bab 14

1880 Words
Berlawanan arah 14 Dunia itu seolah sudah menjadi panggung sandiwara, bersikap baik hanya untuk menutupi sebuah keburukan yang berpotensi untuk menyerang dirinya sendiri. Lalu bersikap seolah tak terjadi apa-apa dan bersikap seolah dirinya menjadi seorang korban. Memang dunia tak ubahnya sebuah teater yang sudah di rancang sebegitu rinci hingga membuat orang buta akan keadaan yang jelas. Contohnya saja, banyak dari sebagian orang yang berpura-pura sok baik ramah dan bersikap apa adanya, tapi kenyataanya di dalam diri itu tersimpan sebuah rahasia yang bisa di katakan sangat pelik. "Sorry kalo misal mbak bikin kamu jijik sama mbak." Satu kalimat itu membuka keheningan yang sudah melanda di antara keduanya, beberapa saat yang lalu setelah mbak Daisy masuk ke dalam kamar yang dia tempati untuk beristirahat. Wanita yang hanya mengenakan piyama tipis itu datang dan duduk tepat di sebelahnya. Aroma keringat dan sedikit amis masih bisa Adit cium dari tempat dia duduk. Lalu tak lama setelah wanita itu beranjak dari sana saat Adit sama sekali tidak menanggapi ucapan dari wanita itu. "Boleh mbak buka kan jendelanya?" Tanya Mbak Daisy lagi. "Buka aja, nggak papa." Balas Adit, jujur saja dia tidak tahu harus bersikap seperti apa di hadapan wanita ini, di satu sisi dia penasaran dengan pekerjaan asli dari wanita ini. Namun di sisi lain, dia juga tidak ingin terlalu mau ikut campur dengan kehidupan yang di jalani oleh mbak Daisy. Adit melihat dari ekor matanya, memperhatikan bagaimana wanita itu membuka jendela, lalu bersandar di sisi jendela dengan tatapan tertuju ke arah luar jendela. Dia menghela napas sejenak, lalu berjalan ke arah lemari kecil yang ada di sebelah tempat tidur. Membuka lagi di sana dan mengeluarkan satu bungkus rokok beserta pematiknya. Lalu kembali berjalan ke arah jendela. Dia mengeluarkan satu batang dari sana lalu langsung menyulut dan menyesapnya dalam-dalam. "Apa yang kamu lihat hari ini, mungkin adalah sisi lain dari aku, yang bisa dibilang biasa aja walau mungkin tetap jadi bahan pembicaraan orang-orang, karena secara nggak langsung apa yang aku lakukan itu memancing orang untuk membicarakan aku." Dia menghela napas pelan, bersamaan dengan itu asap rokok keluar dari mulutnya secara perlahan, dia memejamkan matanya untuk sejenak. Seolah ada begitu banyak pikiran yang masuk di kepalanya, dan bukan hanya itu saja. Saat melihat dari bagaimana dia memperlakukan tubuhnya sekarang, sepertinya mbak Daisy benar-benar sudah biasa dengan pekerjaannya. "Dunia ini dan manusia-manusia dia dalamnya." Dia menjeda kalimatnya untuk menyesap rokok di tangannya. "Semua hanyalah sekumpulan orang bodoh yang hanya memikirkan diri sendiri tanpa peduli bagaimana melihat sisi lain dari orang itu. Kita di tuntut untuk bertahan hidup dengan segala cara yang bisa kita lakukan. Berusaha untuk mencari makan di tengah orang-orang picik yang hanya memikirkan dirinya sendiri untuk memberikan apa yang kita butuhkan." Dia menoleh, menatap Adit yang masih terdiam mencermati kata-kata dari mbak Daisy. "Memberi tapi pamrih. Setiap apa yang mereka beri, maka harus ada sesuatu yang kita berikan untuk menebus dari apa yang sudah dia keluarkan." Bibirnya tersenyum simpul, tangannya terangkat ke atas lalu menarik sedikit belahan piyama yang ada di depan dadanya. "Seperti pria tadi. Pria b******n yang hanya menginginkan kepuasan yang dia butuhkan untuk memberikan sesuatu yang gue butuhkan. Rasanya memang adil dan terkesan setimpal memang, tapi dengan melakukan hal itu, sama saja dia menganggap harga diri gue bisa di beli dengan uang, tapi gue?" Dia menjeda lagi, lalu menyesal rokoknya lagi. "Harga diri gue udah hancur karena kejamnya dunia ini." Dia menoleh kearah luar jendela lalu mendongak tinggi-tinggi. "Bagi gue kepercayaan untuk seorang laki-laki sudah hilang semenjak mereka menganggap jika wanita hanya sebagai mainannya saja. Dan mereka bisa membeli wanita dengan uang yang mereka miliki." Tatapan mbak Daisy serat akan kebencian, lalu di buangnya Putung rokok yang hanya tinggal setengah itu. Lalu dia menghembuskan napas lelah. "Lucu, di saat ada begitu banyak orang berusaha keras untuk menghasilkan uang dengan halal. Aku malah terjebak dalam satu lingkaran di mana aku harus berlumuran dosa untuk mendapatkan sesuap nasi untuk makan." "Tubuh ini, hanya di anggap sebagai pemuas para b******n itu, dia menganggap semua yang aku butuhkan bisa di tukar dengan kepuasan yang dia inginkan menggunakan tubuh ini. Pertukaran yang tidak sepadan." Dia terkekeh pelan, tawanya terdengar sangat miris dan menyentil relung hati Adit. Dia terdiam, ingin rasanya dia bertanya, kenapa tidak berhenti saja, tapi lagi-lagi, mulutnya tak bisa berkata-kata. Mungkin apa yang dia lihat seolah sudsh menggambarkan perasaan yang ada di dalam diri wanita itu. "Memang, kenapa mbak masih melakukan hal ini?" Tanya Adit mencoba untuk berani. Dia sudah tangung dan penasaran dengan alasan dari wanita itu. "Ekonomi." Balas singkat dari wanita yang kini menarik satu batang rokok lagi dan menyulutnya. "Terdengar klise memang tapi itulah kenyataannya, aku terlilit dan bisa dengan keadaan ekonomi, bahkan untuk mencapai titik ini aku harus kerja, bermodalkan ijazah SMP aku berusaha untuk mendapatkan kehidupan yang layak. tapi sayangnya aku malah terjebak, bermodalkan kecantikan awalnya aku di tawari untuk kerja jadi model, tapi di sana aku malah di jebak, mereka malah meracuni aku dan membuat aku berada di posisi yang sulit untuk bergerak, mereka menyimpan semua foto t*******g aku, aib yang bisa saja kesebar dengan luas jika aku nggak menuruti kemauan mereka. Karena hal itu aku masuk ke dalam lubang yang membuat aku harus terus memberi apa yang mereka minta." Kak Daisy berjalan, lalu membuka kembali laci lemari tempat dia mengambil sebungkusnya rokok tadi, mengeluarkan ponsel keluaran lama dari sana dan memberikannya ke pada Adit. "Di sana semua foto dan video yang mereka gunakan untuk mengancam aku." Kata mbak Daisy laku berjalan mundur dan pergi dari sana. Adit terdiam memandangi ponsel di tangannya itu, sedikit ragu dia memberanikan diri untuk membuka ponsel itu lalu mencari folder galeri di sana, sebelum menemukan setumpuk foto yang benar-benar membuat dia terkejut. Sejenak dia berpikir satu hal yang teramat penting di sana. Sesuatu yang dia lihat tanpa tahu alasan kenapa mereka melakukan semua itu, hanyalah sebuah tong dan aksi menghakimi tanpa tahu masalah di dalamnya. Menghujat tanpa tahu jika mereka melakukan semua itu karena sebuah keterpaksaan. Sungguh, Adit malah merasa malu karena sudah menganggap dia sebagai wanita yang tidak baik-baik. Padahal ada alasan di balik sikap dan kenapa dia melakukan hal itu, sungguh dia malah merasa malu sendiri karena hal ini hal itu. "Kenapa kakak nggak kalor ke pihak yang berwajib?" Tanya Adit lagi. Benar, semua masalah bisa saja diselesaikan oleh hukum, ini negara hukum. Mbak Daisy malah terkekeh pelan, dia mengambil satu rokok lalu menyulut dengan pemantik miliknya. "Percuma." Kata mbak Daisy lagi. "Hukum hanya berlaku untuk orang kalangan bawah, dan kebal terhadap orang yang memiliki pengaruh besar ataupun yang di tangannya." Dia berjalan mendekat. Lalu duduk di sebelah Adit. "Apa kamu pikir aku diam saja setelah tahu mereka menjebak aku?" Adit menggeleng pelan. "Aku berusaha melaporkan mereka ke pihak berwajib, tapi laporanku hanya di anggap antik lalu oleh mereka, dan setelah tiga bulan berlalu. Laporan itu hilang seketika dan semua kasus di tutup tanpa ada kepastian yang jelas." Wanita itu menyesap rokoknya lagi. "Dan kamu tau. Sehari setelah kasus itu di tutup, aku di seret oleh b******n itu. Mereka menyekap dan mengurungku di sebuah ruangan yang nggak aku tau di mana. Mereka menyiksa dan mengancam aku di tempat itu. Dan sedihnya, mereka bahkan menjual video itu ke salah satu kolega dengan uang yang lumayan banyak." Adit terdiam seketika. Dia kehabisan kata-kata kali ini, semua yang ingin dia tanyakan seolah tertelan kembali dan dia tak bisa berkata-kata setelahnya. "Mereka tidak peduli bagaimana aku berusaha untuk keluar dari belenggu mereka. Yang mereka pedulikan adalah bagaimana cara mereka memanfaatkan aku untuk kesenangan mereka sendiri. Dan setelah itu mereka menggunakan tubuh ini untuk bersenang-senang. Dan pria b******k tadi adalah salah satu orang yang menggunakan tubuh ini untuk kesenangannya." Ucap mbak Daisy dengan nada menggebu, bahkan dia tidak peduli dengan piyama yang tersingkap karena gerakan tangannya itu. Perlahan Adit menunduk, menyembunyikan tatapannya dari kulit putih yang terlihat ada beberapa gurat merah di sana. Dia tak tahu harus berkata apa, kepalanya pun terasa pening bukan kepalang karena masalah ini. "Tapi dari semua hal itu, asalkan aku menurut, merek memberikan semua yang aku inginkan, bahkan pekerjaan yang terbilang sangat layak untuk aku yang hanya memiliki ijazah SMP saja. Dan karena itu, aku lebih memilih diam, dan membiarkan tubuh ini menjadi mangsa pria b******k itu. Asal apa yang mereka beri setimpal dengan apa yang aku berikan." "Tapi...." Adit mendongak menatap sepasang mata wanita itu. "Bagaimana dengan orang yang mbak cinta?" "Cinta?" Tanya mbak Daisy pelan. "Cinta hanyalah sebuah ucapan semu dan kalimat busuk yang menjerat seorang wanita, lalu setelahnya, karena cinta itu juga mereka terpengaruh dan menjadi buta, laku menyerahkan harga dirinya untuk sesuatu yang jelas merugikan dia." Mbak Daisy menjeda. "Cinta itu hanyalah omong kosong yang di berikan oleh laki-laki untuk mendapat apa yang mereka inginkan." "Tapi nggak semua laki-laki itu sama." "Memang!" Kata mbak Daisy menoleh kearah Adit. "Nggak semua laki-laki itu sama, tapi kebanyakan dari laki-laki melakukan hal itu. Dunia itu penuh dengan tipu-tipu, banyak orang yang berpenampilan baik tiap buas di dalamnya, b******n yang berkedok menjadi orang baik. Jadi jangan sampai tertipu dengan orang-orang seperti itu." Kata mbak Daisy. Dia menoleh kearah Adit menatap sepasang mata dari lelaki itu laku tersenyum kecil. "Lebih baik istirahat dan jangan terlalu banyak berpikir. Nanti kalo udah mendingan aku antar kamu pulang." Setelah berkata seperti itu, dia beranjak dan berjalan keluar dari ruangan itu. "Abaikan ucapan aku tadi, anggap saja sebagai contoh dan pelajaran hidup buat kamu." Kata kak Daisy yang menahan langkahnya. Dia tersenyum lalu berlalu begitu saja. Keluar dari kamar dan meninggalkan Adit seorang diri dengan pikiran yang melalang buana. Dia sampai tak habis pikir. Tapi dengan ucapan mbak Daisy dia mendapat pelajaran penting, tentu di dunia yang serba tipu-tipu ini akan ada banyak macam jenis orang yang memasang topeng kebohongan untuk menyembunyikan identitas asli mereka. Bersikap tidak pernah terjadi apa-apa tapi nyatanya menyimpan sejuta masalah yang begitu pelik. Contohnya saja Anjar, sahabatnya itu salah satu orang yang bisa di katakan sebagai orang yang mengalami nasib buruk seperti mbak Daisy. Dan dia juga hampir terjebak dalam lingkaran hitam, beruntung dia bisa keluar dari lingkaran itu dan menyelamatkan dirinya sendiri. Walau perjuangannya tidak mudah, tapi dia bisa melalui itu semua. Sekilas dia mengingat bayangan saat di perpustakaan tadi, bayangan saat kak Anya menyerahkan dirinya para pria b******k itu. Dia jadi berpikir, apakah kak Anya juga termasuk orang yang melakukan itu karena sebuah keterpaksaan? Ataukah dia melakukan itu untuk kesenangannya saja? Kak Anya, terlalu pintar menyembunyikan raut wajahnya untuk hal itu, hingga membuat Adit tak bisa berkata-kata lagi. Dia sampai tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada wanita itu. Selama ini hanya diam dan memperhatikan, sama sekali tidak membuahkan hasil dan dia masih tidak tahu apa yang sudah terjadi pada kak Anya. Sungguh bodoh! Dia mengepalkan tangannya erat, memikirkan semua ini malah membuat kepalanya semakin sakit. Ingin rasanya dia beristirahat, lalu menjauh dari semua masalah yang mengganggunya. Hanya saja, dia seolah terikat akan sesuatu yang membuat dia harus ikut andil di dalamnya, padahal dia tidak perlu sekeras itu memikirkannya. Toh kak Anya dan mbak Daisy hanyalah orang lain yang sekedar singgah di hidupnya. "Arrggg!" Terserah lah, Adit tidak ingin terlalu pusing memikirkan hal ini, dia hanya ingin melihat bagaimana semua ini akan berjalan, apakah dia akan bertahan, ataukah dia akan menyingkir setelah ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD