CODE 9. Unspoken Pain

2122 Words
Danu merangkul istri dan anaknya. Jenazah Leon sudah selesai dikuburkan. Satu persatu pelayat juga sudah pulang. Kini hanya tersisa beberapa orang saja di makam yang masih sangat basah itu. Meninggalnya Leon langsung menyebar dengan cepat bak virus ke seluruh penjuru negeri. Hari ini Javier, Jalen, dan Jervaro datang ke pemakaman. Bagaimanapun Leon masih punya hubungan dengan Sela. Javier datang sebagai bentuk belasungkawa.  Rintik hujan mulai membasahi bumi secara perlahan.  "Ayo.." ucap Danu.  Cristal menatap batu nisan kakeknya. "Aku masih mau di sini sebentar lagi." Wanita itu menggenggam tangan sang Mama. "Mama sama Papa duluan aja."  Danu mengangguk pelan. Ia bawa sang istri yang terlihat begitu lelah meninggalkan makam. Sementara itu Lane tetap tinggal menemani Sela.  "J, Jerva, ayo," ucap Javier pula.  Jalen pandangi sebentar Cristal yang tengah berjongkok di samping makam Leon. Pandangannya kemudian beralih pada Jervaro yang juga tengah menatap lurus ke arah Cristal. Jalen hembuskan napas pelan kemudian berlalu bersama Javier.  Cristal mengusap batu nisan sang Kakek. Ia terlihat begitu tenang tanpa emosi, sejak jenazah Leon sampai di rumah duka hingga jenazahnya dikuburkan. Jervaro sama sekali tak melihat ada air mata di wajah Cristal. Hanya matanya saja yang menampilkan sorot lelah.  "Cris.." Lane mengusap bahu sang sahabat. Lane mengerti duka dan kesedihan yang menimpa Cristal. Lane tahu bagaimana dekatnya Cristal dengan sang Kakek. Dibandingkan dengan Aryan, Cristal memang lebih dekat dengan Leon. Diterpa masalah Leon masuk penjara saja sudah begitu berat bagi Cristal. Kini Cristal benar-benar harus kehilangan sang kakek untuk selamanya.  "Opa istirahat yang tenang ya di sana. Opa jangan pikirin Cristal. Cristal baik-baik aja. Cristal bisa jaga diri." Suara Cristal terdengar tenang namun terasa begitu menyayat. "Opa," ucap Cristal lirih. "Maafin Cristal ya nggak bisa bikin Opa bangga."  Lane merasa hatinya yang tersayat. Kesedihan Cristal terasa lebih dari apa yang wanita itu perlihatkan. Lane merasa Cristal banyak berubah. Sudah lama sekali sejak terakhir kali Lane melihat senyum di wajah sahabatnya itu. Kini Cristal terasa jauh lebih suram. Meski Cristal tak memperlihatkan tapi Lane bisa merasakannya.  Lane menghela napas pelan kemudian menoleh ke arah Jervaro yang masih ada di sana. Lane tak tahu apa yang terjadi. Tapi ia merasa ada yang aneh dengan Jervaro dan Cristal.  Ketiga orang itu akhirnya beranjak dari makam. Lane merangkul Cristal menuju mobil mereka. Jervaro mengikuti di belakang. Langkah ketiganya terhenti saat Hiro datang dari arah berlawanan. Cristal mengangkat wajahnya dan matanya bertemu dengan manik milik mantan asisten pribadinya itu. Tergambar jelas di wajah Hiro bagaimana berdukanya ia.  Bagaimanapun Hiro sudah mengabdi lama di keluarga Bagaskara. Kakak dan Papanya juga bagian dari orang kepercayaan Leon. Meski Leon melakukan kesalahan, bukan berarti Hiro bisa begitu saja memutar wajahnya dan tak peduli. Hiro juga tak membenarkan kesalahan yang dilakukan Kakak dan Papanya, tapi tetap saja Bagaskara punya andil besar di dalam hidup ia dan keluarganya. Terlepas dari kejahatan yang Leon lakukan, ada banyak kebaikan juga yang dilakukan pria itu.  Sudah lama Cristal tak bertemu dengan Hiro. Sejak ia memecat Hiro, pria itu benar-benar mengikuti perintah Cristal untuk tak menunjukkan wajah di depannya. Tapi kini Hiro ada di depannya, datang dengan sorot penuh luka.  Rahang Hiro mengeras. Ia memperhatikan seksama Cristal dari atas sampai ke bawah. Cristal jauh berubah dari terakhir ia melihat wanita itu. Bukan karena sedang berduka saja, tapi Hiro seperti tak bisa menemukan cahaya sedikitpun di wajah mantan bosnya itu.  Hiro melangkah maju. Tanpa kata--direngkuhnya Cristal ke dalam pelukan. Ia peluk Cristal dengan erat. Hanya sepersekian detik setelah ia berada di dalam pelukan Hiro, air mata Cristal akhirnya jatuh.  Hiro yang datang secara tiba-tiba dan memeluk Cristal tanpa izin, menjadi tontonan yang terekam jelas oleh mata Jervaro. Tangannya mengepal dengan kuat bahkan tanpa Jervaro sadari.  Cristal terlihat begitu tangguh sejak kemarin. Tapi kini wanita itu menangis di dalam pelukan Hiro. Bagi Jervaro ia tidak datang ke pemakaman Leon untuk melihat semua ini. Ia memang tak punya niat untuk mengulurkan tangan pada Cristal apalagi memeluk wanita itu. Tapi bukan berarti Jervaro menerima saat istrinya itu dipeluk pria lain. Dan Cristal menangis. ASTAGA.  "Nona Sara, Nona Cristal biar saya yang mengantar pulang," ucap Hiro kemudian. "Terima kasih atas dukungannya."  Lane terdiam sesaat. Ia pandangi Cristal dan Jervaro bergantian. Saat saling tatap dengan Jervaro, ada sorot yang tak bisa dijelaskan di mata Lane.  Hiro kemudian membawa Cristal pergi. Lane menghela napas.  "Jer."  Jervaro memutus pandangan dari punggung Cristal yang menjauh.  "Ayo.."  "Hm." Jervaro meninggalkan pemakaman bersama Lane.  ...  "Leon udah meninggal. Apa yang akan terjadi sama Bagaskara Group. Apa semua asetnya akan dibekukan?"  Jalen menghentikan pekerjaannya. "Aset di bawah nama Bagaskara Group dan nama Leon akan dibekukan. Termasuk aset di bawah nama lainnya dengan status pinjaman. Tapi ada beberapa aset Leon yang nggak bisa diganggu gugat."  "Kenapa?"  "Aset itu dibuat di bawah nama Cristal dan sumber dananya bukan dari bisnis yang bermasalah. Mungkin Leon udah jaga-jaga kalau suatu saat dia kena masalah."  "Leon pasti sayang banget sama Cristal."  "Hm. Cucu dia satu-satunya. Terlepas dari keburukan Leon, dia kakek yang baik untuk Cristal."  Geza perhatikan Bosnya itu.  "Paman Aryan juga kakek yang baik, hanya saja caranya salah. Kadang sesuatu yang kita pikir baik nggak selamanya baik. Komunikasi itu penting. Tapi Paman Aryan dan Om Danu punya alasan mereka sendiri."  Geza manggut-manggut.  "Bos."  "Hm."  "Soal Tuan Jerva sama Nona Cristal.."  Jalen menatap lurus ke jendela. Dunia di luar sana mulai beranjak gelap.  "Jerva lagi mode defense. Susah buat didekatin kalau dia lagi dalam kondisi ini." Jalen menghela napasnya. Bahkan bagi Jalen sendiri, melihat Jervaro dalam mode defense adalah hal yang sangat sakral. Sangat jarang sekali. Seumur hidup Jalen baru melihatnya 2 kali. Pertama kali adalah 10 tahun lalu. Dan kini... Jervaro kembali memasang mode itu.  "Jadi..."  "Dia nggak akan terima apapun penjelasan yang kita kasih." Jalen terdiam. Sepertinya ada yang tengah ia pikirkan. Geza memperhatikan dengan seksama.  "Bos nggak benci sama Nona Cristal?"  Jalen menghembuskan napas pelan. "Saya nggak suka sama dia, tapi nggak punya alasan juga untuk benci sama dia."  "Beberapa waktu yang lalu saya nggak sengaja denger obrolan antara Tuan Jervaro sama Danny. Mereka bahas soal Nona Shaneen. Kayaknya Nona Shaneen benci banget sama Nona Cristal."  "Hm," Jalen bergumam pelan. Kebencian Shaneen pada Cristal memang sepertinya sudah mendarah daging. Sebenarnya Shaneen bukan tipe orang yang bisa membenci orang tanpa alasan. Tapi kebencian Shaneen pada Cristal sepertinya terus tumbuh dengan cepat. Jalen tak yakin dari mana semua itu berawal. Mungkin karena keluarga Cristal jahat pada Sela, mungkin juga karena insiden kecelakaan yang menimpanya dan Jervaro tempo hari. Sejak kecelakaan itu terjadi dan diketahui Leon lah dalangnya, Shaneen menjadi sangat sensitif sekali. Bahkan nama Cristal tak bisa disebut di depannya. Shaneen langsung meradang.  Jalen dan Geza sibuk dengan isi kepala masing-masing. Geza memang membenci Leon dan tak suka pada Cristal. Tapi benar seperti yang Jalen bilang, tak ada alasan untuknya membenci wanita itu. Yang bisa mereka lakukan sekarang hanya berharap masalah Jervaro dan Cristal cepat berlalu. Meski tak tahu akan bagaimana masalah ini berakhir nanti.  ...  Hiro hanya bisa memandangi dari jauh. Menyaksikan Cristal yang tengah sibuk melayani tamu-tamu di restoran. Sejak tiga hari lalu yang Hiro lakukan adalah mengikuti Cristal diam-diam. Tiga hari lalu, saat pertama kali mengikuti Cristal, Hiro begitu terkejut saat tahu mantan bosnya itu bekerja di restoran sebagai pelayan.  Apa yang terjadi saat Hiro mengantar Cristal pulang dari pemakaman? Yang terjadi adalah Cristal turun di tengah jalan. Cristal bahkan tak mengizinkan Hiro mengantarnya sampai ke apartemen. Jangankan berharap diterima bekerja kembali, Cristal bahkan tak menerima sedikitpun kebaikan yang Hiro tawarkan. Uluran tangan Hiro ditolak mentah-mentah. Hiro tak menyangka Cristal begitu banyak berubah dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun. Cristal seperti menjadi orang lain. Tak bisa ditebak apa isi kepalanya.  Saat hendak pergi, mata Hiro menangkap sosok yang tak ia sangka akan ia lihat di tempat ini. Hiro sangat hafal mobil berwarna biru itu. Dan benar saja, hanya selang beberapa detik pemilik mobil itu turun kemudian masuk ke dalam restoran. Rasanya Hiro ingin berlari ke sana. Ia tak tahu kenapa perasaannya tak nyaman saat melihat Jervaro dan Cristal berada di satu tempat yang sama. Bukan hanya cemburu, tapi ada perasaan lain yang tak bisa dijelaskan.  Sementara itu di restoran..  Cristal sempat membeku sesaat ketika melihat satu tamu yang tengah duduk di salah satu meja. Tak hanya Cristal saja, Dini yang masih ingat jelas kejadian beberapa minggu lalu pun ikut was-was. Meski kini Jervaro datang sendiri, tapi pria itu seperti membawa petir di atas kepalanya. Jervaro terlihat sangat menakutkan dengan wajah tampan dan mata yang super tajam. Semua orang tahu bagaimana dinginnya satu-satunya anak laki-laki Algara Vernon itu. Tapi bertemu langsung dengan Jervaro memberikan sensasi dingin 3 kali lipat. Wajah dinginnya di tv, majalah dan papan billboard tak ada apa-apanya dengan wajah dinginnya saat dilihat secara langsung.  Cristal melangkah tenang menghampiri Jervaro yang sejak tadi hanya menatap lurus ke meja.  "Selamat siang, Tuan. Ingin pesan apa?"  Jervaro sudah melewati fase ini satu kali. Ya beberapa minggu lalu saat ia datang bersama Shaneen.  "Apa menu paling enak di sini?" Jervaro merespon. Dini memperhatikan dari jauh. Cristal menelan ludah. Ia menyebutkan menu yang menjadi andalan di restoran tempatnya bekerja ini.  "Yang lain?"  Cristal menyebutkan lagi beberapa menu rekomendasi.  "Itu semua."  Cristal mencatat pesanan Jervaro. Total ada 4 menu. "Ada lagi, Tuan?"  Jervaro menggeleng pelan. Cristal kemudian pamit. Dini bisa rasakan ada hawa mencekam di antara dua manusia itu. Dini tak tahu apa hubungan yang dimiliki Jervaro dan Cristal. Tapi Dini yakin hubungan keduanya tak biasa. Cristal melamar kerja sebagai pelayan saja sudah cukup mencurigakan bagi Dini. Aneh. Cristal tak hanya sekedar cantik. Jika cantik saja banyak wanita seperti itu. Tapi Cristal itu punya aura yang mahal.  Hampir 20 menit menunggu, pesanan Jervaro datang. Cristal datang mengantar bersama teman pelayan yang lain. Untuk pertama kali sejak ia datang akhirnya Jervaro mengangkat wajahnya untuk memandangi Cristal. Dan yang bisa ia lihat adalah wajah pucat Cristal. Meski sudah ditutupi lipstik dan make up, nyatanya tak membuat wajah pucatnya tertutupi sepenuhnya.  "Duduk," ucap Jervaro tiba-tiba, menghentikan gerak Cristal. "Kamu," ujar Jervaro lagi dengan mata tertuju lurus pada Cristal. Wanita itu meragu. Bagaimana bisa ia duduk bersama tamu? Cristal tak mau membuat masalah.  "Perlu diulang?" Jervaro terlihat tak sabar.  "M-maaf Tuan, tapi--"  Jervaro hembuskan napas kasar. Ia merogoh kantong jas, mengeluarkan ponsel kemudian menempelkan benda pipih itu setelah menekan-nekan layar sesaat. Tak lama manager restoran datang. Cristal terkejut begitu juga dengan pelayan yang lain.  "Maaf Tuan Jervaro atas ketidaknyamanannya."  Jervaro hanya mengangkat dagunya sekilas dengan muka yang dingin.  "Cristal, kamu temani Tuan Jervaro makan ya."  Bola mata Cristal membesar. Mata bulatnya menatap Jervaro.  "Ayo, Cristal," desak manager restoran. Wanita itu akhirnya duduk di depan Jervaro. Ia memandangi menu di atas meja dengan tatapan hampa.  Manager restoran berlalu.  "Makan."  Cristal masih diam. Tak merespon 'perintah' Jervaro.  "Kamu yang bilang ini menu rekomendasi. Kenapa cuma diliatin? Apa nggak enak?" Jervaro bertanya dengan nada sarkas.  Kepalan tangan Cristal terlepas. Jari-jari yang sempat memutih itu kini terlihat sedikit lebih berwarna. Cristal mengambil sendok di atas meja, kemudian mulai menyuap makanan ke dalam mulutnya. Ia mengunyah dalam diam dengan pandangan tertuju lurus pada makanan di atas meja.  Jervaro sama sekali tak menyentuh makanan itu. Ia tak makan. Yang ia lakukan hanyalah melihat Cristal menikmati semua hidangan di meja. Entah Cristal memang menikmati atau sekedar menelan makanan itu untuk memenuhi perintah Jervaro.  Lima belas menit melihat Cristal makan, Jervaro bangkit dari tempat duduknya. Ia membayar ke kasir kemudian berlalu--meninggalkan Cristal begitu saja.  Suapan Cristal terhenti. Tangannya jatuh dramatis ke atas meja. Tangannya mengepal kuat, menggenggam tangkai sendok.  Kejadian yang sama berulang berkali-kali selama hampir dua minggu. Jervaro datang setiap hari di jam makan siang, memesan makanan, memaksa Cristal makan, kemudian meninggalkan wanita itu lima belas menit atau dua puluh menit kemudian.  Kejadian aneh itu jelas menimbulkan tanya bagi pegawai di restoran. Beberapa orang yang sebelumnya tak mengenal siapa Jervaro akhirnya tahu siapa pria itu dan bagaimana status sosialnya. Hal itu akhirnya menguatkan dugaan mereka tentang status Cristal yang kemungkinan juga bukanlah orang biasa.  Sebelum keadaan semakin memburuk, Cristal akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri. Cristal tak sengaja mendengar obrolan beberapa teman sesama pegawai yang membicarakan dirinya. Mereka mulai mengulik tentang kehidupan pribadi Cristal. Hal itu jelas membuat Cristal tak nyaman. Terlebih nama almarhum kakeknya mulai disebut.  Dini hanya bisa menatap kepergian Cristal dalam keheningan. Sedih sebenarnya karena ia merasa cukup nyaman dengan Cristal meski wanita itu tak banyak bicara.  Langkah Cristal terhenti di taman bermain yang tak berpenghuni. Beberapa lampu taman sudah mati. Ia duduk di kursi taman kemudian menopang dahi dengan kedua tangan. Getar ponselnya ia abaikan saja meski benda itu terus bergetar tanpa henti sejak tadi.  ...  Cristal keluar dari kamar mandi. Ponselnya kembali bergetar untuk ke sekian kali. Cristal menghela napas kemudian memutuskan mematikan ponselnya. Selesai memakai piyama, Cristal naik ke tempat tidur. Cristal memejamkan mata--tidur dengan keadaan kamar gelap gulita.  Beberapa jam kemudian Cristal terbangun di rumah sakit dengan Lane berada di samping tempat tidur.  *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD