Jangkar (1)

1351 Words
POV Kelvin   Empat Orang Personil band beriringan menapaki panggung, berjalan tegap bagaikan Prajurit yang mau maju ke medan laga. Suitan serta teriakan heboh Para penonton seketika terdengar, menyambut Para Personil band “Just For Fun” yang melambaikan tangan pada mereka. Mendadak,  selintas sesak terasa di d**a ini, dan gue tahu apa alasannya. Sangat tahu. Rheinatta menyempatkan menoleh ke arah gue.  Ia tersenyum dengan matanya. “Keren ya, Hon? Acaranya mulai tepat waktu banget, kurang dua menit, malah! Baru jam 08.48, kan, sekarang? Pembukaan acaranya juga unik, bukan didului basa-basi emsi tapi langsung penampilan Band kebanggaannya Fakultas Sastra,” komentar Rheinatta begitu melihat Para Personil band yang kerap memainkan lagu-lagu R&B tersebut berdiri di tengah panggung. Dia menunjuk arlojinya. Gue mengangguk singkat dan memberinya isyarat agar memerhatikan penampilan di panggung. “Selamat pagi, teman-teman! Kalian siap bersenang-senang bersama kami?” tanya Andhika Setiawan, Sang Vocalist band Just For Fun yang berperawakan lumayan ceking itu. “Mainkan!” Entah teriakan nyaring Siapa itu. Yang jelas arahnya dari sisi kanan Penonton yang berjubel. Gue enggak berminat untuk mencari tahu. “Dhikaaaa..! Dhikaaaa! I love you full!” seruan dari Sejumlah Cewek yang di bagian tengah sungguh memekakkan telinga. Ribut sekali. Mereka kompak berdiri dan berjingkrakan bersama, sok histeris macam tengah mendapat kesempatan melihat performance langsung band yang telah mendunia saja. Ya ampun! Padahal ini baru Andhika Setiawan, vokalisnya Just For Fun, belum si Baekhyun-nya EXO. Dan satu hal yang terutama, Si Andhika belum nyanyi. Dia baru menyapa saja. Tapi sambutannya sudah semeriah ini. Sial. Diam-diam gue menahan sebuah rasa, yang mengintai seenaknya. Rasa yang telah sekian lama  gue tindas,  gue gilas sampai penyek, terus gue ringkus. Dan seingat gue,  buat memastikan rasa itu nggak memiliki kesempatan buat mengintimidasi gue, sudah gue masukkan  juga ke dalam peti terkunci lantas  gue lempar ke dalam gelapnya gudang barang bekas. Biar dia merasa ngap  lalu mati lemas, di dalam sana. “Visualnya Andhika tuh memang bikin para Cewek lemah hatinya ya Hon? Sepintas lalu dia mirip sama Shi yuqi. Atlet badminton dari Tiongkok itu lho, Hon. Ingat, kan?” celoteh Rheinatta riang. Gue mencondongkan badan gue ke depan, sampai d**a gue merasa menyentuh kepala Rheinatta. “Heh? Maksudnya, hati kamu lumer juga, sama dia? Begitu, Bee? Coba diperjelas!” Iseng, gue berbisik menggodanya. Dari samping, gue mmergoki Rheinatta tersipu. Ada rona merah yang menjalar di pipinya. Ini dia salah satu yang gue suka dari Rheinatta. Biarpun dia termasuk Anggota yang cukup aktif di klub Pecinta Alam yang mayoritas Anggotanya Cowok melulu, dia tidak kehilangan sikap feminin-nya. Manjanya, lucunya, spontanitasnya, celetak-celetuknya yang sesekali menggambarkan kepolosannya, kerap mengingatkan gue pada pertemuan pertama kami. “Bee? Kamu mau buat aku cemburu ya?” tanya gue lirih. “Enggak gitu juga, Hon. Maksudku tadi, Cewek lain yang bakalan lumer hatinya. Aku enggak dong, kan sudah punya kamu. Lagian, dia mah biasa banget kalau dibandingkan sama kamu. Lihat deh, perawakannya standard kok. Tingginya aku perkirakan sekitar 177 cm doang, dan beratnya paling-paling 63 kg. Nggak beda sama Cowok kebanyakan. Ya memang sih, begitu dia mulai nyanyi ditanggung deh, Para Cewek itu langsung pada klepek-klepek. Eng.., jangankan nyanyi, baru ngomong saja suaranya enak banget didengar! Aku jamin, yang jadi Ceweknya pasti nggak bakal tega ngambek lama-lama ya, Hon, kalau dia mulai nyanyiin lagu mellow yellow yang lagi nge-hits! Atau bahkan sepenggalan bait lagu jadulnya Noah… karena separuh aku, dirimu..,” ungkap Rheinatta malu-malu, dan mendendangkan pula kalimat penutupnya. Ck, ck, ck, ini Cewek! Tadi bilangnya nggak ada niat bikin cemburu gue? Nah ini? Nyadar nggak sih, dia sukses bikin gue cemburu barusan? Gila aja, tinggi badan, berat badan cowok lain disebut-sebutnya pula! Please, deh! Ini lebih dari sekadar naksir, judulnya! “Kamu secret admirer-nya dia, Bee? Segitu kenalnya detail dia,” kritik  gue tak terhindar. Meskipun, gue paham bahwa informasi tentang Para Personil Just For Fun pasti mudah diulik. Termasuk urusan tinggi dan berat badan. Gue saja yang Cowok tahu kok, semua Personilnya. Gue tahu, karena... ah, sudah lah! Ya tapi semestinya nggak usah dihafal dan disebutkan di depan Cowoknya juga kan? “Ih, enggak lah Hon! Aku tuh cuma nge-fans. Profil mereka kan beberapa kali diangkat di buletin kampus. Dan gosip soal Andhika sama Sylvanie yang mewawancarai dia, juga bukan rahasia lagi. Sudah jadi konsumsi publik itu sih,” ralat Rheinatta membela diri. “Masa?” Gue goda lagi dia. Reaksinya parah kali ini, yaitu cubitan pedas di lengan gue. Tak sempat gue menahan seruan kecil gue, “Aduh!” Dan setelahnya gue olok lagi Pacar gue ini, “Itu, pertanda grogi gara-gara terciduk?” Rheinatta mencebik. “Hon..,” rengek Rheinatta. Ekspresi wajahnya sudah menyerupai Bintang, kalau sedang merajuk kepada Bastian. Itu lho, karakter pasangan muda di serial ‘Tetangga Masa Gitu’ yang pernah rutin mengisi layar kaca sekian tahun yang silam. Cowok mana yang enggak meleleh hatinya kalau sudah begitu, coba? Khususnya gue! “Iya, deh, case closed,” kata gue pelan akhirnya. Nggak kuat hati gue kalau sudah melihat Dia memasang ekspresi itu. Rasanya kepengen peluk dia dan elus-elus kepalanya. Celakanya, Sobat gue mendadak jadi kompor. “Elo nggak ikut-ikutan histeris kayak Para Cewek itu, Rhein? Ini band kan, pernah ikut audisi pemilihan band terbaik nasional di Channel 88,” olok Bramantyo, menyebut nama stasiun televisi swasta terkemuka milik Pengusaha Muda yang bernama Arlene Hanjaya. “Dan biarpun mereka tersisih di babak awal, tapi lagu ciptaan mereka yang dibawakan pas audisi tersebut dibeli sama Produser yang juga jadi salah satu juri di dalam kompetisi itu. Apa tuh, judulnya, Akh, Cupid, atau apa gitu. Katanya melodi-nya enak, dan lyric-nya juga asyik,” tambah Bramantyo. “Bram, apa sih! Kompor meleduk deh!” cetus Rheinatta sambil melirik padaku. Tatapan meminta perlindungan. “Jangan ngeledekin Cewek gue melulu, Bram!” Gue buru-buru membelanya. Bramantyo menimpali dengan meleletkan lidah. “Kayak cicak, Bram! Jelek tahu nggak, bikin makin ilfil. Hiiih!” ejek Rheinatta, merasa mendapat angin. Ditampakkannya gerakan merinding yang begitu toal untuk menambah efek drama. Gue tahu, bakalan lama dan sambung-menyambung nih, kalau mereka berdua sudah begini. “Bee, jangan mulai deh,” kata gue sambil mengedipkan sebelah mata ke dia. Rheinatta mengangkat bahu, tak menyahut barang satu kata pun. “Senang ya hari ini? Kesampaian juga akhirnya buat nonton langsung penampilan Just For Fun di kampus sendiri. Mereka rendah hati banget. Masih mau tampil di sini, biarpun sudah populer.” Seorang Cewek berkemeja santai dengan motif salur yang berdiri tak jauh dari kami bertiga, berkomentar. Mungkin ketularan Rheinatta, gue terpancing untuk menguping. “Iya, keren banget. Bisa jadi, bayarannya minim atau malah gratisan. Salut! Gue masih ingat lho, lagu ‘Akh, Cupid’ ciptaan mereka, yang dibeli sama Mas Gerald. Sumpaaah, melody-nya asyik dan memanjakan telinga banget,” sahut Teman di sebelahnya, yang mengenakan t-shirt berwarna hijau neon. Si Cewek yang berkemeja salur mengiakan. “Yui! Artikel tentang mereka di buletin kampus sama media on line lumayan banyak, buat band pendatang baru. Kebanyakan mengangkat kisah awal sukses mereka,” katanya. “Ha ha ha..! Iya! Mereka menceritakan itu dengan gaya anak kuliahan banget, no jaim mode. Dan gue nggak bisa lupa isi artikelnya. Kata Faldo, mereka digiring ke ruangan nyaman, disuguhi makanan dan minuman yang nggak ada hentinya datang. Terus, utusan Sang Juri mengajak mereka ngobrol s***h, nego harga. Dan dasar positive thinking, mereka menganggap itu sebagai peluang. Terus, berhubung ini era instan, begitu deal harga atas copy rights-nya sejumlah dokumen langsung siap. Mereka tinggal baca dan tanda tangan. Mantul kan?” Si Cewek yang mengenakan t-shirt hijau neon menyahut. “Ya, ya. Dan lusanya, kabarnya Just For Fun diundang ke studio Mas Gerald, dipertemukan sama penyanyi baru. Ternyataaaa, mereka diminta untuk menciptakan lagu yang sesuai sama warna suara Si Penyanyi baru itu. Super mantul deh. Mantap betul. Semenjak itu, tawaran lain kayaknya terus-terusan berdatangan ke mereka. Kurang membanggakan apa, coba?” Balas Si Cewek berkemeja salur dengan antusias. Di detik ini gue menghela napas panjang, sehati-hati mungkin. Bee, andai kamu tahu, sekarang aku mulai merasa nggak nyaman, dan kepengen secepatnya pergi dari sini. * $ $ Lucy Liestiyo $ $
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD