Raya membaca sekali lagi profil targetnya kali ini, target dari agennya yang lain.
“Maaf ya, Bu. Kalau saya gak kecelakaan motor, saya gak akan merepotkan,” ujar Echa-pegawai Raya yang harusnya menjadi agen hari ini.
Raya menatapnya lalu menatap kakinya yang diperban sampai ke lutut itu.
“Gak masalah. Bukannya sengaja juga,” ucap Raya lalu kembali membaca profil dan progress dari targetnya kali ini.
“Jadi ini adalah pertemuan kalian untuk pertama kali?” tanya Raya.
Echa mengangguk, “Kami belum pernah bertatap muka.”
“Tidak pernah lihat wajah tapi jejak percakapan pesan singkat kalian sudah separah ini?” Raya menunjukkan bukti chat mereka yang penuh dengan obrolan dewasa lalu menggeleng.
“Dia memang seorang lelaki m***m yang suka menggoda perempuan. Alasannya karena dia tidak puas secara seksual dengan istrinya,” lanjut Echa.
Raya mengulum bibirnya, “Padahal usianya sudah sangat matang, tapi kelakuannya sama seperti anak ABG yang baru saja puber.”
“Setiap topik pasti selalu dibelokkan ke arah-arah m***m begini,” lanjut Raya.
“Dia juga sering mengirim gambar itunya,” ujar Echa.
Raya tersentak kaget dan kemudian berekspresi jijik, “Iuh!!”
“Tujuan klien hanya ingin mengetahui bagaimana kelakuan suaminya selama ini, klasik. hanya penggerebekan biasa dan selesai,” lanjut Echa.
“Oke,” ucap Raya sambil mengangguk.
“Hati-hati,” ucap Echa lagi.
Raya mengambil tasnya dan kembali menatap Echa sambil tersenyum, “Aku main kandang sekarang, kamu tenang saja.”
Lalu wanita itu berlalu pergi.
***
Mikha mondar-mandir di depan kafenya menunggu kedatangan Raya, entah kenapa dia merasa gugup sekarang.
“Kenapa Bang?” tanya Gio yang dari tadi heran melihat Mikha mondar-mandir tidak jelas.
“Hah? Ah, gak apa-apa,” jawab Mikha.
Meski begitu Gio tahu ada yang tidak beres karena sikap Mikha yang aneh, dia terus meremas tangannya dan melihat ke arah tempat parkir kafe mereka.
Mikha melirik Gio yang akhirnya pergi dari hadapannya, Raya memang memberitahu Mikha untuk merahasiakan ini semua. Matanya kembali sibuk melihat ke arah tempat parkir itu sampai akhirnya dia melihat sosok Raya yang sedang digandeng seorang lelaki menuju ke dalam kafe Mikha.
Mata Raya dan Mikha bertemu, Mikha lalu segera menuju dapur dan membuatkan makanan yang dipesan Raya sebelumnya. Mata Mikha tidak lepas dari layar CCTV yang memang sudah dia atur untuk tersembunyi.
“Pesanan tiga roti lapis dan dua es kopi,” ujar seseorang.
“Aku yang ambil!” seru Mikha lebih dulu.
Tidak butuh waktu lama untuk Mikha membuat pesanan itu dan menyerahkannya pada pelayan yang akan mengantarkan itu ke meja Raya dan juga pria itu. Mikha mengambil sudut yang tepat hingga kini dia bisa melihat Raya dan lelaki itu sedang duduk mengobrol.
Mikha mengamati lelaki itu dengan saksama, lelaki itu tampaknya berusia tiga puluhan dan sepertinya sudah menikah. Tubuhnya besar dengan perut sedikit buncit dan rambut yang tipis. Matanya memandang Raya dengan tatapan genit, tangannya tidak berhenti mengelus tangan Raya.
Sementara Raya benar-benar berubah dari Raya yang biasanya dikenal Mikha. Matanya memandang lelaki itu dengan tatapan menggoda, senyumnya lebar sekali dan dia memakai lipstick dengan warna yang lebih terang daripada biasanya. Raya seperti bukan Raya.
Lelaki itu sekarang lebih berani karena dia dengan pelan mengusap lengan Raya, dia maju dan menyentuh pipi Raya dan turun ke lehernya. Tanpa sadar, kain lap di tangan Mikha sudah acak-acakan diremas pria itu.
Raya mulai tidak nyaman, dia lalu berjalan menuju ke kamar mandi. Pria itu tidak lama kemudian malah mengikuti Raya membuat Mikha bergerak cepat mengikuti mereka.
Raya sedang mencuci tangannya di wastafel lalu tiba-tiba dia mendengar suara pintu ditutup. Raya menatap ke belakang melalui cermin, pria itu mengikutinya hingga dalam toilet. Raya tersenyum miring melihatnya, sementara pria itu memandang Raya dengan pandangan berkabut nafsu.
“Sialan!! Aku sudah tidak tahan. Sekarang kita lakukan di sini!” ujar pria itu, tangannya sudah berusaha membuka ikat pinggangnya.
Raya tersenyum miring, “Bagaimana kalau aku menolak? Pria m***m sepertimu, siapa yang mau?”
Pria itu tidak gentar, dia mendekati Raya dengan ikat pinggang yang sudah berhasil dia buka.
“Kalau begitu kita lakukan dengan pemaksaan. Tempat ini kedap suara dan musik di luar cukup kencang, “ ujar pria itu.
Raya menatap sekelilingnya dan menyadari bahwa apa yang diucapkan pria ini benar, Raya lalu ingat bahwa pria ini adalah seorang interior desainer.
“Coba saja!” ucap Raya menantang.
Lelaki itu maju tanpa ragu dan bersiap untuk menyerang Raya namun dia salah mengira. Ini adalah Raya, pemegang ban hitam di cabang olahraga Karate. Dengan satu serangan, Raya berhasil membuat lelaki itu berdiri terpaku setelah Raya dengan cepat menendang pusat lelakinya.
Pintu tiba-tiba terbuka dan dengan cepat Mikha menendang lelaki yang sudah berdiri kaku itu sehingga dia roboh seketika. Mikha dengan cepat menghampiri Raya, wajahnya panik dan pucat. Mikha memegang bahu Raya dan menggerakkannya ke kiri dan kanan.
“Kamu baik-baik saja? Kamu terluka? Kamu tidak sempat diapa-apain ‘kan?” tanya Mikha dengan panik.
“Ah syukurlah kamu baik-baik saja!” Mikha menarik Raya dalam pelukannya tanpa sadar.
“A-aku baik-baik saja,” jawab Raya yang masih kaget karena dipeluk Mikha. Dia bahkan dapat mendengar bunyi jantung Mikha yang berdetak kencang.
“Aku khawatir sekali,” ujar Mikha lagi, dia melepas pelukannya dan kembali menatap Raya.
“Kamu benar-benar baik saja ‘kan? Akan kuhajar dia lagi jika kamu bilang dia menyentuh helai rambutmu,” ujar Mikha.
Raya tersenyum dan menggeleng, “Aku baik-baik saja.”
Mikha mengangguk dan menatap pria dilantai itu sedang diikat dan dikeluarkan dari toilet itu. Mikha kembali menatap Raya lagi.
“Berhentilah melakukan hal berbahaya seperti ini lagi! Keselamatanmu bisa terancam,” ujar Mikha.
***
Pria itu akhirnya ditangkap polisi setelah Mikha melapor dan memberikan bukti CCTV di mana dia bersikap messum pada Raya dan menaruh obat-obatan di minuman Raya. Istri dari pria itu juga datang dan menghajarnya di situ.
“Kalian salah! Akulah korban penyerangannya, wanita itu!” Lelaki itu menatap ke arah Raya.
“Dia mengeluarkan jurus lalu menendang anuku,” lanjut pria itu.
“Jangan mengarang cerita! Aku yang menendangmu sampai jatuh,” ucap Mikha.
Raya menatap Mikha dan menahan tawanya.
“Aku bahkan tidak tahu ada kamu!” teriak pria itu.
“Ngomong lagi dan aku tendang kamu!” balas Mikha membuat Raya langsung menahan lengan Mikha.
“Kalian harus percaya padaku!” teriak pria itu lagi.
“Diam!! Setelah urusan kamu ini, aku juga akan melayangkan surat perceraianku padamu!” teriak istri dari pria itu.
Pria itu diam seribu bahasa lalu dibawa pergi oleh Polisi, sementara wanita itu tampak terguncang namun dia mencoba untuk tetap tenang dan waras. Dia berjalan menuju ke arah Raya.
“Terima kasih, sudah menolongku mengungkap semua kelakuan busuknya,” ucap si Istri pada Raya.
Raya mengangguk, “Cukup berikan lima bintang untuk aplikasi kami.”
“Aku akan merekomendasikannya pada semua kenalanku,” ujar si Istri itu lalu pergi.
“Masalah mereka sebenarnya sederhana, hanya saja tidak ada yang mau terbuka,” ucap Mikha yang berdiri di samping Raya. Keduanya menatap ke arah Istri yang berjalan menuju mobilnya.
“Selalu ada solusi untuk semua masalah,” lanjut Mikha.
Raya hanya terdiam, “Bukan urusanku yang itu.”
Mikha melirik ke arah Raya, “Aku mau bertanya sesuatu sama kamu. Tapi bisakah kamu menjawabnya dengan jujur?”
Raya menatap Mikha yang lebih tinggi darinya itu, wajah lelaki itu berubah menjadi serius. Dia lalu menatap Raya lagi.
“Bisakah kamu beritahu aku siapa Zach? Apa hubungannya dengan kamu?” tanya Mikha.
“Kata kamu hanya satu pertanyaan, yang tadi itu dua,” ujar Raya.
“Raya!”
Raya terdiam sebentar, dia balas menatap Mikha.
“Ada apa ini? Kenapa banyak sekali Polisi di sini?”
Suara itu membuat Mikha dan Raya kembali menatap ke arah depan, Zach muncul dengan tatapan kebingungan namun senyumnya mengembang saat melihat Raya.
“Kamu nunggu aku lama?” tanya Zach yang berjalan menuju Raya.
Tanpa ada aba-aba dia langsung menarik Raya ke dalam pelukannya, “Maaf ya, aku tadi harus membantu seniorku melakukan operasi.”
Hati Mikha retak tanpa suara, hancur berkeping-keping. Suara hatinya menyuruh dia untuk pergi maka dia pergi kembali ke dapur meninggalkan Zach dan juga Raya di sana.
Patah hati pertama Mikha.
“Jadi ini rasanya patah hati? Sakit juga.” Mikha berbicara pada dirinya sendiri.