?’