Dari bangun tidur, Raisa sudah tidak mendapati Dika berada di kamarnya. Semalam dia juga tahu jika Dika berbincang bersama dengan para penjaga menikmati sisa makan malam. Tapi Raisa tidak menduga jika Dika sama sekali tidak kembali ke kamarnya.
Dia bergegas membersihkan tubuhnya meski sempat melihat sekujur tubuh penuh dengan bercak merah yang ditinggalkan oleh Dika, bekas tadi malam.
Raisa juga sedikit meringis menahan rasa sakit dan perih di bagian alat sensitifnya. "Dia memang belum pandai dalam melakukannya, tapi nafsunya itu begitu besar sampai-sampai membuat sekujur tubuhku terluka dan tenaga habis karenanya seperti itu," gumam Raisa.
Saat bangun tadi pagi, Raisa sempat kecewa ketika dia tidak melihat pria yang baru saja 1 hari menjadi suaminya tidak ada di tempat tidurnya ketika dia terbangun. Raisa menyadari akan posisinya apalagi tahu jika Dika adalah seorang pengusaha dan juga suami orang lain, sedikit penyesalan sangat terlambat dia pikirkan kali ini. Ketika tahu bahwa dirinya bukanlah wanita yang cukup baik ketika menikahi suami orang lain.
Sepanjang di dalam kamar mandi, Raisa memikirkan apa yang sudah dilakukan dan terjadi kepada kehidupannya, serta rasa sakit di kepalanya membuat dia tersadar dan bergegas keluar dari kamar mandi. Setelah siap, dia keluar dari kamar dan menuruni tangga. Raisa tersenyum langkah kaki nya sedikit terbiasa berjalan kaki seperti kebanyakan orang, lain dari sebelumnya dia sempat dibicarakan oleh para pelayan tentang cara dia berjalan dan langkah kakinya yang sedikit tertatih juga kesulitan.
Raisa sempat merasakan seakan-akan sesuatu mengganjal di sana, tapi kali ini terlihat dengan wajah segarnya berjalan menuruni tangga menghampiri para pelayan yang sedang menyiapkan sarapan untuknya. Namun dia melihat ke sekeliling rumah berharap pelayan.
"Nona, mencari tuan?" tanya pelayan menghampirinya dengan ramah.
"Memangnya, kemana dia?" balas Raisa.
"Pagi sekali tuan muda bersama dengan tuan Ben, pergi dengan tergesa-gesa setelah mendapatkan kabar dari kedua orang tuanya. Sepertinya terjadi hal yang cukup serius sehingga mengharuskan tuan muda untuk segera datang," jelas pelayan.
Raisa terdiam dan mengangguk memahami akan hal itu.
"Biasanya perusahaan dan pekerjaan ataupun klien, sama sekali tidak bisa menekan tuan muda untuk bergegas menurutinya. Tapi jika sudah menyangkut keluarga besar Pratama, tuan muda tidak pernah mengelaknya apalagi sampai tidak menghiraukannya. Tenang saja tuan pasti akan bergegas kembali! Apalagi Anda sudah menjadi Nyonya Pratama kali ini," jelas pelayan itu, mencoba untuk menenangkan Raisa .
"Karena kamu sudah mencoba untuk menghiburku, bagaimana jika kalian semua sarapan bersamaku! Rasanya aku tidak akan mungkin bisa menghabiskan sarapan pagi ini, ketika kalian membuatkannya dengan menu yang sangat banyak seperti ini," ajak Raisa ketika dia melihat makanan di atas meja dengan menu yang sangat banyak.
Dibalas anggukan dan senyuman hangat dari mereka, para pelayan yang mengagumi akan sifat sederhana Raisa dan juga keramahannya terhadap para pelayan di sana. Pada akhirnya mereka sarapan pagi bersama, meski Raisa sempat terpikirkan tentang suaminya itu. Tapi dia menegaskan kembali kepada dirinya bahwa dia bukanlah wanita satu-satunya milik Dika.
Apalagi Raisa sendiri yang menginginkan pernikahan itu dan dia harus menerima segala konsekuensinya sebagai istri kedua Dika.
"Aku tidak percaya jika aku akan menjalani hal seperti ini, seakan-akan aku tidak memiliki pria yang harus aku pilih. Benar-benar tidak bisa kuduga," gumam Raisa di dalam hatinya.
*****
Di kediaman keluarga besar Pratama ada terdapat banyak orang yang hadir dan duduk di ruang tamu terutama Nuri yang duduk di samping ibu Rima mertuanya.
"Katakan padaku apa yang membuatmu sampai sesedih ini?" tanya ibu Rima.
"Mah, Dika kenapa gak pulang-pulang? Tidak kah dia menginginkan malam pertama?" isak tangis dan penuturan Nuri mengejutkan ibu Rima dan juga tuan Pratama.
Ibu Rima melihat kesekeliling, beruntungnya yang lain pergi ke meja makan untuk sarapan.
"Kalian ...."
"Iya Mah, Pah! Saat itu, Dika pergi bertemu klien saat pernikahan. Pas pulang dia kelelahan dan sibuk di perusahaan hingga lupa hal itu. Bagaimana mau memberi penerus keluarga," sela Nuri dengan air mata yang dia paksa keluar.
Kedua orang tua Dika mengangkat sebelah alisnya menanggapi keluhan Nuri yang tanpa ragu mengatakannya.
"Kemana perginya suamimu?" tanya ibu Rima.
"Dia ke kota C untuk melakukan pertemuan klien, tanpa memperbolehkan aku ikut serta," balas Nuri.
"Hmm, Nuri. Pernikahanmu baru satu minggi lebih, kalian jalani rumah tangga dengan baik baru pikirkan soal anak," jelas ibu Rima.
"Ya, tapi gak akan terjadi jika malam pertama saja terlewat, Mah!" seru Nuri.
Ibu Rima menoleh ke arah suaminya berharap dia mencari solusi agar menghentikan keluhan Nuri yang membuatnya muak. Saat ibu Rima mencoba untuk berbicara dan menenangkan nuri yang masih saja terlihat sedih dihadapannya menoleh kearah Dika yang baru saja datang dan masuk diikuti oleh sekretarisnya.
"Akhirny anak ini datang juga," gumam pelan ibu Rima.
Perasaan lega Ibu Rima ketika melihat putranya datang disaat yang sangat tepat, ketika dia sudah tidak tahu lagi bagaimana cara menghadapi keluhan Nuri.
Begitupun dengan Nuri di samping Ibu Rima tersenyum bersemangat saat melihat Dika datang dan berjalan masuk dengan wajah cerah berseri dan juga membuat Nuri bangun dari duduknya menyambut kedatangan Dika.
"Kenapa kamu datang kesini, jika pulang ke rumah aku akan menyiapkan makanan untuk mu?" tanya Nuri berjalan menghampiri Dika dan sembari malah merangkul tangannya.
"Bukankah seseorang datang ke rumah orang tuaku dan mengeluh tentang diriku?" balas Dika.
"Aku tidak mengeluh, aku hanya mengatakan kepada mamah dan ayah kalau aku sangat merindukanmu," ucap Nuri, dia mencoba untuk memperbaiki suasana dan menghilangkan kecanggungan nya.
"Bukankah kau tahu nomor ponselku? Apakah harus kau untuk menanyakan tentang diriku kepada mereka?" balas Dika.
"Aku hanya kebetulan saja lewat dan mampir ke rumah ayah dan mama! Tapi aku bisa bertemu denganmu," elak Nuri mencoba untuk mengalihkan apapun yang dikatakan oleh Dika.
"Sepagi ini kau lewat dari rumah kedua orang tuaku dengan persiapan yang begitu sangat detail? Setahuku kamu tidak pernah bangun sepagi ini," tegas Dika.
Nuri tertegun mendengar penuturan Dika yang kali ini menekan dirinya, biasanya dia tidak pernah membiarkan orang lain menekan dirinya terutama Dika sendiri. Tapi kali ini Nuri merasa Dika terlalu banyak berbicara kepadanya, selama ini sama sekali tidak pernah lebih dari beberapa kata berbicara kepadanya.
"Sudah-sudah, bukankah kalian baru saja bertemu lagi sarapan bersama lalu kalian. Selesaikan masalah kalian sendiri ada hal yang harus Ayah dan ibumu lakukan hari ini," ucap Tuan Pratama mencoba untuk melerai perbincangan Dika dan istrinya.
Tuan Pratama berjalan melewati keduanya, dia menghampiri meja makan yang di mana keluarganya sudah sangat lama sekali menunggu untuk sarapan bersama. Begitupun Ibu Rima, dia hanya bisa mengusap punggung Dika memahami apapun yang menjadi ketegasan ayahnya hingga mereka kini duduk di ruang makan dengan perasaan canggung tapi sarapan pagi berjalan dengan lancar.
"Memangnya Ayah mau pergi kemana?" tanya Dika setelah mereka duduk bersama di sofa ruang tamu bersama dengan ayahnya.
Nuri duduk disamping Dika tidak ingin berada jauh dari suaminya itu.
"Ayah akan pergi ke Singapura, ada kawan yang harus Ayah temui dan ada hal penting juga aku akan mengajak ibumu untuk berlibur sesekali," jelas Tuan Pratama.
"Baiklah, jika memang itu menjadi tujuan kalian. Aku berharap kalian berjalan dengan lancar dan kembali dengan selamat. Aku akan pergi ke kantor tidak bisa berlama-lama lagi jika ada seseorang yang mengeluh tentang ku, bukankah kalian tahu harus bersikap seperti apa?" jelas Dika dibalas anggukan oleh ayahnya.
Namun tidak dengan Nuri tidak memahami apa yang dikatakan oleh Dika. "Sayang, kamu kan pergi ke kantor? Tidakkah kamu mau menemaniku hari ini?" rengek Nuri.
Dika mengangkat sebelah alisnya, dia terdiam dan mengangguk menuruti apa yang dikatakan oleh Nuri. Gadis itu tersenyum bahagia dan semangat kali ini ketika Dika benar-benar pergi dengannya dan membiarkan sekretaris Dika untuk pergi terlebih dahulu ke perusahaan.
Berada di dalam mobil bersama dengan Dika membuat Nuri semakin bersemangat kali ini, dia tahu jika Dika tidak akan pernah menolak apapun yang dia inginkan. Nuri merangkul lengan suaminya bersandar juga sesekali dia mencium pipi Dika.
"Bagaimana kalau kita berbulan madu?" tanya Nuri dengan sangat lembut.
Dika tertegun dia tidak pernah terpikirkan jika sebuah pernikahan akan ada hari dimana hari berbulan madu, dia mencari cara untuk menolak dan menghindar apapun yang diinginkan oleh Nuri. Tapi hal yang tidak mungkin jika dia membiarkan begitu saja dan akan melakukan hal yang sama kepada kedua orang tuanya juga mengungkit tentang perjanjian pernikahan yang mereka lakukan antara Nuri dan Dika.
Selama ini Dika memang selalu menjadi alat transaksi Nuri dalam hal apapun keinginannya dan juga tujuannya selalu tercapai selama ada Dika di sampingnya jika yang dulu sama terobsesi kepada Nuri, hingga dia tidak menyadari jika Nuri bukanlah gadis yang saat pertama kali bertemu dengannya tapi keangkuhan dan ambisi melenyapkan semua perasaan yang ada di dalam hati Dika.
Menoleh ke arah istrinya, Dika menatap wajah Nuri berharap masih ada cinta dibalik mata indahnya itu. Tersenyum tipis ketika Nuri tahu apa yang akan dilakukan oleh Dika tentang suaminya itu akan mencium dirinya. Cukup lama Dika menatap mata istrinya itu tanpa melakukan hal apapun, apalagi mencium Nuri, kali ini Dika yakin bahwa tidak ada cinta di dalam Nuri lagi untuk dirinya.
"Ke mana cinta yang pernah aku lihat di matanya, apakah lenyap begitu saja?" batin Dika.
Dika terdiam dengan cukup lama membuat Nuri tampak kesel tidak mendapati Diga menciumnya sama sekali, hingga dia meraih pundak Dika dan menempelkan bibirnya tepat di bibir Dika.
Dika terkejut hingga dia berpura-pura batuk membuat Nuri melepas ciumannya, Dika tahu Nuri tidak suka hal seperti itu dan menahan senyumnya
Gadis itu tampak kesal, Dika sama sekali tidak mampu dalam berciumàn dengannya persis seperti apa yang dilakukan oleh Dika saat dulu, pertama kali mencoba untuk menciumnya hanya saja Nuri tidak menyadari jika semakin bertambah usia seseorang, maka semakin besar juga kemampuan dan rasa penasaran orang itu.
Tapi Nuri selalu berpikir jika Dika memang tidak pernah memiliki kemampuan dalam hal intim hingga membuat Nuri selalu malas untuk menghadapi Dika. Selama ini dia tidak pernah mencoba untuk membiarkan Dika menyentuh dirinya, bukan tanpa alasan, tapi dia memang sangat enggan untuk berhadapan dengan Dika, jika bukan karena Dika cukup berpengaruh dalam berbisnis kali ini namanya cukup terkenal bagi pengusaha muda seperti Dika Pratama.
Melihat sekilas kekesalan Nuri, Dika tersenyum tipis dan menoleh ke arah jalanan dengan kecepatan mobil yang cukup membuatnya dapat tenang melakukan perjalanan kali ini. Alasan Dika tidak menerima ciuman dari Nuri hanya saja Dika ingin tahu batas mana Nuri tidak pernah mengijinkan dia untuk menyentuhnya, tapi kali ini dia akan memutar balikkan apapun yang dilakukan oleh Nuri selama ini kepadanya. Jika hanya untuk berbulan madu itu adalah hal yang sangat mudah bagi Dika untuk mengabulkan keinginan Nuri.
"Bagaimana?" tanya Nuri kembali menghilangkan kecanggungan antara dia dan Dika.
"Apa?"
"Bulan madu?"
"Hmm, boleh."
"Benar? Lusa kita berangkat!" semangat Nuri meningkat.
"Hmm, tapi aku harus ke kantor hari ini," angguk Dika.
"Ya, asal kita bisa bulan madu!" seru Nuri dibalas anggukan Dika.
Nuri tampak bersemangat kali ini, dia juga merangkul lengan Dika kembali bersandar dengan kebahagiaannya yang meningkat. Tujuan utamanya menginginkan antara dia dan Dika dapat memiliki anak untuk memperkuat hubungan antara mereka. Rencana kedua orangtuanya untuk mengadakan bulan madu berjalan dengan sangat lancar kali ini, pergi ke suatu kota menjadi tujuan Nuri.
Meski awalnya Dika mengajaknya keluar negeri, tapi Nuri yang tidak ingin berlama-lama untuk berbulan madu dengan Dika. Dia menolaknya dan hanya memerlukan untuk tidur dan menghabiskan waktu berdua dengan suaminya.
Dika sempat tidak memahami apa yang dipikirkan oleh Nuri tentang bulan madu, tapi dia jauh lebih merasa bahagia ketika Nuri sama sekali tidak ingin pergi terlalu jauh dari kota. m
Melakukan apapun yang diinginkan oleh seseorang yang memanfaatkan mu, itu akan jauh lebih baik ketika kita ingin membalas semua perbuatannya hal yang dipikirkan oleh Dika memang selalu menjadi pertimbangan dirinya.