Melihat kondisi Raisa yang sedang menangis ketakutan, juga menutup wajahnya jika berjalan menghampiri Gadis itu dan mencoba untuk mendekatinya. Saat Raisa menyadari akan kedatangan Dika, dia mendongakkan kepalanya berdiri dan berlari menghampiri Dika memeluknya dengan sangat erat tubuh bergetar dengan tangisan histeris seakan dia menderita dengan perasaan yang cukup dalam menerpanya.
Pelukan erat itu membuat Dika hanya bisa terdiam dia tidak tau bagaimana caranya untuk membalas seseorang yang menangis di pelukannya. Apalagi seorang gadis yang menangis dengan tubuh bergetar ketakutan diperlukannya. Mencoba untuk menenangkan Raisa, namun sama sekali tidak dilakukan oleh Dika ketika dia tidak tahu harus dengan cara bagaimana untuk menenangkan seorang gadis yang menangis di pelukan nya.
Bahkan dia tidak jelas kedekatannya dengan Raisa hubungan antara dia dan gadis itu hanyalah sebatas saling menguntungkan satu sama lain antara Raisa yang butuh perlindungan dan juga Dika yang akan suatu saat nanti membutuhkannya.
"Aku tidak mau di jual, jangan pukul aku lagi," seruan dan rintihan Raisa dalam tangisannya, dia mengingat rasa takut ketika dia bersama pria tua yang selalu sesuka hati memukulinya, menjadi luka yang mendalam dalam hidupnya.
"Apa yang sudah di alami gadis ini?" gumam Dika.
Cukup lama Dika membiarkan Raisa menangis dengan tubuh bergetar, berada di pelukannya, Raisa tertidur dengan damai di pulukan Dika.
"Dia tertidur?" gumam Dika mengangkat sebelah alisnya.
Dika tidak tahu jika seorang gadis dapat tertidur di pelukannya meski dalam posisi berdiri. Dia menggelengkan kepalanya dan menggendong Raisa membawanya untuk tidur di atas ranjang. Namun, Dika terdiam. Dia tidak membaringan Raisa di atas tempat tidurnya, melainkan membawanya keluar dari kamar dan menuju ke kamar pribadinya.
Dika hanya terpikirkan jika gadis itu begitu menyukai tidur di kamarnya dan memilih untuk membiarkan Raisa tidur di kamarnya saja. Membaringkan Raisa yang sudah tidur dalam lelap, Dika terdiam. Dia tidak mungkin tidur di luar apalagi tanpa di kamar nyamannya. Pada akhirnya, dia tetap tertidur di samping Raisa yang malah memeluknya dengan erat, Dikapun membalas dan mendekap erat gadis itu agar tidur dan merasa aman tanpa rasa takut lagi.
Demi memberi rasa aman dari gadis itu, Dika terpaksa untuk tidur di samping Raisa hingga dia pun terlelap tidur berada di satu ranjang yang sama dengan Raisa. setelah dia bisa meyakinkan Nuri bahwa dia berada di luar kota, Dika hanya meminta waktu satu malam saja untuk dirinya.
Namun sama sekali tidak pernah Dika duga jika Nuri sama sekali tidak mencegah dirinya dan menyetujui Dika yang tidak akan pulang malam itu. Meski itu adalah keinginan Dika, tapi ada juga sedikit rasa penyesalan di dalam dirinya tentang posisinya di hati Nuri, sama sekali tidak berarti apapun bagi gadis itu.
Sepanjang Dika memikirkannya hanya membuat dia merasa sesak, namun sama sekali tidak dia duga jika tidur dipeluk oleh seorang gadis akan membuatnya benar-benar tertidur nyenyak malam itu tadi.
"Apakah kalian tahu, tadi malam aku melihat tuan muda menggendong nyonya Raisa yang tertidur masuk ke dalam kamar utama," bisik salah satu pelayanan yang bertugas untuk menjaga dan melayani Raisa.
"Bukankah itu jauh lebih baik dari pada mereka saling terdiam dalam canggung bahkan setelah kembali dari luar tadi?" balas salah satu temannya.
"Ya, tapi bukan tuan muda memiliki seorang ustri? Kenapa dia malah memilih untuk tinggal di sini, bukankah pernikahannya baru saja beberapa hari?" tanya salah satu pelayan lagi.
"Entahlah kehidupan memang selalu mempermainkan perasaan," balas nya.
Di pagi hari terasa pengap dan gerah Raisa rasakan dalam tubuhnya namun dia masih mencoba untuk tidur lebih lama dia semakin mempererat pelukannya. Tangan yang melingkar di pinggang Dika membuat matanya yang tertutup mengerutkan dahinya hingga tangannya mencoba untuk meraba hal yang membuatnya begitu nyaman memeluknya. Kini dalam posisinya dengan jarak dekat Raisa mencoba untuk membukakan kedua matanya hingga dia terkejut ketika merasakan detak jantung yang beraturan.
Mencoba untuk mendongakkan kepalanya dan memperjelas apa yang ada dihadapannya itu, dia terkejut ketika melihat wajah tampan Dika berada tepat di hadapannya melepas pelukan dan sedikit menjauh dari posisi awal. Dia mencoba untuk memastikan kebenaran pria yang ada dihadapannya itu mencoba untuk menyentuh pipi 3 dengan sangat lembut.
"Apakah aku sedang bermimpi? Kenapa pria dingin ini ada di hadapan ku?" gumam Raisa yang dia ingat tadi malam dia bermimpi buruk hingga dia tampak ketakutan.
Namun di dalam mimpinya ada seseorang yang mengeluarkan tangan bahkan memeluknya dengan sangat erat memberi kenyamanan dan membuat Raisa tertidur tanpa merasa ketakutan lagi.
"Apakah tadi malam juga sebenarnya bukan sebuah mimpi, tapi dia yang memelukku?"
Pertanyaan Raisa semakin menumpuk setiap dia menerawang apapun yang terjadi antara dia dan Dika. Dia mencoba untuk mengingat kembali hingga dia baru sadar bahwa tadi malam memang bukanlah sebuah mimpi mainkan dia berlari memeluk Dika yang masuk kedalam kamarnya sehingga terasa nyaman dia tertidur di pelukan pria itu.
"Ya ampun, benar-benar aku yang melakukanya. Tapi kenapa dia malah membawaku ke sini?" gumam Raisa.
Apalagi semakin canggung ketika Raisa mengingat kembali tadi malam titik mencoba untuk melihat sekitar kamar kembali melihat kearah Dika yang masih tertidur pulas membuat dirinya mencoba untuk bergegas bangun dari tempat tidur. Namun sebuah tangan menarik dirinya hingga dia kembali terlentang dan tertidur di sana.
"Bukankah, seharusnya kau bertanggung jawab dengan apa yang telah kau lakukan kepadaku?"
Mendengar suara dan pertanyaan dari Dika membuat Raisa terkejut, hingga dia menoleh kearah pria yang kini sudah membuka kedua matanya menatap tangan kedua mata indah Jangan tajam kearahnya.
"Bertanggung jawab? Apa yang perlu bertanggung jawab, aku sama sekali tidak melakukan apa-apa kepadamu," elak Raisa.
"Benarkah, lalu siapa yang menggoda aku semalaman? Memeluku, menangis dipelukanku dan tidur di pelukanku juga naik ke atas ranjangku? Bukankah itu termasuk kau menggodaku?" jelas Dika dengan suara seraknya.
Raisa tertegun mendengar ucapan dari Dika, dia semakin diam dan tak bergerak ketika Dika mendekatinya perlahan Dika juga menekan tubuh Raisa hingga dia kini berada sangat dekat dengan wajah gadis itu. Bahkan dia berada di atas tubuhnya.
Melihat Raisa yang mengerutkan wajahnya Dika tersadar dengan apa yang dia lakukan hingga dia merutuki dirinya yang berani untuk mencoba melakukan hal yang tidak pantas kepada gadis itu. Apalagi Raisa memiliki trauma tentang seseorang yang menyakitinya, akan tidak baik bagi dirinya jika perlakuan itu masih dia lakukan kepada Raisa dengan sebuah paksaan.
Namun Dika beralih melihat ke leher jenjang Raisa dan juga turun ke arah kancing gaun gadis itu yang sedikit terbuka menunjukkan kedua belahan buah dadãnya membuat Dika semakin terkejut.
"Apakah kau mau bertanggung jawab setelah menggoda aku?" tanya Dika.
Raisa tertegun dia membuka kedua matanya dan menatap Dika yang sama sekali tidak melanjutkan apa yang hendak dilakukan.
"Jadi aku minta maaf karena sudah menggoda kamu, tapi aku juga berterima kasih karena kamu bersedia untuk memelukku dan membiarkan aku tidur di sampingmu. Tapi bisakah kau memberiku waktu untuk aku bertanggung jawab, karena sepertinya bukan seorang wanita yang berhak bertanggung jawab bukan wanita melainkan kamu sendiri yang harus memikirkan apa yang seharusnya menjadi hakmu," ucap Raisa.
"Hak apa maksudmu?" tanya Dika.
"Hak aku akan melakukan apapun yang kamu mau, termasuk bertanggung jawab jika kamu menikahiku. Seseorang yang berstatus suami istri dapat melakukan hal apapun termasuk sebuah tanggung jawab. Bukankah sama sekali tidak layak jika kita tidur di dalam satu kamar dengan jarak seperti ini, hingga kamu harus menahan diri terhadap diriku," jelas Raisa, dia merutuki dirinya sendiri yang malah berbicara seperti itu.
"Omong kosong! Kau hanyalah wanita yang sama sekali tidak aku kenal dan aku ...."
Ucapan Andika terhenti ketika dia menatap kearah wajah Raisa yang tampak begitu lembut, dia bahkan masih dengan wajah tenangnya mencoba untuk mendengarkan ucapannya. Namun hal yang tidak mungkin bagi Dika untuk mengatakan bahwa dia sudah memiliki seorang istri dan hal yang tidak mungkin juga jika dia menikahi Raisa. Dika bangun dari tubuh gadis itu, duduk di samping Raisa dan terdiam tanpa berbicara lagi.
Raisa yang memahami apa yang sedang dilakukan oleh Dika, dia mencoba untuk membenarkan pakaiannya dan duduk di samping pria itu.
"Aku sama sekali tidak memaksamu, tapi aku hanya menyampaikan hal apa yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum seorang wanita dan pria mengatakan tentang sebuah pertanggungjawaban, jadi aku tidak bisa sembarangan bertanggung jawab kepadamu, terkecuali kau menjadikan aku seorang pelayan dan aku akan melayani mu tapi tidak dengan bagian intim seperti saat ini."
Ucapan Raisa membuat D tertegun ia menoleh kearah gadis dengan senyuman tipisnya menatap lembut ke arah dia yang bahkan sudah melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan kepada Raisa. Gadis itu terdiam dan turun dari atas tempat tidur berjalan beberapa langkah, berhenti dan berbalik lagi ke arah tiga.
"Dan satu lagi, bukankah seharusnya kamu yang harus bertanggung jawab kepadaku setelah mendapatkan kegadisanku?"
Ucapan Raisa membuat Dika semakin terdiam, namun dia memilih untuk pergi berjalan keluar dari kamar itu tanpa mencoba untuk menoleh ataupun mendengar penjelasan dari Dika.
Dalam diam Dika termenung dia tahu jika Raisa sedang mencoba untuk memperjelas sifat Dika dan juga apa yang sudah diperbuat terhadap gadis itu, kebingungan kini melanda Dika hingga dia tidak mungkin menduakan istrinya setelah beberapa hari dia baru saja menikah dengan Nuri.
Bertemu di meja makan tidak ada perbincangan antara Raisa dan Dika mereka seakan-akan sedang bertengkar satu sama lain. Mencoba untuk merenungkan dirinya sendiri dengan membuat suasana semakin suram ketika sebuah telepon dari Nuri terdengar begitu jelas membuat Raisa hanya bersikap acuh.
Andika mencoba untuk mencari tahu reaksi gadis itu jika mengetahui bahwa di sudah memiliki seorang wanita terutama istri. Masih memikirkan tentang ucapan dari Raisa, Dika hanya terdiam tanpa mencoba untuk menghampiri Raisa yang berada di taman dan juga berjalan-jalan di tepi kolam ikan.
Hingga di sore hari, Dika sekali tidak menepati Raisa berada di dalam rumah, bertanya kepada beberapa pelayan yang mengatakan bahwa Raisa sedang berada di danau di belakang tangan ketika Dika berjalan mencoba untuk mencari keberadaan gadis itu, Dika terdiam ketika melihat nya bersandar di bawah pohon sembari menatap ke arah danau kecil di halaman rumahnya.
Seketika Raisa mencoba untuk mencari hal-hal yang hilang di dalam dirinya, namun dia hanya bisa menutup kedua matanya dan air mata menetes di pelipis matanya yang membasahi pipinya yang halus.
Dika terdiam ketika dia melihat Raisa terdiam dalam tangisan nya.
"Apakah aku sangat menyakitinya karena aku tidak ingin menikahinya?" gumam Dika.
Dika yang bersikeras tidak ingin pergi menghampiri gadis itu, namun langkah kakinya menghianatinya dan tetap berjalan menghampiri gadis itu.
Raisa yang menyadari kedatangan Dika dia bergegas untuk menyiapkan air mata dan matanya tersenyum tipis menyambut kedatangan tuan rumah nya itu.
"Apakah Tuan memerlukan sesuatu, maaf aku hanya beristirahat saja di sini sebentar."
Ucapan Raisa bahkan sangat asing bagi Dika membuatnya merasa bersalah tidak menanggapi ucapan dan keinginannya duduk di samping gadis itu Dika juga ikut bersandar di bawah pohon melihat danau yang begitu tenang.
"Apa kamu menyukai tempat ini?" tanya Dika.
"Hmm," angguk Raisa.
Dika tersenyum tipis dia mulai membuka dirinya agar tidak membuat gadis itu semakin sedih. Pria dingin angkuh dan acuh seperti Dika kini sedang berusaha untuk mencoba memperbaiki dirinya. Berhadapan dengan seorang gadis seperti Raisa, dia bahkan berusaha untuk tidak membuat Raisa tersinggung ataupun menangis seperti apa yang dia lihat.
Terasa seperti menyakitkan bagi dirinya setiap kali melihat gadis yang duduk di sampingnya meneteskan air mata dalam tangisan dan diamnya, tanpa mencoba untuk membagi cerita dan perasaan yang masakan kali ini. Hingga Dika memilih untuk menemani Raisa di sore hari di taman paling ujung dari rumahnya menatap danau yang tenang berharap dapat membuat Raisa sedikit jauh lebih baik perasaannya.