Bab 30. Memancing

1559 Words
Ani beranjak pergi ke dapur. Sebentar lagi malam, dia harus segera memasak. Bayu juga ikut, dia berniat membantu ibunya. Bi Narti menceritakan kembali kisah soal Gunfrenta kepada Ryan. Mulai dari awal mula dia datang ke Istana hingga membuat pusaka itu. Ryan terkejut ketika mendengar kisah itu. Menurutnya itu sangat luar biasa. Dia menatap cincin yang melingkar di jari manisnya, mengelus benda itu. Ryan bersyukur karena benda itu ada padanya sekarang. Namun di satu sisi Ryan harus memikul beban yang bertambah berat. Dia harus bisa menjaga cincin itu bukan jika ingin mengalahkan Penyihir Hyunfi dan merebut kembali tahta ayahnya. Ryan menoleh, menatap Farhan. Terima kasih! Demikian ekspresi Ryan. Dia berterima kasih kepadanya. Kalau bukan ide Farhan tempo hari lalu menyuruhnya menyimpan berlian yang palsu, maka belum tentu sekarang cincin berlian itu ada padanya. Farhan membalas tatapan Ryan dengan anggukan kepala. “Lalu bagaimana cara agar aku bisa menggunakan kekuatan dari cincin ini seoptimal mungkin, Bi?” tanya Ryan—penasaran. Dia baru bisa menggunakan kekuatan menghilang. “Kamu sudah berhasil menguasai kekuatan baru, Ryan,” Farhan berujar—memberitahu. “Benarkah?” Ryan tidak mengerti kekuatan apa yang Farhan maksud. Bi Narti tersenyum. Nampaknya Ryan tidak sadar bahwa dia bisa mengeluarkan pukulan berdendum dan menghilang serta merubah air menjadi es. “Kamu tidak menyadarinya, Ryan. Saat melawan Penyihir Hyunfi tadi kamu bisa mengeluarkan pukulan berdendum dan menghilang. Nampaknya kekuatanmu itu muncul sesuai naluri.” Senyum terpatri di wajah Ryan. Sungguh itu info yang sangat menarik. Dia sangat senang mendengar bahwa dia sudah memiliki kekuatan yang baru. “Selebihnya percayakan kepada pamanmu, Ryan.” Ryan menoleh. “Pamanmu yang akan mengajarimu bagaimana cara memaksimalkan kekuatan dari cincin itu,” sambung Bi Narti. Adi mengangguk takzim. Itu sudah menjadi tugasnya. Adi akan berusaha sekeras mungkin melatih Ryan, membantunya memaksimalkan kekuatan dahsyat dari cincin berlian itu. __00__ Ryan membuat semua orang di meja makan menatapnya keheranan. Ryan sudah memasuki ronde kedua. Piringnya sudah nyaris bersih lagi. Malam ini Ryan makan sangat lahap. Bahkan Farhan sampai geleng-geleng kepala melihat sahabatnya itu. Tumben-tumbenan Ryan makan sebanyak itu. Adi dan Ani tertawa melihatnya. Mereka bisa tahu tanpa Ryan beritahu. Tampaknya Ryan kelelahan setelah mengeluarkan tenaga ekstra untuk melawan Penyihir Hyunfi tadi. Selesai makan malam, Ryan memilih untuk langsung mengistirahatkan tubuhnya. Farhan masih sama dengan aktivitasnya—menggulir layar ponsel sebelum tidur. Bayu memilih untuk mengerjakan beberapa soal sebelum tidur. Adi dan Ani sedang tertawa geli ketika melihat para tetangga membahas bagaimana bisa mereka tiba-tiba tertidur di pasir pantai beramai-ramai seperti itu? Andaikan mereka tahu apa yang terjadi sebenarnya, niscaya Adi dan Ani, mereka semua akan berada dalam masalah. __00__ Pukul 09.00 pagi. Ryan masih tertidur di kamarnya. Farhan juga begitu. Saat dibangunkan sarapan tadi pagi mereka hanya menjawab dengan geraman, lalu tidur kembali. Nampaknya mereka berdua benar-benar kelelahan. Karena hari ini hari Minggu, jadi Bayu tidak berangkat ke sekolah seperti biasa. Bayu berdiri, berjalan menuju kamar Ryan untuk membangunkannya. Adi berniat mengajak mereka bertiga pergi memancing. Seharusnya ini dilakukan setelah Ryan setelah latihan pertama, namun terpaksa tertunda karena Ryan keasyikan berlatih sampai malam hari. Bayu masih sedikit kesulitan membangunkan Ryan. Guncangan kelima, Ryan membuka matanya perlahan. “Ayo bangun, Ryan. Ayahku mengajak pergi memancing.” Tidar sabar, Bayu menarik tangan Ryan sampai berdiri. “Lekas cuci wajahmu, tidak usah mandi.” Ryan turun dari tempat tidur, berjalan oyong ke kamar mandi. Sesuai perintah Bayu tadi, Ryan tidak mandi. Mereka sudah berkumpul di belakang rumah. Ryan masih dengan wajah bantalnya, dan Farhan yang tidur sambil berdiri. Bayu membantu ayahnya membawa peralatan pancing dan ember sedang untuk tempat ikan mereka nanti. Adi membawa sisa joran dan umpan dalam gelas plastic bekas. Tiba di tempat, mata Ryan dan Farhan langsung jernih seketika. Melihat pemandangan sekitar membuat mata mereka segar seperti disiram air. Kolam seluas 100 meter dikali 60 meter terbentang luas. Air jernihnya terlihat tenang sekali. Di sekitar kolam, rumput-rumput hijau menyejukkan mata. Di pinggiran kolam, jarak lima belas meter dibangun gubuk untuk tempat teduh para para pemancing. Adi memberitahukan bahwa biasanya di hari minggu banyak orang yang akan datang untuk memancing. Ini adalah salah satu sumber penghasilan Adi juga. Pemancing yang datang akan membayar tarif yang sudah ditentukan. Namun ini masih terlalu pagi untuk memancing. Mungkin jam 2 siang ke atas nanti akan mulai berdatangan. Adi memberikan masing-masing satu joran kepada Ryan dan Farhan. Karena sudah excited sekali, Ryan langsung mengambil cacing, mengaitkannya ke mata kail, lalu mencemplungkan ke dalam kolam. Mereka memancing dengan alat seadaanya, joran dari bambu dan benang pancing murahan. Semua pancing sudah masuk ke dalam kolam. Cahaya matahari pagi menjelang siang mulai menghangat. Tiga menit, pelampung milik Ryan bergerak-gerak. Setelah memantapkan diri, Ryan menarik jorannya, ikan nila berukuran lima jari orang dewasa menggelepar. Ryan segera meletakkan ikan itu ke tanah, melepas mata kail di mulut ikan itu, meletakkannya ke ember yang dibawa Bayu. Tak lupa Bayu sudah mengisi sedikit air di dalamnya. Setelah Ryan mencemplungkan kembali pancingnya ke dalam kolam, pelampung milik Farhan bergerak-gerak. Bayu langsung mengangkat pancingnya, ikan nila dengan ukuran yang sama terangkat ke atas. Belum ada sepuluh menit, namun kesan memancing mereka akan berakhir menyenangkan seperti sekarang. Namun anggapan mereka itu salah. Setengah jam ke depan tidak satu pun ikan memakan umpan mereka. Farhan sampai mengantuk melihat, menunggu pelampungnya bergerak-gerak. Adi sejak tadi menunggu, mengapa tidak ada seekor ikan pun yang memakan umpan miliknya dan milik Bayu. Mereka kira setelah Ryan dan Farhan, akan tiba giliran bagi mereka. Nyatanya nihil. Adi berdiri, memperhatikan permukaan kolam. Terlihat tenang. Kesiur angin membuat permukaan kolam seperti berombak tipis. Kesiur angin juga membuat hawa menjadi sejuk. Ini aneh. Adi merasa yakin bahwa seharusnya ikan di kolamnya masih banyak, tapi kenapa tidak ada yang memakan umpan mereka. Adi bertanya-tanya ada apa ini. Kenapa tiba-tiba bisa ikannya semua menghilang. Karena bosan, Ryan melemparkan bongkahan tanah sekepal tangan ke dalam kolam. Begitu bongkahan tanah yang dia lempar menyentuh air, sesuatu yang sangat besar muncul, menelan bongkahan tanah tersebut. Ryan terperanjang melihat itu. Dia langsung beringsut menjauh dari bibir kolam seketika. Farhan dan Bayu berdiri, ikut menjauh dari bibir kolam. “Apa itu?” Adi berdiri, namun tidak ikut menjauh, melainkan melihat semakin tajam ke kolam. Matanya terus mengawasi kolam itu. Air yang tadinya tenang sedikit terombang kerena munculnya sesuatu yang besar tadi. “Apakah kamu melihatnya, Ryan?” Adi menoleh bertanya kepada Ryan karena dialah yang melempar bongkahan tanah tadi. Ryan menggeleng. “Tidak, Paman.” Adi mengusap kepalanya. Sebenarnya apa yang barusan muncul tadi. Karena terlalu cepat, mereka jadi tidak bisa melihat dengan jelas. Pelampung pancing milik Bayu tertarik ke dalam kuat sekali hingga joran pancingnya ikut masuk ke dalam kolam. Bayu mengeluh. Pasti itu ikan besar, sayang sekali terlepas. Tak lama, jarak lima belas detik terjadi hal yang sama pada joran milik Adi, joran miliknya juga ikut tertarik, masuk ke dalam kolam. Adi menggulung celananya, berniat masuk ke pinggiran kolam untuk mengambil alat pancing miliknya dan milik Bayu. Saat Adi sudah mau memasukkan kakinya ke dalam air, dengan cepat Ryan menarik tangan pamannya. Nyaris saja. Seekor biawak raksasa hampir menggigit kaki pamannya. Adi terduduk dengan napas terengah-engah. Dia sangat terkejut. Badannya terasa mati rasa seluruhnya. Untung saja Ryan dengan cepat menarik tangan Adi. “Bagaimana bisa ada biawak raksasa di kolam, Paman?” Ryan bertanya—tidak menduga bahwa biawak raksasa bisa ada di kolam pamannya. Adi menggelengkan kepala, rasa terkejutnya berangsur pulih. Adi berdiri, menepuk-nepuk bagian belakangnya membersihkan debu dan tanah. “Paman juga tidak tahu. Mungkin itulah sebab mengapa tidak lagi ada ikan yang memakan umpan kita.” “Kalau begitu, Ayah harus menutup pemancingan hari ini, kita harus mengeluarkan biawak itu dari kolam ini,” ujar Bayu. Bayu benar. Biawak itu harus dikeluarkan dari kolam. Tentu reptil itu bisa membahayakan banyak nyawa jika terus berada di sana. Lihat apa yang terjadi barusan, kaki Adi hampir putus kalau Ryan tidak cepat menarik pamannya. Bayu menghilang setelah disuruh Adi untuk menuliskan pengumuman bahwa kolam pemancingan mereka hari ini ditutup. Setelah selesai, dia kembali lagi. “Apa yang harus kita lakukan untuk mengeluarkan biawak itu?” Farhan bertanya. Itulah yang menjadi masalah bagi mereka. Masuk ke dalam kolam, sama saja menyerahkan tubuh mereka untuk dimakan binatang itu. Adi mencoba berpikir. Dia pernah masuk ke dalam kolam. Dalamnya sekitar tiga meter. Itu cukup dalam, mereka tidak akan bisa menangkap biawak di dalam air seperti itu. Mereka membutuhkan cara yang lain. “Bagaimana jika menghubungi pemadam kebakaran?” Bayu memberikan usul. Farhan mengangguk—setuju dengan usul itu. Itu usulan yang masuk akal untuk dilakukan. “Tidak usah,” ujar Ryan membuat Farhan, Bayu, dan Adi menoleh ke arahnya. “Maksudnya tidak usah?” Farhan kebingungan. Ryan tersenyum. Tiga detik kemudian kedua tangannya bercahaya. Cahaya birunya bahkan kini terlihat lebih indah daripada sebelumnya. Ryan menjentikkan tangannya. Seketika air di dalam kolam itu menjadi es. Yang lainnya menatap takjub. Itu sangat hebat sekali. Tiba-tiba Adi teringat bahwa mereka tidak boleh menggunakan kekuatan di sembarang tempat. Adi mengingatkan Ryan akan hal tersebut. Ryan mengangguk paham. Dia akan segera menyelesaikan masalah biawak ini. Ryan menjentikkan jarinya lagi. Seketika kolam yang sudah menjadi es tadi mencair. Ryan mengangkat tangannya ke atas perlahan. Jika dilihat dari wajahnya, sepertinya Ryan berusaha mengangkat sesuatu yang cukup berat dari dalam kolam. Mereka semua menatap tidak sabaran ke arah kolam, menunggu apa yang sebenarnya Ryan angkat. Senyum puas terpatri di wajah mereka. Biawak raksasa berukuran orang dewasa berhasil dikeluarkan Ryan dari dalam kolam dalam balok es. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD