p r o l o g
Hatinya sungguh sakit. Entah kenapa ia merasa sakit. Seharusnya sejak awal ia tahu, ia tidak pernah pantas memiliki rasa sakit ini. Sejak awal ia hanyalah b***k seks yang diperdaya pengusaha muda. Tidak ada rasa cinta dalam diri pengusaha itu. Hanya rasa memiliki dan mengintimidasi yang jelas-jelas terlalu absurd untuk dibilang cinta. Lantas mengapa kini ia merasa sakit?
Malam semakin pekat. Sama pekat seperti malam ketika ia harus menyerah dan terpuruk dalam perasaan tak menentu yang anehnya, ia nikmati. Dan tanpa sadar perasaan itu membesar dan tumbuh dengan subur meski berulang kali ia basmi. Tapi ia tak cukup punya keberanian untuk mencabut akar-akar rasa itu. Ia kini hanyalah b***k cinta yang patah hati. Ia tak yakin apakah rasa ini berhak terus mengendap di hatinya. Jikapun rasa ini harus pergi, bagaimana caranya?
Sejak bertemu dengannya, ia menyukai berada di tempat tinggi. Bukan karena seseorang itu pernah memperlihatkan tempat terindah ketika dalam pelukannya atau bukan juga karena seseorang itu sering melambungkan segenap rasanya ke tempat yang paling tinggi dalam sejarah rasa. Tidak. Bukan karena itu. Ia menyukai perasaan ketika semua terlihat kecil di kakinya. Pada saat itu, ia merasa menjadi dirinya yang hebat dan bukan lagi hanya pesuruh cinta. Ia merasa memiliki harga atas dirinya. Harga yang telah lama mati dibawa pergi pada malam pekat.
Dan jika saat ini ia memilih memeluk ketinggian, apakah mereka akan seperti sahabat lama yang saling menggenggam? Atau sebaliknya, ia akan ditampik dan melayang sendirian.
'Aku tak bisa sendirian. Tidak. Setelah ia terbiasa datang mengisi hari-hariku, aku tak bisa membayangkan hidup tanpanya. Mungkin lebih baik jika kuputuskan untuk tetap hidup dan melihat dirinya meski tanpa diriku disampingnya. Setidaknya aku tahu, ia bahagia. Setidaknya aku masih bisa berpura-pura, seolah tubuhnya masih milikku. Senyumnya masih untukku. Dan desahnya masih di telingaku. Yah, aku putuskan begitu saja. Aku cukup puas berkelana dalam fantasi liarku bersamanya, mengingat setiap bulir keringat yang keluar ketika kami main jungkat-jungkit bersama. Begitu saja.'