Nova menggigit bibir bawahnya keras, bahkan sangat keras hingga permukaan bibirnya memerah. Buliran bening kembali bergulir dari sudut matanya. Dadanya terasa sesak saat mengetahui bahwa wanita yang telah menolongnya itu adalah Selly, istri dari pria bernama William. Rasa bersalah pun mulai menggerogoti relung hatinya yang paling dalam.
"Kamu baik-baik aja?" tanya Selly seraya menyentuh pundak Nova membuat wanita itu seketika terperanjat hingga ponsel itu terlepas dari genggaman tangannya lalu meluncur bebas dan mendarat di atas lantai. "Maaf, aku gak sengaja, Mbak. Aku gak tau kalau kamu lagi ngelamun."
Nova segera berjongkok lalu meraih ponsel tersebut. "Gak apa-apa, Mbak. Aku emang lagi ngelamun." Nova kembali berdiri tegak.
"Yah, hp-nya retak deh. Eu ... biar nanti aku ganti sama yang baru, ya," ujar Selly merasa bersalah.
Nova menatap layar ponselnya yang retak seraya tersenyum hambar. "Gak apa-apa, Mbak. Gak usah diganti. Hp-nya masih bisa dipake ko. Justru aku berterima kasih karena Mbak udah nolongin aku."
"Dan maaf karena aku udah merebut hati suami Anda, Mbak," batin Nova seketika menundukkan kepala.
"Gak apa-apa, aku ganti hp kamu sekarang juga. Bentar, aku telpon suamiku dulu biar dia langsung beliin. Eu ... mudah-mudahan dia masih ada di hotel ini juga."
Nova kembali terperanjat. "Hah? Su-suami Anda ada di hotel ini juga?"
"Iya, dia lagi meeting sama kliennya. Mudah-mudahan dia belum pergi, biar nanti sekalian kami antar kamu pulang, oke?"
"Gak usah, Mbak aku gak a--" Nova terpaksa menahan ucapannya karena Selly tengah menghubungi William lewat sambungan telpon.
"Halo, Sayang. Tolong beliin hp baru sekarang juga, ya. Aku tunggu kamu di lobi hotel," pinta Selly seraya meletakan ponsel miliknya di telinga.
"Hp buat siapa? Bukannya hp kamu masih bagus, ya?" samar-samar terdengar suara William di dalam sambungan telpon.
"Ceritanya panjang, Mas Sayang. Pokoknya kamu beliin sekarang juga, aku gak sengaja ngerusakin hp temenku. Aku tunggu kamu di lobi hotel, kamu masih di sini, 'kan?" Pintu lift pun terbuka, keduanya melangkah keluar dari dalam lift tersebut.
"Emangnya kamu lagi ada di sini juga? Kamu sengaja ngikutin Mas?" tanya William masih di dalam sambungan telpon.
"Aku habis dari SPA, Mas, bukan ngikutin kamu. Buat apa aku ngikuti kamu sampe ke sini, gak ada kerjaan banget sih? Udah akh, pokoknya aku tunggu kamu di lobi hotel 20 menit lagi, oke?" Ucapan terakhir Selly sebelum wanita itu menutup sambungan telpon.
Nova melangkahkan kakinya dengan tubuh gemetar. Apa yang akan terjadi jika William melihatnya dalam keadaan seperti ini? Terlebih ia sedang bersama istrinya sendiri. Jiwanya mulai terguncang, perasaanya pun campur aduk antara rasa takut, sedih dan bingung seakan melebur menjadi satu. Pikiran Nova benar-benar melayang memikirkan apa yang akan terjadi dengan hidupnya di depan hingga tubuhnya oleng dan hampir saja tumbang.
"Astaga! Kamu kenapa?" tanya Selly seraya menahan kedua bahu Nova menahannya agar tidak tumbang. "Kita istirahat di sana dulu, ya. Kamu pasti terguncang banget setelah hampir diperkosa sama cowok b******k itu." Selly menunjuk kursi yang berada di lobi lalu memapah wanita itu agar mereka bisa beristirahat di sana.
"Aku baik-baik aja, Mbak," jawab Nova lemah dan bergetar.
"Baik-baik aja gimana? Kamu habis ngelewatin hal yang sangat menakutkan, wajar aja kalau kamu terguncang kayak gini. Muka kamu juga pucet banget." Selly membantu Nova duduk di kursi dengan perasaan iba.
Selly tidak dapat membayangkan bagaimana perasaan wanita itu. Jika dilihat dari pakaiannya yang robek, sepertinya ia dipaksa untuk melayani laki-laki dan pasti rasanya sakit sekali. Batin Selly sejenak melayang membayangkan apa yang baru saja dialami oleh wanita berambut panjang itu.
"Ngomong-ngomong, nama kamu siapa? Kita belum kenalan lho," tanya Selly seraya mengulurkan telapak tangannya untuk berkenalan.
Nova menerima uluran tangannya dengan ragu-ragu dan gemetar. "Na-namaku Nova, Mbak," jawabnya singkat.
"Namaku Selly," sahut Selly lalu melepaskan jabatan tangan mereka. "Kamu pasti syok banget, Nov. Yang sabar, ya. Semoga cowok yang udah memperlakukan kamu kayak ini dapet karmanya. Dasar cowok b******k!"
Nova hanya tersenyum hambar dalam menanggapi ucapan Selly. Wanita itu sama sekali tidak tahu siapa ia sebenarnya. Dirinya hanya seorang kupu-kupu malam yang sudah terbiasa melayani laki-laki hidung belang. Selly pun tidak tahu bahwasanya ia adalah wanita yang telah merebut hati suaminya. Jiwa seorang Novariyanti kembali dihujani penyesalan yang terasa menyesakkan.
"Aduh, Mas William mana sih? Lama banget," decak Selly seketika berdiri mencari keberadaan suaminya.
"Kayaknya aku harus pergi sekarang, Mbak. Makasih karena Anda udah nolongin aku," ujar Nova melakukan hal yang sama seperti Selly. Ia tidak ingin kalau sampai William melihatnya di sana.
"Jangan, Nov. Tunggu sebentar lagi, ya. Biar kami antar kamu pulang sekalian," pinta Selly. "Oh, itu dia Mas William."
Selly melambaikan telapak tangannya saat melihat suaminya berjalan dari kejauhan bersama Tommy sang asisten. Kedua sisi bibirnya pun nampak tersenyum lebar. Sementara Nova seketika menundukkan kepala, ia bahkan tidak berani untuk sekedar menatap ke arah yang sama seperti wanita bernama Selly itu.
"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakuin sekarang?" batin Nova mulai dilanda rasa dilema.
William yang tengah berjalan seraya membawa paper bag berisi ponsel yang dipesan oleh Selly seketika menghentikan langkahnya saat menyadari bahwa istrinya tengah berdiri bersama wanita yang sangat tidak asing lagi baginya. Tatapan mata William tertuju kepada Nova yang tengah menunduk dengan penampilan acak-acakan. Tubuhnya seketika gemetar seraya menatap wajah istri juga wanita simpanannya secara bergantian yang tengah berdiri saling berdampingan.
"Nova, lagi ngapain dia di sini?" Batin William diam-diam mengepalkan kedua tangannya.
"Pak Bos," bisik Tommy, menatap ke arah yang sama seperti sang majikan. "Bukannya itu Mbak Nova? Kenapa dia bisa bersama Nyonya Selly?"
"Saya juga gak tau, Tommy. Astaga, gimana ini?" jawab William berbisik dengan perasaan bingung.
Setelah terdiam sejenak dengan perasaan bingung, William hendak melanjutkan langkahnya dengan perasaan campur aduk seraya menatap wajah Selly yang tengah tersenyum lebar kepadanya, lalu mengalihkan pandangan matanya kepada Nova yang terlihat begitu tertekan dengan wajah pucat. Namun, langkah seorang William kembali tertahan saat melihat seorang wanita berpakaian seksi berjalan menghampiri kedua wanita itu. Ya, wanita tersebut adalah madam Lee yang segera meluncur ke sana setelah ditelpon oleh pria yang memboking Nova.
"Dasar p*****r gak tau diri!" teriak madam Lee seraya menjambak rambut panjang Nova keras dan bertenaga membuatnya seketika memekik kesakitan.
"Argh! Ampun, Madam, ampun ..." rengek Nova memelas seraya memegangi rambutnya sendiri.
"Hey, Anda siapa datang-datang jambak rambut orang?" tanya Selly seraya menghempaskannya telapak tangan madam Lee kasar.
"Kamu yang siapa, hah? Apa kamu tau siapa wanita ini?" madam Lee menunjuk wajah Nova dengan kedua mata membulat murka. "Dia itu pelacuur tau!"
William hendak melangkah untuk menolong sang kupu-kupu malam, tapi langkahnya seketika ditahan oleh Tommy seraya mengingatkan.
"Anda mau ke mana, Pak Bos?Ingat, di sana ada Nyonya Selly. Saya mohon tahan diri Anda," pinta Tommy.
William memejamkan kedua matanya sejenak lalu kembali menatap wajah Nova yang tengah dimaki oleh madam Lee di depan Selly. Rasanya benar-benar sakit luar biasa, tapi ia tidak mampu berbuat apa-apa. Bahkan ketika tubuh Nova di seret oleh sang g***o pun, William hanya bergeming tanpa mampu menolong karena keberadaan istrinya di sana.
"Maafin saya, Nova. Saya benar-benar mohon maaf. Saya gak bisa nolongin kamu dari si g***o sialan itu," batin William menjerit.
Bersambung