Kantor, 08.21 PM
Sudah hampir malam, Mikayla masih berada di kantor, hari ke 10 kerja Mikayla di hadapkan dengan pekerjaan yang menumpuk. Sangat menumpuk. Banyak pula yang harus Mikayla benahi dan ia atur, seperti pekerjaan yang ia lakukan sewaktu masih di New York.
Mikayla tak suka dengan aturan di kantor ini, karena perempuan itu memiliki aturan sendiri di jabatan yang Mikayla pegang.
Tak lama kemudian ponsel Mikayla berdering, iamelihat nama Nancye di layar ponselnya. Beliau pasti mengkhawatirkannya.
"Halo, Aunt?" jawabku.
"Kamu di mana, Sayang? Apa masih bekerja?"
"Iya, Aunt, aku masih bekerja banyak yang harus ku kerjakan sejam lagi aku akan pulang."
"Baiklah, Sayang, Aunt akan menyuruh Justin menjemputmu."
"Tak perlu, Aunt."
"Ada apa? Ini sudah malam, Sayang, kamu tak boleh pulang sendirian jadi biar Justin yang menjemputmu."
"Ya sudah. Aunt akhiri dulu ya telponnya kebetulan Justin sudah pulang," sambung Nancye.
Mikayla tak bisa menolak apa yang di katakan Nancye, benar kata Tyson tinggal di mansion keluarga Hilston membuat Mikayla merasa tinggal di rumah sendiri karena mereka begitu baik, terkecuali Justin pria yang begitu dingin dan tak menerima kehadirannya di sini.
Waktu terus saja berputar, Mikayla kembali menekuri layar laptopnya dan mulai memindahi apa yang tak ia suka dan yang ia suka di tempat ini, jangan salah.
Mikayla memang wanita lembut tapi dalam bekerja ia dikenal sebagai wanita yang tegas dan disiplin.
.
Kantor, 11.08 PM
Beberapa jam berlalu, Mikayla masih siaga menekuri layar laptopnya, matanya mulai sakit karena cahayanya jadi ia pilih untuk menghentikannya dan akan ia lanjutkan besok.
Tak lama kemudian ponselnya berdering tanda sms masuk.
Justin : Aku di depan kantormu.
Sms singkat, padat dan jelas, begitu-lah Justin yang tak suka basa-basi, apalagi harus basa-basi dengan Mikayla, mungkin perempuan itu antinya dan mungkin Mikayla bagai virus baginya yang bisa saja membunuhnya kapan pun.
Dengan cepat, Mikayla mengambil tasnya dan menuju lift. Ketika lift terbuka ia langsung menekan lantai dasar. Lift pun berjalan membawanya menuju lantai dasar.
Sampai di lantai dasar, Mikayla melihat Justin memakai jaket berwarna hitam dan memakai topi, Mikayla mengangkat sebelah alisnya karena keheranan
Mikayla tak pernah melihatnya memakai pakaian seperti itu selama Mikayla berada di mansion keluarganya. Ia lebih tampan seperti ini, hati Mikayla sedikit tergelitik karenanya.
Mikayla menghampirinya.
"Kamu sudah lama?" tanyaku mencoba basa-basi walaupun Mikayla tahu Justin tak suka basa-basi.
"Masuk saja!" Justin singkat.
Kenapa Mikayla harus bertanya ketika ia tahu apa yang akan di jawab Justin. Perempuan itu lalu membuka pintu mobil disebelah kemudi dan Justin mulai mengemudikan mobilnya.
Pertanyaan Mikayla tak di jawab, perempuan itu tak punya niat untuk menanyakan sesuatu sekedar basa-basi atau mengajaknya mengobrol, Mikayla menekuri jalanan saja dan Justin sibuk mengemudikan mobilnya.
****
Mansion, 11.25 PM
Sampai di Mansion, Mikayla dan Justin memasuki ruang utama, Justin masih saja mengabaikan perempuan yang di jodohkan dengannya, mungkin ia pikir Mikayla bukan manusia kali. Tapi tidak apalah.
Nancye datang menyambut Mikayla dengan hangat.
"Kamu pasti lelah, Aunt sudah menyiapkan makanan untuk kamu," kata Nancye sembari merangkul Mikayla.
"Kenapa Mommy begitu memuja wanita ini? Semua bisa ‘kan maid yang mengerjakannya? Mommy bukan pembantu di mansion ini yang harus mengurusnya setiap hari," kata Justin seraya menatap Mikayla dengan tajam.
Justin memang benar. Selama berada di sini semua kebutuhan Mikayla, Nancye yang mengurusnya, Nancye memang seperti mendinag Ambrella—mendiang ibunya--yang sudah tidak ada.
Nancye sangat baik pada Mikayla.
"Sayang, kamu jangan begitu, Mikayla adalah calom istrimu, Mom berhak mengurusnya sebagai menantu di rumah ini," jawab Nancye membela Mikayla.
"Dia belum menjadi tunangan atau istri, jadi dia bukan menantu rumah ini."
"Tapi …. akan jadi menantu, Sayang."
"Terserah Mommy saja, bela saja terus sampai kepalanya membesar," kata Justin sembari menendang sesuatu yang dia lihat di depannya dan melangkah ke gedung belakang.
"Maafkan Justin, Nak, dia memang sedikit keras tapi sebenarnya dia anaknya baik," kata Nancye sembari mengelus dagu runcing Mikayla.
"Iya, Aunt, aku ke kamar dulu," kata Mikayla.
"Iya, Sayang. Kamu mandi dan ganti baju, lalu makan, jangan sampai tak makan, ya," kata Nancye.
Mikayla melihat Justin tengah menatapnya sejenak dan melanjutkan langkah kakinya masuk ke kamarnya. Dia benar-benar membenci Mikayla.
Kedua orang tuanya begitu menyayangi Mikayla seperti anak mereka sendiri, namun dia tak pernah menyambut calon istrinya dengan hangat walaupun mereka adalah calon suami istri.
Mikayla tak mengharapkan itu, ia hanya tak ingin ayahnya bernasib sama seperti mendiang ibunya.
****
Setelah selesai mandi dan selesai makan malam. Mata Mikayla ini tak juga terpejam. Perempuan itu sudah mencoba untuk memejamkan mata tapi ia tak juga bisa tidur.
Mikayla memutuskan untuk ke perpustakaan di mansion ini yang ada di ruangan arah barat.
Mikayla mengambil satu buku dan membacanya di depan api unggun karena malam semakin larut dan semakin dingin. Justin datang dan memasuki ruang perpustakaan dan melihat Mikayla sedang membaca.
"Kau tak tidur?" tanya Justin.
Untuk pertama kali ia bertanya dan menatap Mikayla.
"Tidak. Aku tidak mengantuk," jawab Mikayla berusaha tidak basa-basi.
"Apa yang kau baca?" tanya Justin lagi, lalu duduk di samping Mikayla.
Lelaki ini sebenarnya kenapa sih? Sesekali dia bersikap ramah, sesekali juga dia bersikap bak Iblis yang hendak menelanku. Lelaki ini memiliki dua sifat dan satu wajah. Mikayla membatin.
Wahh. Mikayla curiga pada Justin. Apa sekarang Justin sedang berusaha merencanakan sesuatu? Mikayla bingung dan juga heran ketika mendengar setiap pertanyaannya, Justin yang dingin dengan tatapan mengintimidasi malam ini tak Mikayla lihat.
"Kenapa kau diam saja?" tanya Justin, membuat Mikayla sadar dari lamunannya.
"Oh. Aku membaca n****+," jawab Mikayla.
"Kau hobby baca n****+?"
Mikayla mengangguk.
"Aku juga tidak bisa tidur. Ke sini juga ingin mengerjakan pekerjaanku yang tertunda karena menjemputmu," kata Justin seraya beranjak dan melangkah ke ruangan di belakang rak buku.
Mikayla tidak tahu ruangan apa itu, tapi mungkin ruang kerjanya karena ia barusan mengatakan akan melanjutkan pekerjaannya.
Mikayla berusaha tak menoleh dan menganggap Justin hanya sekedar basa-basi karena melihatnya berada di perpustakaan selarut ini.
Dia tak sebaik malam ini. Apa yang ku harapkan? kata Mikayla
****
Mansion, 02.17 AM
Mikayla terbangun dan tak menyadari jika ia tertidur di sofabed dekat api unggun, karena merasa hangat dan nyaman ia sampai tak sadar jam sudah menunjukkan pukul 02 pagi. Mikayla tersentak kaget ketika melihat Justin sedang di sampingnya, membaca buku dengan jarak yang sangat dekat dengannya. Justin juga menyelimuti Mikayla.
"Apa aku tertidur lama?" tanya Mikayla mencoba basa-basi karena ia sudah berbaik hati menemani Mikayla dan menyelimuti calon istrinya. Mikayla tak tahu apa yang di rencanakan lelaki itu.
"Lumayan," jawab Justin.
‘Syukurlah dia akhirnya menjawab walaupun singkat.’ batin Mikayla.
"Terima kasih," ucap Mikayla.
"Untuk apa?"
"Untuk selimut ini.”
Justin menatap Mikayla, perempuan itu tak tau apa arti tatapannya saat ini, ia menatap Mikayla lama, perempuan itu menjadi salah tingkah dan berusaha tersenyum.
"Ke-kenapa kau menatapku?" tanya Mikayla.
Mikayla terkejut dan membulatkan matanya penuh ketika Justin menariknya dan menciumnya. Sungguh tak ia sangka ia mencium Mikayla dan memagut bibirnya dengan liar, Mikayla masih membulatkan matanya saking terkejutnya. Awalnya Mikayla menutup rapat bibirnya, namun ia rasakan nikmat di sela pagutannya, Mikayla lalu membalas pagutan itu, ia tak bisa menolak dan juga tak bisa menerimanya.
Justin adalah calon suaminya. Bulan depan mereka akan tunangan, Justin mencium Mikayla, wajar bagi pasangan melakukan ini tapi bagi mereka tidak,
Mungkin Justin berusaha menerima Mikayla menjadi calon istrinya. Karena itu ia mencium Mikayla dan memagutnya.
Lumatan itu begitu liar, Mikayla merasakan nikmat yang tertahankan. Ia ingin mendesah tapi ia tak bisa, Mikayla belum yakin perlakuannya saat ini tak mereka rencanakan sama sekali, perempuan itu berusaha menahan desahan napasnya.
Liar semakin liar dan tak bisa Mikayla hindari.
Justin pria yang tampan, semua wanita pasti menginginkan hal ini dengannya termaksud diriku. Justin melepas pagutannya dan mampu membuat Mikayla frustasi.
"Dua kali aku menciummu, tapi kenapa rasanya hambar?" tanya Justin.
"Terus kenapa menciumku? Kau ‘kan sudah mengatakan itu, aku bukan permen karet yang bisa kau isap setiap hari terus kau buang ketika rasanya tak enak lagi," kata Mikayla, mencoba menetralisir ritme jantungnya yang hampir saja copot.
Kenapa jantung Mikayla berdegub kencang ketika dia tak merasakan apa-apa? Jangan-jangan perasaan Mikayla bertepuk sebelah tangan.
"Lanjutkan bacaanmu, aku akan ke kamar," kata Mikayla menghindari tatapannya dan berjalan memunggungi Justin.
Mikayla tak habis pikir jika Justin seberengsek itu, merasakan bibirnya seenaknya dan mengatakan dengan enteng bahwa dia tak merasakan apa pun.