Bab 9. Aset Berharga

1145 Words
"Ada tamu, Nov?" tanya William seketika panik. "Madam Lee?" gumam Nova wajahnya seketika memucat. "Madam? Siapa madam Lee?" "Itu, Mas. Eu ... semacam g***o gitu deh." "Astaga!" "Sekarang kamu sembunyi di kamar mandi, ya," pinta Nova seraya menarik pergelangan tangan William ke dalam kamar mandi. Sementara suara wanita yang Nova panggil dengan sebutan madam Lee semakin lantang terdengar bahkan mengetuk pintu dengan sangat tidak sabar seolah hendak mendobraknya. "Tunggu, Nova. Jangan di kamar mandi dong! Masa saya sembunyinya di sini? Bau tau!" protes William seraya menutup hidungnya menggunakan kedua jarinya sendiri. "Gak bau, Mas Will. Emangnya ini kamar mandi umum apa, pake bau segala?" Nova segera menutup pintu. William akhirnya sembunyi di tempat itu dengan perasaan pasrah. Kamar mandi tersebut terasa sempit dan pengap. Ukurannya yang 10 kali lebih kecil dari kamar mandi dikediamannya membuatnya merasa tidak nyaman dan terasa sesak membuatnya seakan kesulitan untuk bernapas. Namun, ia tidak memiliki pilihan lain lagi, dirinya pun tidak ingin skandal perselingkuhannya terbongkar. Sedangkan Nova segera membuka celemek yang melingkar di tubuhnya lalu berjalan ke arah ruangan depan dengan tergesa-gesa dan segera membuka pintunya dengan napas yang tersengal-sengal. Seorang wanita paruh baya nampak berdiri tepat di depan pintu dengan wajah memerah menahan amarah. "Kenapa lama banget bukanya?kamu lagi ngapain sih?" tanya wanita tersebut segera masuk ke dalam rumah begitu saja. "Maaf, Mam. Aku lagi masak tadi," jawab Nova merasa gugup. Madam Lee menatap sofa baru yang bertengger di ruang tamu lalu menatap sekeliling ruangan dengan wajah datar. "Kamu baru beli sofa baru? Hmm! Selera kamu lumayan juga, sofa mahal ini!" Wanita berpakaian seksi itu pun duduk dengan bersilang kaki. Sementara Nova kembali menutup pintu dengah wajah pucat. Semoga saja wanita itu tidak menyadari kehadiran William di rumahnya. "Kemana aja kamu semalam? Kenapa kamu gak datang ke Club?" tanya madam Lee memulai interogasi. "Apa kamu tau, berapa pelanggan yang aku tolak karena gak ada kamu? Melayang deh duit eike!" Nova menggaruk kepalanya seraya tersenyum cengengesan lalu duduk di sofa yang berbeda dengan wanita. "Semalam aku gak enak badan, Mam. Makannya aku gak datang ke sana." "Kamu udah ke Dokter?" Nova menggelengkan kepala seraya tersenyum canggung. "Ingat, Nova. Kamu itu aset yang paling berharga buat aku! Badan kamu ini bukan hanya milikmu sendiri tapi milikku juga. Jadi, kamu harus menjaga kesehatan kamu." Nova seketika bergeming dengan kepala menunduk. "Malam ini ada empat pelanggan yang harus kamu layani. Jadi, pergilah ke Dokter dan periksakan kesehatan kamu, oke?" "Sebenarnya, ada yang pengen aku katakan sama Anda, Mam," lirih Nova kembali menatap wajah sang g***o. "Udah nanti aja ngomongnya, aku lagi sibuk. Aku pergi sekarang," jawab madam Lee seraya berdiri tegak lalu hendak melangkah. "Aku pengen berhenti, Mam." Madam Lee sontak menahan langkahnya lalu kembali menatap tajam wajah Nova. "Apa? Kamu pengen berhenti? Maksud kamu berhenti melayani tamu, begitu?" Nova menganggukkan kepala seraya berdiri tegak. "Dasar gila!" umpat madam Lee kesal. "Kamu gak denger apa yang aku katakan tadi, hah? Kamu itu aset berharga, Nova. Kamu itu ladang uang terbesar aku. Kamu gak boleh berhenti dan gak bakalan bisa berhenti, paham?" "Tapi aku lelah, Mam. Aku capek, aku pengen menjalani kehidupan aku dengan normal. Aku pengen tobat, Mam," lemah Nova dengan kedua mata berkaca-kaca. "Apa? Bertobat? Hahahaha! Bertobat katamu?" bentak madam Lee. Telapak tangannya seketika melayang ke udara lalu mendarat di wajah Novariyanti keras dan bertenaga membuat wajahnya terhempas ke arah samping. "Dasar p*****r gak tau diri. Tuhan gak akan pernah nerima tobat orang-orang seperti kita, Nova! Kita ini cuma wanita kotor, dosa kita udah terlalu banyak. Mana sudi Tuhan menerima tobat kamu!" Nova memejamkan kedua matanya seraya mengusap satu sisi wajahnya yang terasa nyeri akibat tamparan. Rasa panas pun perlahan mulai menjalar di permukaan wajahnya membuat kulitnya yang putih bersih seketika memerah. Wanita itu mulai terisak seraya menahan rasa sesak. Apa iya, Tuhan tidak akan pernah sudi menerima tobatnya? Batin Nova meradang. Madam Lee tiba-tiba saja mencengkeram kedua sisi wajah Nova menggunakan kelima jarinya seraya menatapnya tajam bak hewan buas yang siap untuk memakan mangsanya. "Dengerin aku, Nova. Kamu gak akan pernah bisa berhenti menjadi p*****r. Hanya kematian yang bisa menghentikan kamu, paham?" Nova menganggukkan kepala dengan wajah berderai air mata. Rasa sakit di satu sisi wajahnya semakin menjadi-jadi tatkala kuku-kuku tajam madam Lee mencengkram kuat wajahnya sebelum akhirnya menghempaskannya kasar. "Ingat, aku tunggu kamu malam ini di Club. Kalau kamu gak datang juga, akan aku bakar rumah ini, paham?!" bentak madam dan hanya dijawab dengan anggukan oleh wanita itu. Sang g***o pun hendak melangkah menuju pintu. Namun, wanita itu kembali menahan langkahnya lalu menatap ke arah dapur dengan kening yang dikerutkan membuat Nova seketika gelagapan. Jangan sampai wanita paruh baya itu menyadari kehadiran William di sana. "Tumben kamu masak," ujar madam Lee lalu berjalan ke arah dapur di mana aroma lezat tercium oleh lubang hidungnya. "Baik, Mam. Aku akan datang ke Club nanti malam, sekarang aku mau periksakan kesehatanku dulu ke Dokter," seru Nova membuat madam Lee sontak menahan langkahnya lalu kembali memutar badan. "Oke, aku tunggu kamu di Club. Sekarang pergilah ke Rumah Sakit, obati juga muka kamu," jawab madam Lee lalu berjalan ke arah pintu utama kemudian keluar dari dalam sana. Nova menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan. Wanita itu pun segera menutup pintu lalu kembali menguncinya. Ia berdiri di belakang pintu dengan perasaan dilema. Bagaimana caranya agar ia bisa terlepas dari wanita itu? Nova mengusap satu sisi wajahnya seraya terisak lalu duduk tepat di belakang pintu seraya menyandarkan punggung berikut kepalanya dengan hati dan perasaan hancur. "Ya Tuhan, benarkah Engkau gak akan pernah sudi menerima tobat hambamu yang berlumur dosa ini?" gumamnya menahan rasa sesak. "Bangun, Nova," bentak William tiba-tiba berjalan menghampiri. "Kata siapa Tuhan gak akan pernah menerima tobat kamu, hah? Jangan kamu dengerin omongannya si g***o sialan itu." Nova seketika menoleh dan menatap wajah William dengan bola mata memerah dan berair. Tatapan matanya begitu sayu bak anak kucing yang sedang meminta pertolongan. William menghela napas panjang lalu berjongkok tepat di depan wanita itu kemudian memeluknya erat. "Tuhan pasti akan menerima tobat setiap hambanya, Sayang. Saya mohon jangan putus asa kayak gini," lirihnya seraya mengusap punggung Nova lembut dan penuh kasih sayang. "Aku capek, Mas. Aku pengen berhenti dan hidup bahagia sama kamu, tapi madam Lee gak akan pernah membiarkan aku begitu saja. Dia gak akan ngizinin aku," rengek Nova menangis sesenggukan di dalam dekapan hangat seorang William. "Kamu gak butuh izin dari dia buat berhenti, Nova. Emangnya dia siapa berani ngatur-ngatur hidup kamu sendri, hah?" jawab William seraya menahan rasa sesak. "Badan kamu ini cuma milik kamu sendiri, gak ada yang berhak mengatur hidup kamu selain kamu sendiri, gak ada yang boleh mengklaim tubuh kamu ini selain kamu sendiri, Nov." "Tapi aku takut, Mas. Aku takut sama madam Lee. Dia gak akan biarin aku hidup kalau kamu maksa pengen berhenti." William seketika mengurai pelukan. "Maksud kamu, dia bisa aja ngehabisi nyawa kamu kalau kamu maksain keinginanmu untuk berhenti?" Nova menganggukkan kepala dengan wajah pucat. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD