B.13 Contract

1987 Words
Abi memandang dua foto yang sebelumnya diberikan oleh Rasha. Satu foto dirinya dengan orang tua angkatnya yang tinggal di pedesaan Rusia. Foto satu lagi adalah foto panti asuhan yang merawatnya setelah kematian kedua orang tua walaupun sebentar tapi dia menyayangi semua penghuni di sana. Abi bukan gadis bodoh yang tak pahm apa maksud ucapan Rasha kemarin soal melibatkan orang-orang itu, lelaki itu pasti akan mengancam kehidupan orang yang ada di foto itu jika dia tak mau tanda tangan kontrak ini. Abi mengambil kontrak yang kemarin diberikan dan membacanya satu per satu. Terdengar suara pintu dibuka dan Maria muncul dari balik pintu lengkap dengan bahan makanan dan kebutuhan hari ini. “Selamat pagi Nona Abi, hari ini Nona ingin makan apa?” tanya Maria ramah sambil membereskan beberapa makanan dan pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Maria curiga karena dia tak mendengar suara apapun padahal Abi ada di ruang tengah, pelayan itu berjalan mendekati Abi dan dia melihat wanita menangis. “Nona, apa yang terjadi, apa Nona terluka kenapa menangis?” panggil Maria membuat Abi langsung memeluk pelayan itu dan menumpahkan tangisannya. “Kenapa aku harus mengalami ini Maria, sekarang aku harus bagaimana?” isak Abi membuat Maria iba dan membelai punggung Abi penuh kasih sayang. “Apa terjadi sesuatu yang buruk Nona?” tanya Maria penasaran. Abi melepas pelukannya dan menatap Maria, dia tak tahu apa Maria bertanya karena memang tak tahu atau lelaki itu tak mengatakan hal ini kepadanya. “Aku bertemu tuanmu kemarin,” ucap Abi pelan sambil tetap menatap Maria karena dia ingin tahu reaksinya. Maria kaget mendengarnya, entah apa yang Maria pikirkan tapi Abi melihat reaksi Maria membuatnya curiga jika pelayan ini tahu apa yang terjadi. “Apa kamu sudah lama bekerja dengan Yevara?” tanya Abi to the point  membuat Maria semakin terkejut. “Ke-kenapa Nona menanyakan hal itu?” tanya Maria terbata. Abi memutar tubuhnya dan menatap Maria tajam, “Katakan padaku bagaimana kelakuannya sehari-hari, apa dia suka membunuh orang, melakukan kekerasan dan mengancam orang,” cecar Abi. Tapi dia kemudian memasang ekspresi berpikir, “Bukan-bukan, kalo dia begitu pasti tidak ada orang yang berada di sekitarnya, tapi dia punya banyak pengawal pasti dia menyuruh semua pengawalnya untuk membunuh kan?” desak Abi menatap Maria penuh penasaran. Maria tak tahu apa dia berhak menjelaskan semua ini karena ini urusannya dengan tuannya tapi mendengar kekejaman yang diutarakan Abi, maria sebagai pelayan Rasha sedari kecil merasa keberatan. “Tuan Rasha bukan seperti itu, dia tidak melakukan apa yang Nona sebutkan tadi meskipun terlihat menyeramkan,” bela Maria. “Rasha,” ulang Abi yang akhirnya paham jika orang yang dimaksud adalah Yevara. “Aku kira dia dipanggil Yesha oleh orang terdekatnya,” gumam Abi. “Tapi kamu mengatakan itu karena dia tuanmu dan kamu tidak dibunuh kan olehnya,” selidik Abi dan Maria menggeleng cepat. “Nona terlalu jauh berpikir, Tuan Rasha memang bukan seperti itu, sebenarnya beliau orang baik hanya saja keadaan yang membuatnya jadi seperti lelaki yang jahat,” ucap Maria tulus membuat Abi mengerutkan dahinya. “Benarkah? Lalu kenapa dia membawaku kemari bahkan sampai ke Denmark hanya untuk menuruti kemauannya,” cecar Abi membuat Maria tersenyum. “Saya yakin Tuan sudah menjelaskn semuanya, entah dengan bahasa yang tidak sopan atau kejam tapi percayalah Tuan Rasha tidak akan menyakiti wanita terutama wanita yang membantu dalam hidupnya,” kata Maria lembut. Abi terdiam mendengar ucapan Maria, benarkah seperti itu? Tapi jika Maria bohong tentu dia tidak akan ada di ruangan sebagus ini meskipun dalam keadaan terkurung. Apa semua ini dilakukan karena tekanan keadaan seperti yang Maria katakan? “Apa ini soal pewaris Sandr seperti yang dia katakan,” gumam Abi tapi Maria bisa mendengarnya dan pelayan itu mengangguk. Abi mengambil kertas kontrak dan kembali membacanya, entah dorongan dari mana tapi muncul rasa manusiawi dalam dirinya dan ingin membantu Rasha dalam hal ini. Abi membacanya perlahan, dia memahami isi kontrak itu. Secara garis besar kontrak itu menyebutkan jika dirinya sebagai penerima donor akan menerima benih dari Rasha sampai dia berhasil hamil dalam kurun waktu satu tahun. Selama masa kehamilan, Abi akan tinggal di Denmark dan semua kebutuhan Abi akan dipenuhi. Abi tidak boleh bekerja dan sebagai gantinya dia akan diberi uang yang sama dengan gajinya sampai proses kelahirannya sekaligus bonus jika anak yang lahir lelaki atau kembar. Anak yang lahir sepenuhnya menjadi milik Rasha dan tidak ada tuntutan apapun di kemudian hari meskipun  secara biologis penerima adalah ibunya, termasuk menemui anaknya dan mengaku sebagai ibunya. Perjanjian ini sifatnya professional bukan perasaan, jadi tidak ada rasa cemburu, tidak suka, amarah, bahkan cinta diantara kedua belah pihak. Secara hukum juga tidak ada status pernikahan atau kesepakatan untuk tinggal bersama layaknya pasangan. Perjanjian ini dianggap tidak berlaku dan batal jika pihak pendonor yaitu Rasha memutus perjanjian. Dan jika dalam waktu satu tahun tidak menunjukkan keberhasilan maka pihak penerima boleh mengajukan pengunduran diri. Abi melewatkan membaca pasal-pasal dalam perjanjian yang menurutnya menggunakan bahasa terlalu resmi. Dia teringat soal kebebasan dirinya, apa dia akan tetap terkurung dalam ruangan atau bisa pergi keluar. Wanita itu kembali mencari soal itu dalam aturan yang sudah ditentukan oleh Rasha dan di sana tertulis jika dia bisa keluar ruangan selama dalam pengawalan. Namun, dilarang mengunjungi tempat publik seperti tempat wisata. “Astaga anak ini sehebat apa sih sampai aku harus dikawal seperti orang penting saja,” keluh Abi meletakkan dokumen itu begitu saja. Maria hanya terseyum dan membelai rambut Abi lembut. “Dari apa yang aku dengar jika nantinya Nona akan mengandung anak dari Tuan Rasha, jika memang itu benar maka Nona termasuk wanita yang beruntung,” ucap Maria. Abi mengerutkan dahinya dalam, “Dari sisi mana itu bisa jadi keberuntungan, lihatlah aku saja tidak bisa keluar dari sini Maria,” rengek Abi membuat pelayan itu tersenyum kecil. “Selain ibu dan nenek Tuan Rasha tidak memiliki wanita lain yang menarik baginya termasuk dijaga seperti ini,” Maria masih saja membela Rasah membuat Abi kesal dan berdiri untuk sarapan. Tidak banyak hal yang bisa di lakukan dalam kondisi terkurung dan akses terbatas seperti ini. Dia hanya menghabiskan waktu dengan menonton film, makan tiada henti dan melihat pemandangan di jendela yang rata-rata hanya lalu lalang orang. Abi kembali ke ruang tengah dan mencari dokumen yang dari pagi dia baca dan bolak balik dia lihat. Wajahnya tersenyum sumringah melihat jika dia bisa menggunakan teknologi sebagaimana mestinya dengan catatan penggunaan teknologi berasal dari Rasha. “Baru atau lama ga penting yang penting dapet komunikasi dengan orang luar, jadi aku tak mati bosan seperti ini,” kekeh Abi dan dia mencari bolpoin untuk tanda tangan surat itu. Namun, pandangan matanya tertuju dengan poin terakhir yang tertulis di sana. “Penerima dapat mengajukan poin perjanjian baru jika memang dirasa mendukung program IUI ini dengan baik selama masih dalam batas wajar,” ucap Abi membuatnya berpikir banyak hal. “Dari tulisannya ini artinya aku bisa mengajukan apa yang aku minta selama itu mendukung program IUI ini,” Abi berpikir tapi tak lama senyum indahnya mengembang sempura. Rasha melihat pemandangan dan tingkah Abi hampir sehraian ini, ekspresi puas muncul di wajahnya saat tahu Abi menandatangani surat itu. “Semua wanita sama saja, awalnya saja dia menolak tapi pada akhirnya dia juga menerima uang itu,” sindir Rasha. Sore harinya Abi sudah siap pergi ke rumah sakit bersamaan dengan itu Maria juga pamit untuk pulang dan Abi sudah mulai tenang dan tak merengek seperti sebelumnya. Seorang pria masuk dan menunudk hormat mengatakan kepada Abi jika mobil sudah siap dan mereka akan berangkat ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit Rasha sudah siap di depan ruang praktek dokter dan keduanya masuk bersamaan. “Selamat datang silahkan duduk, dengan Nona Abelone Zakharov,” ucap Varrel ramah. “Perkenalkan saya Varrel, dokter yang akan membantu mengecek kondisi kesehatan Nona,” ucap Varrel sopan sambil mengulurkan tangan. Rasha sudah bersiap menghalangi jabat tangan itu tapi dia kalah cepat dengan Abi yang langsung meraih tangan Varrel begitu saja. Lelaki itu sampai berdehem dengan sengaja agar Abi melepaskan tangan dokter muda itu. Abi duduk di