Bab 11. Dipaksa Melayani

1263 Words
"Astaga! Saya harus lebih hati-hati lagi. Jangan sampe Selly tau kalau saya selingkuh," decak William seketika menghela napas kasar. "Bisa gawat kalau dia tau saya selingkuh." Tommy hanya bergeming tanpa menimpali ucapan sang majikan. Ia tidak mau melewati kapasitasnya sebagai seorang asisten. Dirinya akan patuh kepada setiap perintah apapun yang diberikan oleh William tanpa ikut campur dengan urusan pribadinya. "Maaf, Pak Bos. Apa Anda mau langsung pulang atau mau ke rumah Mbak Nova dulu?" tanya Tommy datar. "Saya mau langsung pulang aja, saya gak mau Selly sampe curiga kalau saya pulang larut lagi malam ini," jawab William seraya berdiri tegak. "Jangan lupa tugas dari saya, saya butuh apartemen itu secepatnya, Tommy." "Siap, Pak Bos. Malam ini juga akan saya carikan apartemen itu buat Anda." William menganggukkan kepala lalu berjalan meninggalkan tempat itu dengan diikuti oleh sang asisten. *** Sementara itu di tempat yang berbeda, Nova tengah dalam perjalanan menuju hotel Maradona dengan mengenakan dress berwarna hitam yang membalut tubuh langsingnya. Rambut wanita itu nampak di gerai memenuhi punggung, wajahnya pun terlihat cantik sempurna lengkap dengan lipstik berwarna merah yang menjadi ciri khasnya. Namun, raut wajahnya tidak sesempurna kecantikannya. Wanita itu terlihat murung, moodnya pun benar-benar hancur berantakan. Bagaimana perasaan William jika dia sampai tahu bahwa dirinya menerima tamu laki-laki lain malam ini? Hubungannya dengan pria itu pasti kandas karena ia sudah mengkhianati kepercayaannya. "Ya Tuhan, apa yang harus aku lakuin sekarang? Mas Willi pasti kecewa banget sama aku, dia pasti marah kalau sampai tau aku kayak gini," gumam Nova dengan kedua mata terpejam. "Kita udah nyampe di hotel Maradona, Mbak," ujar supir taksi seketika membuyarkan lamunan panjang seorang Novariyanti. "Oh, udah nyampe, ya?" tanya Nova seraya menatap sekeliling. Wanita itu segera keluar dari dalam taksi setelah memberikan beberapa lembar uang pecahan sepuluh ribuan kepada sang supir. *** 15 menit kemudian. Nova berdiri tepat di depan kamar 201 dengan perasaan ragu. Ia tidak pernah seperti ini sebelumnya, dirinya selalu semangat dalam melayani pelanggan, tapi malam ini rasanya benar-benar berbeda. Ia merasa enggan untuk hanya sekedar mengetuk pintu tersebut. Namun, ia kembali teringat akan ancaman wanita bernama madam Lee yang mengatakan bahwa dia akan membongkar rahasianya kepada keluarganya di kampung. Mengingat hal itu, membuat Nova mau tidak mau harus mengetuk pintu dengan sangat terpaksa. "Maafin aku, Mas William," gumam Nova penuh penyesalan. Tidak perlu menunggu terlalu lama, pintu tersebut pun dibuka dari dalam. Seorang pria bertubuh gempal dengan hanya mengenakan kimono handuk berwarna putih berdiri di belakang pintu. "Masuklah, saya udah nungguin kamu dari tadi," pinta pria tersebut seraya menatap tubuh Nova dari ujung kaki hingga ujung rambut. Nova melangkah memasuki kamar dengan perasaan campur aduk. Rasanya benar-benar takut persis seperti saat dirinya baru pertama kali terjun ke dunia malam. Tubuhnya bahkan gemetar juga gugup. Pria tersebut segera menutup pintu kamar lalu memeluk tubuh Nova dari arah belakang. "Ternyata benar kata madam Lee. Kamu benar-benar cantik dan seksi," bisik pria tersebut seraya mengecup pundak Nova penuh gairah. Hembusan napasnya terasa dingin membasuh permukaan kulit wanita itu. "Saya mau ke kamar mandi dulu, Om," ujar Nova seraya mengurai jarak dengan pria tersebut. "Saya udah gak tahan, ledis. Ngeliat tubuh kamu aja udah bikin saya horney," ujar sang pria seraya menarik pakaian yang dikenakan oleh Nova. "Haaa!" Nova seketika berteriak histeris tidak seperti biasanya. "Saya mohon jangan, Om!" pintanya dengan kedua mata berkaca-kaca juga meletakan kedua telapak tangannya di d**a sama sekali tidak ingin disentuh, sementara bagian atas dress yang ia kenakan sudah robek akibat ditarik kasar oleh p****************g tersebut. "Jangan?" pria itu seketika mengerutkan kening. "Kamu dikirim ke sini buat melayani saya, Nova. Kenapa jangan? Saya udah kasih uang muka sama si madam Lee. Jadi, kamu gak boleh nolak melayani saya. Oke?" "Saya akan kembalikan uang muka yang udah Anda kasih ke madam Lee, Om. Kalau perlu saya balikin dua kali lipat, tapi saya mohon izinkan saya pergi, Om," pinta Nova memelas seraya terisak. "Saya udah denger semua tentang kamu, Nova. Kamu adalah primadona di sana, bayaran kamu juga paling gede diantara anak buah madam Lee yang lain," ucap pria itu seraya berjalan mendekat, tatapan matanya nampak sayu seolah tidak sabar ingin segera mencicipi tubuh indah seorang Novariyanti. "Kenapa giliran saya yang boking, kamu gak mau, hah? Apa karena saya gendut?" Nova menggelengkan kepala seraya menatap wajah pria itu dengan perasaan takut. Kedua kakinya tidak berhenti melangkah hingga tubuhnya menyentuh ujung ranjang. Kini tidak ada lagi tempat untuknya lari dari terkaman pria yang menuntut untuk dipuaskan. "Mas Willi, tolong aku," batin Nova menjerit. "Kenapa kamu diem aja, hah? Cepat layani saya!" bentak pria gempal itu seraya memeluk tubuh Nova kasar juga menghujani wajahnya dengan ciuman. "Haaaa! Lepasin aku, Om. Aku mohon, aku gak mau, haaaa!" teriak Nova mencoba untuk berontak. Namun, hasilnya sia-sia saja karena kekuatan yang ia miliki tidak sebanding dengan tenaga pria yang sudah berada dipuncak keinginan itu. Ia benar-benar dipaksa untuk melayani pria tersebut. Rasanya benar-benar jijik saat tubuhnya kembali dihujani dengan ciuman membabi buta bahkan digigit gemas, tapi tetap saja terasa sakit dan mengiksa. "Aku mohon lepasin aku, Om. Haaaa!" teriak Nova berusaha untuk mendorong tubuh gempal pria itu dengan segenap kekuatan yang ia miliki. Usahanya kali ini tidak sia-sia. Pria itu terhempas lalu mendarat di atas lantai seraya memekik kesakitan. "Haaa! Siaaal! Dasar p*****r murahan tak tau diri," umpat pria tersebut seraya mencoba untuk berdiri tegak. Nova menggunakan kesempatan itu untuk berlari ke arah pintu lalu membukanya dan bergegas keluar dari dalam kamar, tidak peduli meskipun pakaiannya acak-acakan bahkan bagian bahunya nampak robek memperlihatkan penutup tebal berwarna hitam di dalamnya. "Mau ke mana kau, pelacuuur!?" teriak sang pria, tapi sia-sia. Nova segera berlari meninggalkan tempat itu seraya menangis sesenggukan tidak peduli meskipun pria tersebut terus menyerukan namanya dengan nada suara lantang. "Aku harus segera pergi dari sini, aku gak sudi melayani pria itu. Maafin aku, Mas Willi. Maaf karena aku udah ngelanggar janjiku sama kamu," batin Nova seraya berlari menyusuri koridor hotel. Sampai akhirnya, ia tiba-tiba menabrak seorang wanita cantik tepat di persimpangan koridor. Tubuhnya seketika terhempas lalu mendarat di atas lantai begitupun dengan wanita cantik tersebut. "Maafin saya, Mbak. Kamu gak apa-apa?" tanya wanita itu seraya berdiri tegak lalu membantu Nova agar dapat kembali bangkit. "Nggak apa-apa, Mbak. Aku yang salah, aku yang gak hati-hati," jawab Nova menatap lekat wajah wanita tersebut. Wanita itu menatap pakaian yang dikenakan oleh Nova dengan kening yang dikerutkan, wajahnya pun nampak dibanjiri dengan air mata. "Baju kamu kenapa? Apa kamu habis diperkosa?" Nova menganggukkan kepala seraya menyeka buliran bening yang hampir memenuhi wajahnya. "Ya Tuhan, mendingan kita cepat pergi dari sini, tapi tunggu, kamu pake jaket aku dulu, ya," pinta wanita tersebut lalu melingkarkan jaket kulit yang tengah ia genggam di bahu Nova. "Makasih, Mbak, tapi eu ... muka Anda serasa gak asing, apa kita pernah ketemu sebelumnya?" "Udah, nanti aja ngobrolnya. Lebih baik kita pergi dari sini sebelum cowok b******k itu nemuin kamu di sini," pinta wanita itu seraya menarik pergelangan tangan Nova dan membawanya berjalan meninggalkan tempat itu dengan tergesa-gesa. Keduanya pun berdiri tepat di depan pintu lift yang masih tertutup, beberapa saat kemudian, pintu tersebut pun terbuka dan mereka berdua segera masuk ke dalam sana. "Rasa-rasanya aku pernah liat wanita ini, tapi di mana, ya?" batin Nova seraya menoleh dan menatap wajah wanita baik hati yang sudah menolongnya itu. Nova seketika merogoh tas miliknya lalu meraih ponsel canggih dari dalam sana. Ia membuka media sosial milik William, kedua matanya seketika membulat seraya menatap layar ponsel lalu kembali menatap wajah wanita yang saat ini berdiri tepat di sampingnya. "Ya Tuhan, wanita ini istrinya Mas Willi? Takdir macam ini?" batin Nova, buliran bening kembali membasahi kedua sisi wajahnya. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD