Meski tidak bersemangat namun Dika tetap harus bertemu dengan Nuri kembali kerumahnya dan menikmati makan malam yang sudah disiapkan oleh istrinya itu. Awalnya Dika ingin membuat sebuah alasan dia yang akan bertemu dengan klien dari Singapura. Namun suatu hal mengurungkan mereka untuk pergi ke Swiss dan membuat perjanjian di lain waktu.
Alasan yang akan dibuat oleh Dika untuk menghindari Nuri, batal seketika setelah pelayan itu membatalkan waktu pertemuan. Saat ini, Dika duduk di kursi meja makan dengan wajah tidak bersemangat nya, dia membiarkan Nuri menyiapkan makan malam nya dengan wajah berseri, gadis itu tanpa penyesalan sama sekali.
"Aku tahu sekali kamu sangat menyukai sop kuah iga sapi ini yang menjadi makanan favoritmu. Aku sengaja membuatnya, ya meski hanya memperhatikan koki di dapur membuatnya, aku akan belajar membuat makanan ini agar kamu dapat mencicipi buatanku," ucap Nuri.
"Kau tidak perlu menjadi seorang koki jika hanya menjadi istriku!" tegas Dika.
Nuri tahu jika Dika tidak akan membiarkan dirinya kesusahan jika hanya untuk makanan saja, dia sudah tahu jika Dika akan selalu memperhatikan hal apapun tentang dirinya. Namun demi mendapatkan perhatian dari Dika, Nuri harus belajar membuatnya tanpa terlihat sandiwara dirinya dihadapan suaminya itu.
"Pokoknya aku akan membuat hanya khusus untukmu! Aku akan tetap belajar sampai kau merasa puas dengan masakanku!" seru Nuri.
"Kalau begitu aku tidak akan memaksamu," balas Dika.
Nuri mengerutkan dahinya, dia tidak percaya jika Dika tidak akan melarangnya untuk belajar memasak Tidak seperti biasanya, jika Nuri tampak bersikeras Dika juga akan sama-sama bersikeras untuk melarang nya, namun kali ini tidak seperti biasanya Dika malah membiarkan Nuri untuk belajar memasak seperti kebanyakan wanita.
*"Ada apa dengan Dika ini, kenapa dia sama sekali tidak melarangku untuk belajar memasak? Benar-benar menyebalkan dia sepertinya ingin aku marah yang sesungguhnya. Terserah lah biar aku acuhkan saja dirinya," gerutu batin Nuri.*
Dika memaksakan dirinya untuk menghabiskan makanan yang ada di hadapannya itu, dia tahu jika Nuri akan melakukan hal yang sama persis seperti apa yang dulu dia lakukan. Dia akan merajuk marah kepadanya, jika Dika tidak sesuai dengan tingkah manjanya, benar saja setelah makan malam selesai nulis sama sekali tidak berbicara lagi kepadanya dia bahkan pergi begitu saja.
Setelah makan malam selesai, tanpa berbicara lagi gadis itu naik ke lantai atas tanpa menoleh kembali kepada Dika. Dika tersenyum menyeringai dia sudah tahu jika Nuri akan melakukan hal seperti itu dan Dika, dia berdiri dari duduknya dan pergi menghampiri lemari pendingin meminum jus buah yang dia minta untuk di dinginkan oleh pelayan dan di minum olehnya setiap malam, sudah menjadi hal kebiasaan nya meminum jus buah di malam hari yang membuatnya merasa segar dan jauh lebih baik suasana hatinya.
Tanpa memikirkan Nuri yang sedang marah kepadanya, Dika menikmati jus buah yang ada di tangannya duduk di kursi balkon rumah, menatap langit malam yang nampak berbintang membuatnya teringat akan apa yang dilakukan oleh Raisa di malam hari.
"Gadis itu pasti akan kesulitan dalam tidurnya jika tidak ada aku di sana, lalu sebelum itu bagaimana cara dia tertidur?" gumam Dika pikirannya menerawang ketika Raisa tinggal bersama dengan pria tua.
Dan Dika terpikirkan jika gadis itu meminta untuk pria tua itu menemani nya, dia tampak geram hingga mengepalkan kedua tangannya dan kesal.
"Sepertinya aku harus memberi pelajaran kepada pria tua itu!"
Dika menghubungi anak buahnya dan mencari tahu tentang pria tua yang berada di pinggiran kota penjual sayur labu seperti yang diceritakan oleh Raisa. Kisaran usianya sekitar 60 tahun dan ada coretan di bagian wajahnya bekas luka. Dika yang merasa kesal dengan pikirannya dia memerintahkan anak buahnya untuk mencari pria tua itu yang sudah dengan beraninya memanfaatkan Raisa selama tinggal bersama dengan dirinya.
Meski terdengar aneh, tapi Dika tetap memerintahkan anak buahnya untuk mencari tahu tentang pria tua itu, agar memberinya pelajaran. Namun hal yang membuat Dika tampak bersemangat ketika pria tua itu juga menampung gadis-gadis lain, hingga dengan mudahnya dia dapat menangkap pria tua itu ke jalur hukum.
Tersenyum tipis dan puas ketika Dika tahu bahwa anak buahnya sudah membereskan pria tua itu, wajahnya tampak merasa senang dan bersemangat kali ini setelah mendengar kabar yang membuatnya puas dari beberapa anak buahnya itu.
Bangun di pagi hari, Nuri terkejut ketika dia sama sekali tidak mendapati Dika membujuk dirinya bahkan sudah lewat beberapa hari. Jangankan sekedar membujuk, suaminya itu bahkan tidak tidur di kamarnya membuat Nuri tampak kesal hingga kalangkabut dia bergegas turun dari tempat tidurnya berlari membuka pintu kamar hingga dia bergegas menuruni tangga dan mencari keberadaan suaminya.
"Anda mencari tuan, Nyonya?" tanya seorang pelayan.
"Dasar bodoh, tentu saja! Aku mencari suamiku dimana dia?" teriak Nuri.
"Tuan muda, pagi sekali sudah berangkat ke kantor Nyonya. Dia berpesan, agar Nyonya muda dapat sarapan di pagi hari," balas pelayan itu.
Meski Nuri merasa kesal, Dika sama sekali tidak membujuknya. Namun dia tersenyum tipis ketika Dika masih memperhatikan dirinya agar sarapan di pagi hari.
"Baiklah, kau siapkan sarapannya!" seru Nuri berseri-seri.
"Cih, mudah sekali meredakan nona muda ini," gumam pelan pelayan itu pergi bergegas ke dapur menyiapkan sarapan untuk Nuri.
Dika hanya tersenyum tipis saat ia duduk di kursi penumpang di dalam mobilnya. Dia tahu Nuri akan berteriak di pagi hari, hingga dia memutuskan untuk pergi sangat pagi sekali tanpa mencoba untuk menunggu ataupun memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh istrinya itu. Dika juga menambahkan suasana hati Nuri dengan memberikan pesan kepada pelayan untuk Nuri, tidak melupakan sarapan paginya seperti apa yang sering dilakukan oleh gadis itu yang selalu membutuhkan perhatian dari suaminya itu.
Untuk membuat Nuri selalu merasa dia jauh lebih berharga dari apapun, Dika dengan sengaja berpesan seperti itu kepada pelayan, akan jauh lebih baik jika gadis itu tetap merasa selalu jauh lebih berharga dari hal apapun. Bagi Dika perasaannya seakan-akan terkikis dan hilang ditelan oleh waktu, ditambah dengan perilaku Nuri yang sama sekali tidak pernah menghargai dirinya, apalagi menganggap Dika sebagai pria yang sangat dia cintai dengan penuh perasaan.
Dari yang diketahui, Nuri hanyalah memperhitungkan apapun yang dilakukan olehnya dengan tidak memandang nya dan juga sebatas besar kecil keuntungan antara dirinya dan juga keluarganya. Dika tidak akan berpikiran seperti itu bila dia tidak tahu rencana apa yang akan dilakukan oleh keluarga Nuri, memanfaatkan kesempatan bersama dengan keluarga Pratama.
Tidak ada lagi perasaan cinta yang didapatkan dari Nuri oleh Dika seperti sebelumnya, yang diketahu Nuri hanya memiliki ambisi dan juga memanfaatkan dirinya untuk sekedar keuntungannya saja.
"Kita akan pergi kemana, Tuan?" tanya Ben.
"Kita pergi ke tempat pemotretan tentang produk sponsor!" balas Dika.
"Baik Tuan," angguk Ben, dia tahu jika perasaan tuan mudanya, kali ini membutuhkan sesuatu hal yang membuat dirinya tampak sibuk tanpa harus memikirkan tentang kehidupan asmaranya.
Apa lagi memikirkan tentang Nuri dengan segala rencananya untuk menaklukkan Tuan mudanya itu. Sempat Ben memberitahu Dika tentang apa yang dilakukan oleh Nuri, namun Dika sama sekali tidak mempercayai apapun yang dikatakan olehnya. Tuan mudanya itu tengah dilanda asmara, rasa cintanya jauh lebih besar dari kepercayaannya kepada sekretarisnya itu.
Dika yang sudah tinggal satu minggu bersama istrinya, sampai saat inipun hubungan mereka masih belum membaik. Nuri yang masih mempertahankan dirinya untuk merajuk dan masih berharap dika dapat membujuknya seperti biasa.
Tapi pada akhirnya Dika menjalani hari-harinya yang jauh lebih baik tanpa mencoba untuk membujuk Nuri. Hingga di pagi hari Dika dan Nuri sedang melakukan aktivitas sarapan pagi, Nuri tampak kesal ketika melihat reaksi suaminya yang sama sekali tidak menghiraukan dirinya yang merajuk beberapa hari ini.
"Tidak kah, seharusnya kamu berbicara sesuatu kepadaku?" tanya Nuri dengan wajah merajuknya seperti yang biasa dia lakukan di hadapan Dika.
"Apa?" balas Dika dengan wajah tanpa bersalahnya sembari dia memasukkan satu sendok makanan kedalam mulutnya.
Nuri tampak kesal ketika melihat dan mendengar wajah juga ucapan dari Dika yang sama sekali tidak merasa bersalah setelah apa yang dia lakukan selama satu minggu ini, mengacuhkannya dan tidak mencoba untuk membujuknya. Lebih tepatnya Dika sama sekali tidak terpikirkan untuk membujuknya dan memilih tidur di ruang kerjanya meski pernikahan mereka sudah berlangsung selama 1 bulan.
"Kenapa kamu tidak mencoba membujukku, bahkan tidur pun malah di ruang kerja?" tanya Nuri.
"Membujuk karena apa?"
"Kamu ...."
Nuri terdiam meski kesal, namun dia menahan kesalnya demi mengajak Dika pergi ke pesta malam ini.
"Sudahlah, kita bicarakan nanti. Kamu harus pulang cepat hari ini, ada pesta pernikahan di keluarga Galah. Kita harus datang, Sayang," alih Nuri.
"Hmm."
Meski kesal, Nuri tetap menahan diri. Dia jauh lebih berharap Dika tetap ada dan tidak berpengaruh pada hubungan mereka. Apalagi malam ini adalah acara dimana Nuri akan mengumumkan tentang dia yang sudah menikah dengan Dika.
"Apa kamu akan pulang cepat?" tanya Nuri merubah raut wajahnya dengan cepat.
"Aku usahakan."
"Kamu harus pulang cepat, Sayang! Aku tidak mau terlambat," seru Nuri.
"Jika bisa aku usahakan secepatnya!" tegas Dika.
Nuri terdiam mendapatkan jawaban dari Dika yang bahkan sama sekali tidak mencoba untuk membenarkan dirinya. Tanggapan suaminya seperti itu Nuri tetap berusaha untuk tersenyum agar memperbaiki suasana antara dia dan Dika, setelah perang dingin selama satu minggu ini.
Nuri mencoba untuk berusaha mendapatkan perhatian dari Dika kali ini, agar bisa pergi dan menunjukkan tentang suaminya kepada teman-teman sosial di hari pernikahan saudaranya nanti.
Setelah menghabiskan sarapan paginya Dika memilih untuk bergegas pergi ke kantor tanpa menghiraukan Nuri yang masih berusaha untuk membujuknya agar pulang lebih awal dari waktu yang ditentukan dari awal. Saat Dika masuk dan duduk di dalam mobil dia sempat melihat Nuri yang berdiri dengan kesal di depan pintu rumahnya.
Dika terdiam, sudah tidak mengenali gadis yang sudah 7 tahun berhubungan dengannya, menjalin kasih sebagai sepasang kekasih dalam waktu yang cukup lama itu.
"Aku tidak tahu apa yang hilang di dalam diri istriku itu, tapi aku seakan-akan tidak memiliki kehidupan di sana malah kehidupan di kantor jauh lebih baik dibandingkan tinggal di rumah," gumam Dika.
Dika sama sekali tidak menghiraukan apapun yang dikatakan oleh Nuri, meski sepanjang hari istrinya itu menghubungi dirinya mengirim pesan berulang kali agar Dika pulang lebih awal. Namun pada kenyataannya Tika tetap saja mencoba untuk menghindari dan tidak menuruti apapun yang diinginkan oleh Nuri sesuai dengan ucapannya.
Menyembunyikan diri dan menyetujui segala proyek yang akan dijalani oleh nya beberapa waktu ke depan dia kerjakan lebih awal, membuat para karyawan yang ada di sana ikut sibuk karena direktur utama mereka yang begitu bersemangat kali ini. Dengan janji bonus akan ditambah tahun ini membuat mereka ikut bersemangat menyetujui dan setuju apa yang dikatakan oleh atasan mereka.
Nuri yang sudah bersiap dengan gaun cantiknya, dia tampak susah bolak-balik di ruang tamu kali ini menggerutu sedari tadi merutuki suaminya yang sama sekali tidak dapat diandalkan olehnya. Di mana waktu sudah sedikit terlambat dia masih harus menunggu suaminya itu. Memilih untuk pergi lebih awal tanpa mencoba untuk menunggu Dika yang memang sedari tadi mengulur waktu agar tidak pergi bersama dengan istrinya itu di dalam pesta Nuri dengan teman teman-teman sosialita nya tampak berbincang dengan serius saling menunjukkan bakat mereka masing-masing dan apa yang mereka miliki.
"Bukankah kau sudah menikah? Pria mana yang sudah dengan bodohnya mau menikah denganmu?" tanya salah satu teman Nuri.
"Tentu saja kekasihku yang sudah 7 tahun berhubungan denganku, kesetiaannya sudah terbukti selama ini dan juga dia adalah orang ternama di kota ini. Tentunya pengusaha yang dapat diandalkan," balas Nuri dengan bangga.
"Benarkah? Bukankah dia sangat siâl sekali jika harus menikah denganmu?" tanya yang lainnya.
"Yah tentunya dia yang jauh lebih beruntung dapat menikah denganku. Gadis cantik seperti diriku dan juga gadis terkaya di kota ini, siapa yang tidak beruntung mendapatkan ku!"
Nuri berbicara dengan angkuh dan sombong sembari menunjukkan semua fashion yang dia kenakan dengan kualitas yang sangat tinggi. Dia tidak tahu, jika tidak ada orang yang benar-benar tulus karenanya.