hadapan dokter muda itu dengan senyum mengembang membuat Rasha kesal tapi dia tak mau menunjukkannya. “Panggil saja aku Abi atau Abisha Dokter,” ucap Abi tanpa sungkan membuat Varrel mengangguk paham. “Saya rasa tidak perlu menjelaskan apa yang akan Nona lakukan di sini, tapi saya hanya sedikitmemberikan gambaran soal IUI,” ucap Varrel membuat Abi semangat dan fokus memandang Varrel seakan dia lupa jika ada Rasha di sampingnya. “Tapi ada hal yang ingin saya tanyakan Dok soal proses IUI ini,” ucap Abi cepat membuat Vareel ikut bersemangat. “Apa ada resiko gagal atau efek sampingnnya setelah melakukan hal ini?” tanya Abi membuat Varrel tersenyum senang. “Dari banyaknya kasus tentu saja ada perubahan pada fisik Nona, karena Nona akan hamil selama 9 bulan dan itu pasti akan mempengaruhi hormon Nona Abi, sejauh yang kami tahu tidak ditemukan ada efek samping yang buruk selain senyum kebahagiaan,” jelas Varrel. Ucapan Varrel membuat Abi bingung dan kembali dia menatap tubuhnya. Varrel mengerti apa yang dirasakan Abi, tapi dia tak bisa melakukan appaun selain mengikuti kemauan Rasha. “Jangan sok drama dan mengubah keputusanmu,” bisik Rasha membuat Abi menatap lelaki itu kesal dan dia reflek langsung menginjak kaki Rasha sampai lelaki itu sedikit memekik karena kaget. Varrel melihat interaksi keduanya dan merasa jika mereka tak akur. Kecurigaannya adalah program IUI ini dipaksakan oleh Rasha. “Tapi tenang saja semua itu akan berubah jadi kebahagiaan jika Nona sudah bisa merasakan detak jantung, pergerakan anak bahkan kontraksi saat melahirkan,” ucap Varrel memberi semangat. “Abi mengangguk yakin. “Itu sebabnya saya perlu data diri Nona untuk pemeriksaan lebih lanjut dan memastikan kesiapan Nona untuk proses IUI ini,” pinta Varrel. “Tentu saja Dok, saya tak masalah, jadi apa yang perlu saya bantu,” balas Abi tak kalah semangat. Varrel menanyakan banyak hal terutama soal gaya hidup yang selama ini Abi jalani. Wanita itu tanpa sungkan menceritakan semua yang dia alami membuat Varrel menaruh simpati kepadanya bahkan lebih fokus bertanya soal caranya bertahan hidup daripada soal kesehatannya. “Apa gelar doktermu sudah berganti menjadi doktker psikolog atau psikiater daripada soal kandungan,” sindir Rasha saat keduanya nampak lebih akrab dan cepat bercerita apapun, situasi yang berbanding terbaik dengan dirinya. Abi menoleh dan menatap Rasha sengit. “Apa kamu tadi tidak mendengar ucapan dokter Varrel jika dia membuka sesi konsultasi di pertemuan ini, kalo kamu tidak suka lebih baik kamu pergi sana, ga usah menganggu urusan orang lain,” usir Abi terang-terangan membuat semua orang yang ada di sana terkejut. Rasha mengepalkan tangannya rasanya dia ingin marah dan bisa saja dia menyakiti wanita itu namun, entah apa yang ada dalam pikirannya ia tak bisa melakukan itu seakan tubuhnya kaku jika ingin menyakiti Abi. Varrel tersenyum melihat kelakuan Abi yang tak kenal takut dan sepertinya dokter itu mulai paham kenapa dia memilih Abi untuk jadi penerima benih darinya. “Tapi Dok, ini beneran tidak perlu melakukan layaknya suami istri kan?” tanya Abi sedikit berbisik. Rasha menatap wanita itu tajam karena menganggap pertanyaan itu bentuk rasa tidak percaya kepada dirinya. Varrel mengangguk yakin, “Proses ini akan dilakukan dengan  injeksi Nona, tapi memang pembuahannya di dalam beda dengan bayi tabung yang proses pembuahannya di luar dan embrio itu diletakkan di rahim,” jelas Varrel. Abi merasa lega mendengarnya seolah beban kegelisahan dalam pikirannya hilang seketika. Setidaknya dia tak perlu berada dalam satu ranjang yang sama dengan pria angkuh ini. “Nona tampak senang sekali setelah mengetahui proses ini dilakukan dengan injeksi,” goda Varrel membuat Abi tanpa sungkan mengutarakan apa yang dia rasakan. “Tentu saja Dok, ini kaitannya dengan masalah harga diri dan reputasi,” timpal Abi semangat tapi ucapan itu memancing kekesalan dalam diri Rasha. Varrel sampai mengerutkan dahinya mendengar ucapan Abi. Wanita itu paham jika Varrel tak mengerti sehingga dia memperjelas maksudnya. “Bagaimana mungkin aku bisa berbagi ranjang dengan pria seperti ini Dok, itu sama saja memberikan nyawaku kepadanya dengan cuma-cuma. Dia bahagia, aku menderita,” cerocos Abi. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD