3-Pemilik Hati yang Tak Gampang Mati

1012 Words
                       Jangan memaki cinta. Karena kita tak pernah tahu dia datang untuk siapa.  =*= Sebuah Lexus putih diparkir di seberang jalan tempat Val bersekolah. Seseorang di balik kemudi mengembuskan asap rokok dan menjentikkan abunya keluar jendela. Sudah satu jam lebih dia menunggu dan mengamati tapi sosok yang dicari belum juga muncul. Dia sudah memastikan jika tidak ada pintu lain tempat siswa keluar masuk. Kecuali jika orang yang dia cari mengendarai sepeda motor, maka dia menunggu di tempat yang salah. Tapi dia yakin sosok yang dia maksud tidak mengendarai motor. Jika tidak diantar jemput, pasti naik kendaraan umum. Dia berharap, sangat berharap, jika kemungkinan yang kedua yang tepat.   Dia menjentikkan puntung rokoknya hingga melenting ke trotoar. Jika satu batang lagi orang yang dicari belum muncul juga, dia memilih pergi dan kembali lagi esok pagi. Atau siang.   Namun baru saja dia menyalakan pemantik, sosok yang dia tunggu muncul. Menoleh ke kanan dan ke kiri lalu menyeberang jalan dengan terburu-buru. Dengan perlahan, dia memajukan mobilnya hingga tiba di depan sosok yang sedang berdiri di  tepi jalan. Dengan tergesa dia keluar dari mobil dan menarik tangan gadis itu.   "Masuk! Lama banget, sih. Sampai kram perut gue nungguin elu!" katanya sambil membuka pintu dan mendorong paksa tubuh gadis itu.   "Eh, eh, apa-apaan ini. To--" Gadis itu memanjangkan lehernya hendak berteriak. Lelaki itu membekap mulutnya dan menekap tubuh gadis itu ke badan mobil.   "Kalau lu teriak, gue sebarin video lu telanjang tadi malam."   Mata bulat yang indah itu membuka lebar,  lelaki itu pun melepaska bekapannya. "Ap-apa?"   "Masuk. Penjelasannya di dalam aja," katanya sambil mendorong tubuh gadis itu ke kursi di belakang pengemudi.   "Siapa lu?" tanya Val sambil memandang ke kaca mobil. Pemuda di depannya membuka kaca mata hitamnya dan tersenyum sinis pada Valerie. Sontak tubuh Val menegang ketika melihat wajahnya lebih jelas.   "Inget?"   "Mana mungkin gue lupa. Dasar b******k!" Val menerjang pemuda yang sedang menyetir itu dan memukulinya dengan membabi buta.   "Eh, eh, lu mau bikin kita berdua mati?" tanyanya sambil berusaha mengendalikan mobil.   "Lu pikir gue masih pengen hidup setelah yang lu dan temen-temen lu lakuin semalam?" Val masih berusaha menyakiti pemuda itu sebisanya.   "Nyatanya lu masih hidup. Lu bukan tipe cewek yang gampang mati. Gue yakin. Stop! Stop! Kalau lu mo cakar-cakar gue, tunggu sampai kita berhenti. Oke?"   "Biar aja kita berdua mati!" teriak Val histeris.   "Fine!" Pemuda itu melepas kemudi. Seketika mobil menjadi oleng dan meluncur cepat tak terkendali. Membuat beberapa kendaraan membunyikan klakson keras-keras sebagai tanda peringatan. Seorang supir truk memaki dalam bahasa Sunda yang kasar.   "Ahhh!" Val terempas ke sandaran kursi ketika mobil mengerem mendadak dan membentur bahu jalan. Pejalan kaki memandang heran ke arah mobil dan mereka mulai berjalan mendekat.   "Oke. Oke. Jalanin mobilnya cepat. Gue nggak mau disergap massa berdua di dalam mobil sama orang nggak dikenal," ujar Val terengah.   "Gue Gio. Setelah kejadian semalam, gue rasa kita sudah lebih dari sekadar saling kenal," ujarnya sambil tersenyum dan mengedipkan mata nakal. Dia mengendarai mobil perlahan. Meninggalkan orang-orang yang mulai berkerumun.   =*=   "Apa?!!" Val memandang Gio dengan tatapan yang tak bisa dilukiskan. Marah. Benci. Jijik. Muak.   "Lu pikir gue akan setuju ama semua keinginan b******k lu? Dasar mesuum!" Val menerjang dan menyerang setiap bagian tubuh Gio yang bisa dia jamah.   Sedikit kewalahan, Gio berusaha menghindar dari serangan membabi buta Val. Hingga pada satu kesempatan, Gio bisa menangkap kedua tangan Val dan menahannya di sisi tubuh. Tubuh mereka kini berhadapan. Rapat. Val bisa mencium aroma manis cengkeh dari napas Gio. Gio bisa mengendus aroma keringat Val yang bercampur parfum lembut beraroma buah. Segar terasa di hidung Gio.   "Lu nggak punya pilihan. Kecuali kalo lu mau video lu yang lagi terkapar kelelahan itu tersebar di dunia maya. Lu bayangin aja efeknya. Buat lu. Sekolah. Temen-temen. Dan keluarga. Lu siap?"   Pertanyaan Gio menusuk pendengaran Val. Hawa dingin menyergap tengkuknya. Di tepi jalan yang sepi tempat mereka berhenti kini, Val mematung dan memandang ngeri pada Gio. Dia bisa membayangkan rasa malu yang akan dia terima. Pandangan jijik teman-temannya. Dikeluarkan dari sekolah karena telah mencemarkan nama baik sekolah. Kemana dia akan melanjutkan sekolah nanti? Tidak sampai setahun lagi dia sudah menempuh ujian akhir dan lulus. Melanjutkan kuliah di PTN favorit. Dengan nilai-nilainya yang cemerlang kemungkinan besar dia bisa diterima tanpa tes di jurusan yang diidamkannya. Masa depah cerah sudah terbayang di pelupuk mata. Senyum bangga orang tua sudah terkembang di benaknya. Dan kini semua bayangan indah itu terancam musnah karena seseorang yang egois dan rakus yang kini berdiri di hadapannya.   "Tidak bisakah kita membuat ini berjalan seperti seharusnya? Lu pelaku dan gue korban. Lu menghilang dan gue tenggelam dalam trauma dan mencoba bertahan untuk terus hidup. Lu bener, gue bukan orang yang gampang mati."   "Sayangnya, lu lagi berada di posisi yang nggak bisa untuk tawar-menawar. Gue yang berkuasa. Gue yang punya aturan. Lu kudu ikut atau tanggung sendiri akibatnya." Gio mengecup singkat pipi Val dan melepaskan kedua tangannya begitu saja. Dia berjalan sedikit menjauh dan menyalakan rokok.   "Tapi permintaan lu berlebihan! Gue nggak mungkin bisa ..." Val tak sanggup melanjutkan perkataannya. Ekpresi jijik terlihat di wajahnya.   "Apanya yang nggak bisa? Lu tinggal nurutin kemauan gue. Cuma nerusin yang udah terjadi semalam. Kepalang basah. Lu udah nggak perawan, jadi kenapa nggak sekalian aja dijadiin profesi?"   "b******k lu!" Val hendak mengamuk lagi. Kali ini Gio lebih sigap. Tangannya menangkis tangan Val.   "Gue janji ... Kali ini akan memperlakukan lu sebaik mungkin. Nggak terburu-buru dan terlalu memaksa. Gue janji bakal bikin lu ketagihan dan nggak bisa lepas dari gue. Akui aja, Valerie, semalam lu menikmati saat bersama gue, kan?"   Val tak sanggup lagi bertahan. Amarah yang meluap seakan surut oleh hinaan Gio. Dia berlari masuk ke dalam mobil dan menangis sejadinya di sana. Berteriak, memukul-mukul kursi mobil dan membenturkan kepalanya ke sandaran kursi. Gio hanya memandangi kegilaan Val sambil tersenyum sinis. Dia mengembuskan asap rokoknya ke atas dengan perasaan puas. Valerie, siswi kelas tiga SMU yang kartu pelajarnya dia temukan tercecer di mobil Stephen, gadis yang semalam dia perkosa bergiliran dengan dua temannya, Valerie juga yang dia lumat bibirnya sampai bengkak dan berdarah, gadis itu sebentar lagi akan menjadi miliknya. Memuaskan napsunya. Hanya dia. Tanpa harus berbagi dengan yang lain.[]  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD