Melihat Raisa tertawa tertahan di hadapannya, Dika mengerutkan dahinya menatap tajam dan dia menarik gadis itu yang hendak pergi keluar dari kamar. Namun Dika menarik tangan Raisa hingga dia berada tepat di hadapannya dengan jarak yang sangat dekat kali ini.
"Siapa yang kamu bilang tampan? Apa aku tidak tampan?" tatap Dika.
"Hah?"
"Apa sekretarisku jauh lebih tampan dariku?" tanya Dika menekan Raisa.
"Dia? Hmm, lumayan!" angguk Raisa.
"Apanya yang lumayan?" tatap Dika.
"Tampannya."
"Lalu, aku?" Dika semakin geram.
"Kamu ... Kamu kenapa? Sepertinya tidak sebanding," ucap Raisa.
"Kau ...."
"Tuan muda ... Dia tidak sebanding dengan ketampananmu. Memang apa yang ada di kepalamu ini? Sampai-samai dengan sekretarismu saja cemburu?" sela Raisa.
"Aku, aku tidak cem ...."
Dika terdiam, dia tahu jika dia semakin berbicara maka Raisa akan semakin menertawakannya.
"Turun saja! Katakan aku akan bersiap!" seru Dika melepas Raisa.
"Huh, tidak mau mengaku," ejek Raisa.
Dika terdiam, dia bergegas pergi ke kamar mandi. Dan membiarkan Raisa pergi keluar kamarnya. Dika tahu jika Raisa akan mandi di kamarnya.
Berada di kamar mandi, Dika termenung akan ucapan Raisa yang selalu membuat debaran jantungnya tidak beraturan. Apalagi saat dia mengingat jika Raisa ingin menjadi istrinya.
"Apa dia mau jadi istri keduaku?" gumam Dika.
Dika menggelengkan kepalanya dan mwnyelesaikan aktivitas mandinya dengan segera. Dia tahu jika Raisa tidak sungguh-sungguh akan apa yang di katakannya. Lagipula, dia akan memastikan keamanan Raisa tanpa harus menikahinya.
Keluar dari kamar mereka masing-masing setelah membersihkan tubuhnya, Raisa dan Dika berpapasan saling tersenyum namun Dika memilih untuk menarik gadis itu dan mencium bibir segar merah ranum di pagi hari itu dengan sangat lembut. Pada dasarnya, selalu ada hal yang membuat Dika merasa ingin menyentuh gadis itu, tapi dia menahan dirinya dan menciumnya adalah pereda apa yang dia rasakan setiap kali melakukannya.
Raisa terkejut cara membulatkan kedua matanya ketika pria itu menciumnya sesuka hati, menatap dan nelepasnya Dika tersenyum tipis dan menyeka bibir tipis Raisa dengan lembut.
"Lain kali, jangan pernah berbicara tentang pria lain apalagi sekretarisku dan hanya aku yang boleh kamu lihat!"
Setelah mengatakannya Dika menarik tangan Raisa yang terdiam mendengar ucapannya, tanpa memberi kesempatan kepada Raisa untuk membalasnya. Berjalan menuruni tangga beriringan Dika dan Raisa terlihat begitu harmonis ketika para pelayan melihat mereka, begitupun dengan Ben tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Berdiri dari duduknya dia menyambut kedatangan Tuan mudanya, namun saat Dika berada tepat di hadapannya. Dika menatap dengan tajam ke arahnya, Ben tidak memahami apa yang dimaksud oleh tuannya itu.
Berada di meja makan sarapan pagi dilakukan oleh Dika dan Raisa kali ini. Meski merasa hal yang berbeda dari Dika, namun gadis itu hanya tahu menikmati makanannya tanpa memahami apa yang dimaksud oleh Dika.
"Kau akan pergi?" tanya Raisa.
"Ya, ada pertemuan keluarga dan mungkin ada hal yang perlu aku selesaikan, baik-baik di rumah!" jawab Dika.
"Apa kau akan kembali atau seperti biasanya satu tahun kemudian aku baru dapat bertemu denganmu?" tanya Raisa.
"Apa maksudnya? Siapa yang mengatakan kalau aku akan datang 1 tahun kemudian?" tatap Dika.
"Pelayan di sini selalu mengatakan jika tuan muda mereka hanya akan datang setiap 1 tahun sekali," jelas Raisa.
Dika hanya tersenyum ketika mendengar ucapan dari gadis itu dan dia membenarkan ucapannya.
"Aku akan berusaha kembali jauh lebih cepat, baik-baik di sini dan tunggu aku," teges Dika dibalas anggukan oleh Raisa hingga pria itu kini berdiri dari duduknya berjalan dan mengacak lembut rambut Raisa.
Dia berpamitan untuk pergi bersama dengan sekretarisnya yang sudah menunggunya sedari tadi menyaksikan kedekatan antara Dika dan Raisa terlihat tidak biasa.
Duduk di kursi penumpang Dika tersenyum tipis setiap kali mengingat tingkah laku Raisa yang selalu menunjukkan bahwa dirinya jauh lebih kuat dari apa yang dilihat oleh orang lain. Namun pada kenyataannya dihadapan Dika, Raisa hanya terlihat seperti gadis kecil yang polos namun selalu mengatakan hal apapun apa adanya.
Sekretarisnya yang duduk di kursi depan melihat tua mudanya tampak bersemangat membuatnya mulai tidak memahami isi hati Tuan mudanya itu, karena dulu Dika selalu mengutamakan apapun yang dikatakan oleh Nuri, kekasihnya selama 7 tahun itu dan juga sudah menjadi istrinya kurang lebih dari satu minggu ini namun pernikahan yang sama sekali tidak membuat jika hidup malah membuat Tuan mudahnya tampak semakin tertekan dalam hal apa yang dia jalani kali ini.
Akan tetapi ketika melihat Dika bersama dengan Raisa dan melihat sebuah kehidupan di dalam diri Dika sehingga membuat dirinya berseri-seri dan bersemangat saat ini. Namun setelah mobil melaju dengan kecepatan sedang hingga sampai di sebuah restoran yang sudah ditentukan oleh keluarga besar antara Anderson dan Pratama melakukan pertemuan keluarga.
Mereka yang begitu bersemangat satu sama lain antara Nuri dan juga keluarga Pratama hanya Dika yang tampak malas untuk berada di satu ruangan bersama dengan keluarganya terutama bersama dengan berada di samping Nuri dengan segala tipu dayanya.
Nuri memang sangat mencintai Dika namun ambisinya jauh besar dari cintanya, hingga membuat perasaan tulus yang dia miliki berubah menjadi keserakahan hingga membuat Dika hanya bisa menjadi sebuah alat transaksi dan kesepakatan keluarga Pratama dan Anderson.
"Akan jauh lebih baik jika kalian cepat-cepat memberikan kami keturunan yang akan menjadi penentu masa depan kita!" seru Tuan Anderson.
"Bukankah pernikahan mereka baru saja terjalin, sebaiknya biarkan anak-anak kita menikmati momen bersama dan tidak terlalu menekan dan dengan kehidupan mengurus anak kecil," balas Nyonya Rima selaku Ibu Dika, dibalas anggukan oleh suaminya.
Rima tampak terlihat jauh lebih ramah dan menyayangi Dika.
"Anda bercanda tidak ada hal yang akan mengubah antara kedekatan mereka berdua. Mereka hanya cukup memperdekat satu sama lain dan memberikan keturunan, biarkan para perawat dan pengasuh yang membesarkan anak-anak mereka tidak perlu merepotkan diri sendiri untuk mengurus hal-hal seperti itu," jelas Nyonya Anderson tersenyum tipis.
"Menjadi seorang wanita dan seorang ibu itu akan memberikan seseorang derajat yang jauh lebih tinggi, apalagi kesempatan untuk melahirkan dan membesarkan anak kita sendiri itu adalah momen yang sangat berharga seumur hidup," ucap Ibu Rima.
"Yah mungkin itu berlaku bagi Anda dan juga wanita lain, tapi tidak dengan keluarga kami. Kami selalu mempermudah hal apapun tanpa mempersulit diri sendiri," jelas Nyonya Anderson.
"Apakah mengurus anak sendiri itu ada hal yang sangat merepotkan? Jika seperti itu bagaimana sebuah cinta dan kasih sayang akan terjalin. Aku rasa akan jauh lebih baik jika Dika dan Nuri memperdekat diri satu sama lain," ucap nyonya Rima.
"Bukankah mereka sudah menjalin hubungan selama 7 tahun? Itu sudah memperjelas hubungan antara mereka berdua begitu erat, hanya tinggal mempercepat keturunan dan menjadi keluarga yang sempurna kali ini."
Kali ini nyonya Rima sama sekali tidak menjawab apapun yang diucapkan oleh Nyonya Anderson, dia sudah memiliki penilaian sendiri tentang cara pikir keluarga Anderson dan ambisinya. Apalagi saat melihat Nuri yang tampak hanya membenarkan apapun yang diucapkan oleh ibunya tanpa memperhatikan apa yang sedang dilakukan oleh Dika saat ini, terlihat Dika hanya menanggapinya dengan acuh, dia sibuk melihat ke layar ponselnya dan beberapa file yang dikirimkan oleh teman-temannya.
Ibu Rima jauh lebih menyukai ketika Dika tidak menanggapi apapun yang diucapkan oleh ibu mertuanya itu, dia tersenyum tipis melihat kearah suaminya dan mengangguk.
"Sepertinya ada hal yang membuat kami harus bergegas pergi. Terima kasih atas pertemuan hari ini," ucap Tuan Pratama.
"Kenapa pergi terlalu cepat, bukannya kita baru saja duduk beberapa waktu saja?" tanya Tuan Anderson.
"Kami sudah mendapatkan hal yang kami perlukan dan ada banyak hal yang harus kami lakukan," jelas Tuan Pratama.
Dika terlihat bersemangat ketika ayahnya bergegas mengakhiri pertemuan yang sama sekali tidak pernah dia duga hanya beberapa menit saja mereka berada di ruangan itu. Kini Dika berjalan bersama dengan kedua orang tuanya keluar setelah berpamitan dengan keluarga istrinya.
"Dika, kamu mau pergi ke mana? Bukankah kamu baru saja sampai?" tanya Nuri.
"Aku harus pergi ke kantor dan juga aku akan mengantar kedua orang tuaku kembali," balas Dika.
"Baiklah, aku akan menunggumu di rumah jangan lupa untuk pulang tepat waktu! Sepertinya akhir-akhir ini kamu terlihat kelelahan," ucap Nuri dibalas anggukan oleh Dika, setelah gadis itu berpamitan dengan kedua mertuanya.
"Sialân, kenapa aku merasa ibu mertuaku tidak sejalan dengan pikiranku," gerutu Nuri.
"Apanya yang tidak sejalan denganmu, dia yang paling pertama untuk melamarmu! Kenapa kau malah meragukannya?" balas Tuan Anderson.
"Apa-apaan Ayah ini, kenapa kamu malah membela wanita itu?" protes Nuri.
"Iya dia itu tampak menyebalkan bahkan sedari tadi, dia menekan tentang aturan dari keluarga kita kenapa kamu malah membelanya!"tambah nyonya Anderson.
"Memangnya apa yang salah diucapkan oleh Ibu Rina, itu memang benar kan seorang wanita akan menjadi seorang ibu dan kedekatan akan terjalin ketika seorang ibu mengurus anaknya sendiri, bukan seorang perawat seperti apa yang kau lakukan kepada putrimu ini sampai-sampai memiliki sifat dan perilaku yang benar-benar membuatku tidak habis pikir memilikinya," gerutu Tuan Anderson, dia berjalan pergi terlebih dahulu meninggalkan anak dan istrinya.
"Tapi .... lihatlah Ayahmu itu benar-benar sama sekali tidak sejalan dengan pikiran kita!" gerutu nyonya Anderson.
"Ya, biarkan saja pria tua itu melakukan apapun yang dia inginkan yang terpenting sekarang adalah aku sudah memiliki Dika dan sudah sangat jelas apa yang akan terjadi kedepannya, tidak perlu terburu-buru untuk menaklukkanya," ucap Nuri dibalas anggukan oleh ibunya dan mereka pergi keluar dari ruangan VIP itu tanpa pergi bersama dengan Tuan Anderson.
"Kemana kau akan pergi?" tanya Nyonya Rima.
"Aku akan pergi ke kantor Mah, kenapa kau merindukanku?" balas Dika.
"Dasar anak bodoh! Memangnya Ibu mana yang tidak merindukan anaknya?" seru Ibu Rima.
"Iya kau memang selalu merindukan anakmu ini, tapi tidak dengan seseorang yang selalu tidak pernah mengingatku," balas Dika sembari dia menyindir Ayahnya.
"Aku bukan ibumu yang selalu setiap saat harus bertanya tentangmu dan memperhatikanmu. Kau bukan anak kecil lagi," balas Tuan Pratama.
"Iya iya, jika kau sangat memperhatikanku sepertinya itu bukanlah Ayahku!" tegas Dika.
"Anak ini," tatap Tuan Pratama.
Dika tersenyum tipis ketika dia sudah melihat mobil yang ditumpangi oleh kedua orang tuanya sudah melaju dengan kecepatan sedang, hingga dia bergegas masuk ke dalam mobil yang sudah terparkir di hadapannya. Dia tidak ingin bertemu dengan Nuri lagi setelah hari ini, dia merasa tidak bersemangat sekali melihat gadis itu.
"Kenapa aku begitu tidak menyukai dia yang selama ini sudah menjadi kekasihku, malah membuatku tampak muak melihat wajahnya saja. Aku menikahi dia tidak pernah terpikirkan untuk membenci Nuri."
Ucapan Dika tidak dia pahami yang dia tahu selama ini Dika selalu mempertahankan hubungannya dengan Nuri, meski berulang kali gadis itu selalu meminta mengakhiri hubungan mereka.
"Sepertinya memang aku terlalu dibutakan oleh cinta kepadanya dan tidak ingin melihat wanita lain, ternyata prinsipku sendirilah yang menghancurkannya!"
Dika beralih melihat ke arah jendela mobil melihat jalanan yang cukup ramai sehingga setiap kali dia merasa tidak nyaman hanya mengingat wajah Raisa yang dapat membuatnya merasa jauh lebih baik kembali. Gadis yang Dika tahu Raisa selalu mencari kenyamanan di dalam dirinya tanpa memiliki ambisi yang jauh lebih dari apa yang dibayangkan oleh Dika selama ini. Tapi pada kenyataannya dia malah mempersunting wanita yang sama sekali bukanlah keinginannya.
Dika hanya bisa tersenyum berseri-seri setiap kali mengingat gadis itu, belum lama dia berpisah dengan Raisa dan hanya berbincang selama beberapa hari di Villa membuatnya tidak ingin berada jauh dengan gadis itu. Namun mengingat kenyataan dia yang sudah memiliki seorang istri adalah hal yang tidak mungkin jika terus-terusan bersama dengan Raisa di Villa utamanya.
"Hari ini akan ada pertemuan dengan klien dari Singapura, Tuan," ucap Ben.