bab 7

2093 Words
Berlawanan arah 7 "Di sini aja, mbak?" Tanya Adit dengan tatapan mengitari daerah sekitar, tempat yang sedikit remang yang diminta oleh mbak Daisy ketika dia meminta turun. "Iya di sini aja, mbak ada janji di sini." "Oh oke." Adit sebenarnya sedikit ragu, tapi karena permintaan mbak Daisy hanya sampai di sini, maka dia tidak bisa berkata apa-apa. Bahkan setelah berpamitan, mbak Daisy lansung menyebrang jalan dan tak lama setelahnya sebuah mobil Fortuner datang menghampiri wanita itu. Jujur saja Adit agak curiga dengan hal itu, tapi untuk apa dia terlalu curiga, toh dia juga hanya sebatas tetangga yang jelas tidak bisa melerai aja menanyakan lebih jauh tentang wanita itu, dan kembali lagi, memang dirinya siapa? Setelah berlalu, Adit langsung memutar motornya dan berniat untuk pulang, sebelum samar-samar tatapan matanya menemukan sosok yang tengah berjalan di gelapnya malam, sebenarnya tidak aneh jika ada orang yang pulang larut seperti ini, hanya saja ketika dia melihat siapa sosok itu, Adit langsung beranjak dan menghampiri sosok itu. "Kak." Wanita itu menoleh menatap Adit dengan tatapan yang sedikit terkejut. Namun masih terlihat jelas ada bercak kesedihan yang membuat Adit langsung menahan sudut bibirnya agar tidak turun saat itu juga. "Baru pulang?" Tanya Adit, berusaha untuk menutup keterkejutannya, dia masih duduk di atas Pino. Wanita itu mengangguk sebentar, lalu berjalan pergi dari sana, dan saat itu juga, Adit merasa juga wanita itu benar-benar jauh dari jangkauannya, selayaknya udara yang bisa dia hirup namun tidak bisa dia sentuh, seperti itulah kenyataan yang harus dia hadapi sekarang, seolah ada batas jarak yang membentang antara dirinya dan juga wanita itu. Menghela napas kasar. Sebenarnya Adit malas untuk melakukan ini, menekuk wajah agar tidak terlihat bodoh, berpura-pura menjadi orang lain, agar bisa di lihat oleh wanita itu, dan berusaha menjadi seorang badut agar bisa membuat orang lain tertawa. Nyatanya, dari semua hal itu, dia adalah orang yang memiliki rasa kurang percaya diri pada dirinya sendiri. Terlebih ketika dia melihat sebuah tembok yang membentang di antara dirinya dan juga wanita itu. Wanita yang sudah sangat lama dia kagumi itu dan ingin dia rengkuh nyatanya malah menjaga jarak dan seolah menjauhi dirinya. Dengan segera dia melakukan motornya, berhenti tetap di depan wanita itu. Adit mendongakkan wajahnya untuk melihat wajahnya. "Naik yuk." Tak ada jawaban ataupun pergerakan dari wanita itu, dia malah memberikan tatapan aneh kearah Adit, seolah Adit ingin membawa dirinya entah kemana. "Ngapain?" Saura yang sudah begitu lama tidak dia dengar, Adit terpukau sejenak, sebelum dia m Berdeham sebentar untuk menetralkan debar di dadanya. "Ikut aja." Wanita itu tidak bergerak sama sekali, dengan tangan mencengkram erat kedua tali tasnya, dia masih sedikit ragu. "Udah ikut aja." Ucap Adit, dia menarik tangan wanita itu dan membawanya naik ke atas motor dengan paksa. Setelahnya, Adit membawanya pergi dari sana, ke sebuah tempat yang jaraknya lumayan jauh, bahkan dia harus menghabiskan waktu kurang lebih lima belas menit hanya agar bisa sampai di tempat itu dengan cepat. Sebuah tempat yang di jadikan Adit sebagai tempat di mana dia membuang segala resah, dan mengasingkan diri ketika dia tengah ada masalah. Tempat yang tak terlalu ramai, hanya ada beberapa Kerai kecil di setiap pinggir jalan. Adit menarik tangan wanita itu lalu membawanya ke sebuah kedai langganan yang sudah sering dia datangi. "Oy, Dit, tumben baru nongol?" Tanya sang pemilik yang masih terlihat muda, mungkin jika di taksir umurnya masih dua puluhan tahun. "Iya bang, baru sempet main." Jawab Adit dengan senyum mengambang setelahnya dia membawa wanita tadi ke sebuah kursi yang ada di sudut warung. Tempat di mana dia bisa melihat sebuah jurang yang tak terlalu jauh, lalu ada sebuah perkampungan di bawahnya, dan tak jauh dari perkampungan itu ada pemandangan sebuah lautan yang begitu indah, walau malam hari sekali pun, tapi mereka masih bisa melihat beberapa tongkang dan kapal besar pengangkut yang hilir mudik di sana. Wanita tadi terdiam, dan memilih duduk dengan tenang, dia sama sekali tidak menyangka jika Adit akan membawanya ke tempat ini, sebuah tempat yang belum pernah dia datangi sekalipun, padahal tempat ini jelas terlihat nyaman. "Bentar, aku pesen makanan dulu." Dia menoleh, lalu mengangguk saat Adit berlalu dari sana, seperti yang sudah-sudah, Adit selaku saja melakukan apapun yang tak pernah dia perkirakan sebelumnya, tindakannya sangat sulit untuk di tebak, dan anehnya apa yang di lakukan oleh anak itu selalu membuat dirinya merasa sedikit nyaman. "Bang, Boba spesial galau satu, sama bandrek satu, terus pisang keju sama jamur krispi juga seporsi." "Oke, sip." Kata pemuda tadi dengan senyum merekah, dia melirik ke arah wanita tadi lalu menatap kearah Adit dengan senyum tertahan. "btw, siapa yang lu bawa, Dit? Tumben amat?" "Ada lah bang, ya udah gue tinggal dulu!" "Sip, tunggu ya!" "Gak pake lama tapi?" "Siap!" Adit beranjak dari sana, hanya saja beberapa langkah kedepan dia berhenti, saat ponsel di saku celananya bergetar. Dengan segera dia mengambil benda pipih itu, laku melihat nama El tertera di layar ponselnya. "Halo, kenapa?" Tanya Adit sembari berjalan ke arah kursinya. "Di mana?" "Di hatimu." jawab Adit sembari terkekeh pelan. "Nggak usah becanda! Gue sama Anjar di rumah Rangga nih." "Ada acara?" "Enggak ada cuma lagi pengen main aja, besok Sabtu dan weekend, jadi gue sama Anjar berencana untuk nginep di sini." Menit Adit berkerut kecil, dia memilih berdiri dan bersandar pada pinggiran pagar yang ada di depan kursinya, tempat yang dia pilih dan ada wanita itu di hadapannya. Adit sedikit penasaran, karena tidak biasanya para sahabatnya memilih menginap di rumah Rangga. Karena biasanya orang tua Rangga tidak ada di rumah, maka mereka menghindar untuk menginap di sana. Dan parahnya, entah kenapa, Adit seolah lupa jika kali ini ada sosok lain di dekatnya, dan dia malah asik bertelepon ria. Walau nyatanya wanita tadi masih sibuk melamun dan menatap ke arah lautan dengan tatapan kosong. "Tumben, biasanya juga nggak pernah?" "Mamah Rangga yang ngundang, katanya pengen ketemu temen-temen Adit di sini." Jawab El pelan, lalu terdengar ada percakapan di sana. "Oh iya, rencananya besok mau pada ke pantai, ke villa keluarga Rangga, Lo juga di undang btw." "Behh, boleh banget nggak sih!" "Makanya buru ke sini!" Adit baru sadar jika sekarang dia tidak bisa pergi, dia melirik kearah wanita itu sebentar sebelum menghela napas pelan. Setelahnya dia mengangkat pergelangan sebelah kiri dan melihat jam yang melingkar di tangannya. Sepertinya jika dia cepat. Masih mungkin untuk dirinya bisa datang ke rumah Rangga sebelum jam 10 malam. "Ya udah, nanti gue usahain ke sana sebelum jam 10." "Kenapa nggak sekarang aja elah!" "Masih ada urusan. Ya udah nanti gue telpon lagi!" Adit menutup panggilannya, lalu memilih duduk di kursinya dan meletakkan benda pipih berwarna hitam itu ke atas meja. Sejenak dia melihat wanita yang kini tengah menoleh menatap kearah lautan dengan tatapan yang bisa di katakan kosong. Adit mengikuti tatapan wanita itu sebelum menghela napas pelan. "Tau nggak sih, kak. Banyak orang yang bilang kalo saat kita liat ke arah lautan, kita tuh nggak boleh ngelamun. Pamali dan nggak baik." Adit melirik ke arah wanita itu, tapi sayangnya dia sama sekali tidak peduli dengan ucapan Adit, malah terlihat lebih asik menatap ke arah lautan. Adit menopang dagunya di antara kedua tangan. Menatap dan mengamati wanita itu dari jarak yang begitu dekat. Entah apa yang membuat wanita itu terlihat sangat menarik di hadapannya, padahal jika dipikir, El jauh lebih cantik dari wanita itu. Dan dari gelagat juga, Adit sangat sadar jika sahabatnya itu menaruh rasa kepadanya, tapi sayangnya. Adit bukanlah pria yang ingin menghancurkan hubungan persahabatan dengan memacari sosok yang sudah begitu lama bersamanya. Dia malah begitu tertarik dan tergila-gila dengan wanita di hadapannya ini. Walau, kehadirannya hanya di anggap semua dan selalu di anggap sebagai anak kecil yang mungkin saja baru mengenal cinta. Padahal jika menurut Adit, cinta bukanlah patokan dari umur ataupun dari pengalaman, tapi di lihat dari kesungguhan hati yang ada di dalam dirinya. Cinta akan hadir saat dia merasa nyaman, dan cinta akan bersemi saat sebuah rasa nyaman itu berubah menjadi rasa ketertarikan. Entahlah, yang Adit rasakan sekarang ini hanyalah sebuah bayangan semu, atau hanya ambisi semata, tapi yang jelas, dia sudah menyimpan rasa itu jauh, sebelum hari ini. Waktu berlalu, dan wanita itu masih belum juga mengalihkan tatapannya, dia masih asik dengan entah apa yang dia lihat, atau malah masih berperang dengan benak di dalam dirinya. Entah lah, mungkin salah satu dari semua itu bisa menjadi alasan dia melamun bahkan mengabaikan kalimatnya. "Pesanan siap. Boba sepesial penghilang galau. Banrek satu, pisang keju, dan jamur krispi siap di santap." Pemuda itu datang, dengan membawa satu nampan besar pesanan Adit, dan setelahnya dia mengerut heran ketika melihat kedua orang di meja itu terpaku dengan pemikiran masing-masing. Dan lucunya adalah, tingkah mereka yang seolah memperlihatkan bagaimana perasaan mereka masing-masing. Si cowok yang terlalu banyak berharap dengan tatapan penuh puja. Serta di wanita yang terlihat memikirkan hal lain, yang jelas tidak sekalipun memperdulikan cowok yang saat ini menatapnya. Sesuatu uang lucu dan serat akan makna. Cinta hanya satu sisi dan cinta dalam diam, mungkin itu yang tergambar jelas dari tindakan kedua makhluk di hadapannya. "Halo, permisi, mas dan mbak yang terhormat." Pemuda tadi sedikit mengeraskan ucapannya hingga membuat kedua orang itu tersentak kaget, lalu menoleh secara bersamaan. "Mohon dengan segala hormat, dan mohon maaf jika sekiranya hamba ini mengejutkan kalian, tapi. Sekali lagi hamba mohon maaf, di tempat ini sangat dilarang untuk melamun, karena hal itu bisa menyebabkan terjadinya kesurupan, dan hal yang tak diinginkan lainnya." Dia tersenyum tipis, tepat ketika dua orang itu menatap aneh kearahnya, apalagi saat mendengar ucapan dari remaja yang terkesan unik dan berlebihan di sana. "Ck!" Pemuda tadi berdecak pelan ketika tatapan itu menghunus kearahnya, dengan raut aneh. "Intinya jangan ngelamun di sini, oke. Di sini di ladang sedih, dan wajib bahagia, karena kebahagiaan biru sulit untuk di dapat jika bukan kita sendiri yang menciptakannya. Jadi dari pada ngelamun, mending minum nih pesenam dari pemuda yang lagi jatuh cinta. Dan gue udah buat minuman secara khusus buat kalian! So, silahkan menikah!" Ujar pria tadi dengan sedikit lantang, lalu meringis kecil ketika dia sadar jika ucapannya sedikit melantur ketika lidahnya terpeleset. "Menikmati maksudnya." Koreksi pemuda tadi. "Dah ya gue tinggal, kalo ada pesanan lain, silahkan panggil gue lagi, oke!" Dan benar saja setelah dia mengucapkan itu, pemuda tadi langsung berlalu dan mencoba melayani salah satu pelanggan yang datang ke Warungnya. "Ehem. Sorry, kadang dia suka aneh, tapi makanannya enak kok." Kata Adit mencoba memecahkan kecanggungan yang terjadi di antara mereka. Wanita tadi mengangguk pelan, lalu melarikan tatapannya pada makanan yang ada di hadapannya. "Ini boba?" Tanya wanita itu pelan dengan menatap satu cup minuman di hadapannya yang terlihat sedikit aneh. Adit mengangguk. "Boba tradisional tepatnya terbuat dari beras ketan dan gula merah alami tanpa obat dan pengawet, di luarnya ada sedikit cendol yang terbuat dari beras ketan, dan sedikit gula merah campur jahe. Aku jamin kamu bakal ngerasa anget setelah ini." Wanita tadi terdiam sejenak, dengan tatapan yang terarah ke cup itu, minuman itu benar-benar terasa aneh, Boba yang baru pertama kali dia lihat, dan ketika mendengar komposisinya dia agak sedikit meragukan rasanya. Melihat tadi ada konstan dari wanita itu, Adit langsung mengambil cup Boba tadi, dan menusuknya dengan sedotan yang di sediakan. "Coba aja, jangan kelamaan." Kata Adit langsung mengulurkan cup itu pada wanita itu. Walau agak sedikit ragu, tapi wanita itu mencoba untuk mencicipinya, satu sedotan pelan, lalu Raha hangat dan jahe itu mengalir lembut ke dalam mulutnya. Dan setelah Boba yang itu masuk dan berhasil dia kunyah, dia merasakan sebuah sensasi baru yang baru kali ini dia rasakan, manis dan terkesan legit mungkin itu yang bisa dia ungkapkan dengan kata-kata. Tanpa sadar, bibirnya terangkat pelan, dia tersenyum karena merasakan enak di dalam mulutnya. Baru kali ini dia merasakan sesuatu yang lembut dan juga nikmat. Dan semua itu karena Adit. Dia mengangkat wajahnya, melarikan tatapannya pada di pemuda yang terlihat masih anak-anak itu. Entah kenapa, dia malah merasa bersalah karenanya, ada begitu banyak hal yang sudah di lakukan oleh anak ini untuk sekedar menghibur dirinya, tapi betapa bodohnya dia malah mengabaikan semua tindakan anak ini. Mungkinkah dia adalah salah satu orang yang paling bodoh karena mengabaikan seseorang yang begitu peduli dengan dirinya? Dia terdiam sejenak. Lalu menunduk dalam, menyembunyikan wajahnya dalam-dalam. "Makasih...." Bisiknya pelan tapi masih mampu didengar oleh Adit. Dan satu kata itu, ternyata mampu membuat kedua sudut bibir Adit tersangka dengan sempurna. Senyum tercetak dengan indah karena satu perkataan kecil, bukankah itu terlalu lebay untuk dirinya? Tapi itulah yang terjadi, Adit tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya kali ini. "Noprob, kapan hari kita ke sini lagi kalo kamu mau." Dan anggukan dari wanita itu membuat Adit kali merasakan kebahagiaan yang terasa begitu luar biasa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD