“Nona Gladys … apa yang sedang anda lakukan disini?” tanya Allard, keningnya berkerut dengan kedua tangannya bersedekap sambil berdiri angkuh di depan Gladys yang melihat dengan tampang cengo.
Di tanya to the point membuat Gladys gugup. Kedua matanya melirik ke sana kemari menghindari tatapan intimidasi dari Allard, “Uhm … anu, sa—saya sedang—” gugup hingga tidak bisa berkata-kata. Hilang semua alasan yang sudah tersusun rapi di otaknya. Ia hanya bisa mengulum bibir dengan napas yang memburu.
“Kamu tidak sedang menghindari penjaga depan kantor karena telat, kan?”
Tepat sasaran! Sudah diduga, tidak mudah mengelabui orang seperti Allard yang teliti dengan hal apapun. Dalam kasus ini, Gladys memilih mengubah mimik wajahnya menjadi sedikit berani. Rasa gugup dan malu seolah hilang begitu saja setelah melihat reaksi Allard yang to the point.
“Jika anda tahu, mengapa masih tanya?! Ohya, jika ingin bertanya alasan saya telat, maka tanyakan saja pada Direktur anda …, mengapa karyawan tepat waktu seperti saya bisa telat,”
“Jadi maksud kamu ini semua ulah Pak Direktur?!” Allard sengaja memberikan penekanan berharap nyali Gladys menciut, tapi rupanya tidak semudah itu untuk Gladys yang akan menunjukkan taringnya pada orang yang terlanjur terus terang sepertinya.
Dengan senyum peps0dent nya, Gladys memperlihatkan gigi putihnya yang rapi, ia pun mendekat selangkah seraya menjawab, “Uhm … itu Tuan Allard sendiri loh, yang mengatakannya. Saya hanya menyampaikan bahwa Pak Direktur tahu alasannya,” ucapnya dengan memiringkan kepala dan senyum cengir yang terkesan dipaksakan.
Merasa diledek oleh wanita di depannya, kedua telapak tangan Allard mengepal erat hingga otot-otot ditangannya nampak samar. Dia menajamkan tatapannya pada Gladys. Ingin rasanya melayangkan kata-kata kasar, namun Allard menahan emosinya yang hampir terpancing, bagaimanapun Gladys adalah orang penting disisi Raziel, akhirnya dia hanya bisa menghela napas dan menyunggingkan senyum tipis.
“Karena ini untuk pertama kalinya Nona Gladys telat masuk kantor, saya tidak akan mempertanyakannya. Lebih baik kamu kembali ke ruangan dan persiapkan Desain pembangunan gedung Kepresidenan. Tuan Raziel memintamu untuk perwakilan dari Divisi Desain untuk menunjukkan hasil final desainnya,”
‘Dia tidak sedang menghukumku dengan mendesak hasil desainnya, kan?’
Dalam hati membatin sampai mengabaikan perkataan Allard, dan hal itu kembali mengusik emosi yang sempat teredam.
“Apakah kamu mendengar perkataan saya, Nona Gladys?” tegur Allard membuat Gladys tersadar dan gelagapan.
“Anu— saya paham, Pak.” jawab Gladys sekenanya.
“Paham?! Apa yang kamu pahami dari perkataan saya barusan?”
“Saya paham tentang yang Pak Allard katakan tentang—”
“Tentang?!” Allard ingin mempertegas nya. Dia ingin mendengar, jawaban apa yang akan Gladys berikan.
‘Tentang apaan ya? Tadi dia bahas tentang Desain kan? Benar tidak sih? Duh … kok aku barusan ngelamun sih,’
Kacau! Karena keraguannya dengan apa yang tadi didengarnya, Gladys pun tanpa sadar mengalihkan pandangannya dan melirik kesana kemari tanpa mau menatap tepat pada manik mata Allard yang kini sedang memelototinya.
“Apa sejak tadi kamu tidak mendengarkan perkataan saya! Nona Gladys, anda tidak sedang mengabaikan keberadaan saya kan?”
Gladys gelagapan, “Tidak pak! Sungguh saya tidak bermaksud begitu ke Pak Allard. Sa–saya dengan apa yang Bapak ucapkan. Tad–tadi Pak Allard bilang tentang Uhm… tentang menyerahkan hasil Desain Gedung Kepresidenan ke ruang Pak Direktur. Benar kan, Pak?” jawab Gladys secepat kilat. Bisa ribet nantinya kalau sampai Allard marah dan kepancing emosinya. Karena sejauh ini Allard adalah orang yang tenang. Pria sepertinya kalau sudah menunjukkan emosinya, bukankah itu seperti akhir dari dunia ini?
“Hm … bagus, rupanya kamu mendengarkan apa yang saya katakan. Kalau begitu, kembali ke ruanganmu. Ingat! Kamu masih harus menyerahkan hasil desain ke ruang Pak Direktur.”
“Ba—baik, Pak. Sesuai perintah anda.” Gladys membungkukkan badan, dan pada saat itu Allard pun melanjutkan langkahnya pergi meninggalkan tempat tersebut.
Senyum simpul terpatri di bibirnya sejak pergi meninggalkan Gladys dalam keadaan gelisah dan panik karena sedikit keusilannya. ‘Wanita yang lucu dan menggemaskan. Semoga dia tidak tertekan dengan sikap ku tadi. Raziel, dia wanita yang unik. Apakah kamu benar-benar akan melakukan pengorbanan darah padanya demi membangunkan adikku?’ batin Allard.
Dia meneruskan langkahnya tanpa berbalik arah. Mengetahui secara pasti bagaimana karakter Gladys yang riang, sudut hati Allard merasakan sedih sekaligus kecewa pada Raziel yang sampai saat ini belum mengubah keputusannya.
Benar seorang Allard adalah Kakak dari Roshalia, tapi bukan berarti dia mendukung tindakan terlarang Raziel yang menggunakan ritual terlarang demi membangunkan adiknya. Allard sudah merasa bersyukur adiknya bereinkarnasi menjadi wanita seceria Gladys. Jika ritual itu jadi dilaksanakan, apa yang akan terjadi pada gadis lucu bernama Gladys? Mungkin selamanya tidak akan bangun setelah ritual itu dilaksanakan.
Kembali ke Gladys, karena dibebaskan dari hukuman, ia lantas pergi ke arah dimana lift berada dan masuk ke dalam lift menuju ke lantai 25 dimana Divisi Desain berada. Begitu pintu lift terbuka, Gladys berjalan dengan terburu-buru menuju ruangannya yang tidak jauh dari sana karena perintah Allard yang tidak memberikannya banyak waktu, ia bahkan sampai melupakan Bianca yang ingin dihindarinya.
Sampai pada meja kerjanya, Bianca yang melihat Gladys datang dengan senyum cerah langsung berdiri dari posisi duduknya hendak menyambut Gladys dengan mengulurkan tangan dan memeluknya, tapi sebelum itu, Gladys menghentikannya dengan isyarat tangan.
“Jangan sekarang Bie, aku tadi bertemu Pak Allard. Beliau meminta tim divisi kita untuk merevisi kembali desain bangunan gedung kepresidenan dan menyerahkan hasilnya secepatnya ke ruang Direktur.” ucapnya dan langsung duduk di meja kerjanya. Gladys meletakkan tas yang dibawa dan terburu-buru menyalakan PC yang ada di mejanya.
Lain halnya Gladys yang tengah terburu-buru, isyarat tangannya justru memiliki arti lain bagi Bianca. Dia mendadak gelisah seperti memiliki beban berat karena menyembunyikan sesuatu. Dengan berat, Bianca menanyakan pertanyaan yang tidak pernah dia tanyakan selama 5 tahun pertemanan mereka,
“Dys … kamu kenapa acuh tak acuh padaku? Ap—apa ada sikapku yang membuatmu tidak nyaman?”
“Tidak kok, Bie. Bukankah tadi aku sudah bilang kalau Pak Allard memerintahkan divisi kita untuk merevisi kembali desain gedung kepresidenan?! Lebih baik kamu panggil yang lain dan membahasnya bersama,” Gladys bahkan mengatakannya tanpa melihat ke arah Bianca. Sudut hatinya memang belum bisa memaafkan Bianca yang tutup mulut akan hubungan kakaknya dengan wanita lain yang akan dinikahinya.