PHY 17 - Tentang Rasa

2176 Words
"Ada dua cerita. Pertama, membuatku terharu. Kedua, membuatku terkejut." ~Kevin~ Satu minggu dikurung dalam suasana basecamp yang sangat monoton membuat Arial merasakan suasana baru meski di rumah sendiri. Dia berjalan menyusuri ruang setelah ucapan salam. Angin dingin seperti menerpanya saat Arial melihat wajah Wulan yang tak sedikitpun menampakkan senyum untuk menyambut kedatangannya. "Ma," tegur Arial hangat. Dia berjongkok di hadapan Wulan yang sedang duduk di sofa ruang tengah. Wulan wajahnya. Arial mengembangkan senyum permanennya semanis mungkin, "Mama kenapa?" tanyanya lembut. Suaranya menenangkan. "Masih kamu tanya kenapa?" balas Wulan suaranya terdengar parau. Seketika senyum Arial memudar. Tatapan Wulan kali ini benar-benar menunjukkan kekecewaannya. "Ma-Maaf Ma," lirih Arial menyesal. "Kamu tau? Semua orang yang tahu Mama karena kelakuan kamu!" jelas Wulan penuh emosi. "Ma, Arial gak undian bikin Mama dibenci orang," kata Arial tulus. Wulan menggeleng tegas, "Kamu sudah membuat Mama malu, Arial!" bantah Wulan pergi dari hadapan Arial. "Ma," panggil Arial lagi-lagi pasrah dengan keadaan dan hanya bisa menatap Wulan yang semakin menjauh. Gue harap Mama gak terus-terusan kemakan omongannya Gilang , batin Arial penuh harap dan sudah memperkirakan semua ini adalah perbuatan Gilang. *** Arial menghela napas pelan. Tatapannya kosong. Rasa bosan mulai menyerbu mood -nya. Remaja laki-laki itu bangkit dan memutuskan untuk pergi menemui Elsa atau mungkin deretan. Ia mengambil kunci motornya di laci meja. Meraba saku belakang mengecek handphone dan dompet. Lalu muncul di ruang tengah. Terlihat Wulan sedang membersihkan beberapa mug keramik klasik koleksinya. “Ma. Arial mau kerumah Kevin dulu,” ijinnya pada Wulan. Wulan hanya diam disibukkan dengan kegiatannya. "Ma," panggil Arial merasa tidak ada sahutan dari Mamanya. "Ya sudah. Jangan sampai kemalaman," Putus Wulan tanpa menoleh. Arial mengangguk, "Iya Ma," ucapnya kemudian berlalu. Semburat warna jingga terlihat lebih cerah dari hari kemarin. Berniat untuk bermain di rumah Kevin menjadi berbelok mampir kerumah doi. Tapi menit berikutnya Arial kembali kepada jalan yang lurus. Dia benar-benar pergi ke rumah Kevin yang hanya berjarak tiga ratus meter dari rumah sakit. Dengan kecepatan pelan Arial menaikkan motornya. Sampai akhirnya tiba di pelataran rumah Kevin. Terlihat Kevin sedang duduk di gazebo depan rumah. "Gaya bener lu. Deket juga pake motor," celetuk Kevin menatap Arial yang baru saja turun dari motornya. "Gaya-gaya gue. Kok jadi lo yang repot?" balas Arial dongkol. Kevin hanya berdecak. Tak lama kemudian Angga datang dengan membawa cemilan satu kantong putih di bawa. "Bawa apa lo?" tanya Kevin berharap Angga membawa banyak cemilan. Angga menaruhnya di hadapan Kevin, "Hobi badog , badan cungkring," ucap Angga kepada Kevin. "Yang penting gantengan gue," balas Kevin mulai membuka bungkusan yang Angga bawa. Harapannya ternyata terkabulkan, Angga membawa banyak cemilan. Goreng tahu, goreng tempe, goreng pula wajah Kevin. " Orang-orang ," Panggil Arial TIDAK mementingkan ocehan Kevin. "Apaan?" ketus Kevin tidak merasa aktivitasnya tidak terganggu. "Ada yang mau gue omongin. Serius," lanjut Arial pandangannya terlihat tidak main-main. "Tentang apa?" sahut Angga duduk di samping Arial. "Pertama, tentang gue sama nyokap gue. Kedua, tentang gue sama Elsa," jawab Arial. "Terus ketiga?" sambung Kevin terlihat menyebalkan. "Udah. Cuma dua," balas Arial bersabar. "Ya udah lanjut," pinta Angga mulai serius. Arial diam diam. Napas perlahan, "Gue heran sama nyokap gue. Segitunya marah sama gue," curah Arial kini pandangannya terlihat kosong. Kenapa emang nyokap lo? tanya Angga menyandarkan punggungnya pada tiang gazebo disampingnya. "Nyokap gue bilang, kalo nyokap kecewa sama gue, udah bikin malu, udah bikin jadi dibenci sama orang-orang. Rasanya gue gak use banget jadi anak," jelas Arial terlihat lesu. "Lo tau sumpah gak, nyokap lo bilang gitu?" celetuk Kevin mulai berubah menjadi bijak. Arial diam, mengingat-ingat kejadian demi kejadian yang dia alami selama belakangan ini. Namun yang ia rasa dalam ingatannya hanya kekosongan belaka. Akibat peristiwa kecelakaan beberapa tahun lalu kejadian itu sulit mengingat hal singkat yang ia alami. “Gue sih udah ngeduga. Kalo ini ulahnya Gilang,” sambar Angga. "Gue juga gitu," tambah Kevin mendukung. Arial menjambak rambutnya, "Pusing gue", keluhnya lalu menatap ke arah Angga dan Kevin secara bergantian. "Harus diapain tuh anak?" tanya Kevin merasa geram sendiri. "Tau dah. Susah kalo masalah yang nyangkut ke utang nyawa mah," jawab Angga ikut bingung. Semuanya diam. Hening. Kevin yang semula memakan cemilan kini ikut bingung soal masalah Arial. Ia menghela berat, saat otaknya sama sekali tidak pernah mau berkompromi untuk mencari solusi jitu. “Sabarin aja dah si Gilang mah,” ucap Angga memecahkan keheningan. "Terus lanjut yang kedua," pinta Kevin tidak sabar. Arial diam diam. Meyakinkan dirinya sendiri, "Gue jadian sama Elsa", ucapnya singkat, berhasil membuat kedua gambar tidak bergeming sama sekali. Mereka terlihat seperti patung setelah Arial melayani yang kedua. Begitu mengejutkan! Benarkah? Itu pertanyaan dari sirat di matanya. "Kok bisa?" Hanya dua kata itu yang mampu keluar dari mulut Kevin dan mewakili pertanyaan Angga. Arial menghembuskan napasnya, "Bukannya lo yang nyuruh gue buat jadian sama si Elsa ikut si Gilang bunuh diri nyusul nyokapnya karena si Nita malah jadian sama gue ?!" jawabnya pedas. "Ya tapi kan gak tiba-tiba kayak gini," timpal Angga masih merasa tercengang. "Tapi lo nembak si Elsa pas lo lagi waras kan, Al?" tambah Kevin. "Waras lah!" kesal Arial. Dia merebahkan tubuhnya di tengah-tengah gazebo. "Tapi kok gue ngerasa kalo lo kayak orang gila?" Kevin persil-ngetuk jarinya didahi. Arial berdecak. Ia tidak terima dengan ungkapan dari sahabatnya yang begitu jujur. "Menurut gue sih. Kalo buat masalah si Gilang. Lo jangan main kasar sama dia. Lo lembutin dia, biar dia gak ada akses buat ngejatuhin lo karena lo hilang kasar sama dia," cerocos Angga tiba-tiba setelah termenung cukup lama. Arial diam. “Jadi di pandangan gue tuh, seumpama Gilang mukul lo diem-diem, terus lo bales terang-terangan. Tapi dari belakang ada yang ngebales lo dengan lebih parah,” jelas Angga lagi. "Dan menurut gue, keputusan lo buat ngelepas Nita meski gak sempet jadian itu bener," tambah Kevin. "Jadi?" Arial kembali bersuara. "Lo anggap aja semuanya udah selesai dan gak pernah terjadi," simpul Angga, "Selamat berbahagia sama Nenek Lampir yang paling doyan nyemil upil kudanil," lanjutnya. Kevin hanya mengangguk-angguk. Arial mendesah, "Kalo gue yang mati pasti gak bakal kayak gini ceritanya," ujarnya pikirannya mulai melayang-layang jauh lebih liar tatkala rasa sakit itu kembali menyerang isi relungnya. "Lo ngomong apa sih ?!" geram Angga menampar Arial pelan. Arial menghela napas perlahan, "Segitu dendamnya si Gilang sama gue," menatap langit-langit gazebo. Udahlah. Lagian itu semua karena kecelakaan, "balas Kevin lagi waras jadi bisa bijak. Arial bangkit dari posisinya. Tatapannya begitu kosong. Ia melingkarkan di lututnya yang ia tekuk. “Udahlah, Al. Gak usah dipikirin,” ucap Angga menepuk bahu Arial. Arial menghembuskan napasnya lagi, "Ya udah yuk?" Ajaknya tiba-tiba sehingga sulit untuk mendukung oleh dua anak manusia yang duduk di sampingnya. "Kemana?" tanya Angga sedikit mengernyit dan merasa penasaran. "Balik, udah mau maghrib," jawab Arial datar tanpa merasa berdosa dan bangkit dari duduknya. Kevin terlihat sedang melot tajam kearah Arial. Dia menunjukkan rasa kesalnya karena rasa penasarannya yang telah diwakilkan oleh Angga hanya terjawab sesederhana itu, "Gak!" cegah Kevin cepat setengah memekik. Tangannya menarik bahu Arial, sehingga Arial terduduk lagi dan nyaris terjerembab. "Kenapa sih lo?" kesal Arial. "PJ dulu!" tuntut Kevin tak disangka. Arial mengernyit, "PJ apaan?" polos tanyanya. "Sok b**o lo!" sengit Kevin menoyor kepala Arial dengan gemas. "Pajak jadian, Al. Masa lo gak tau sih?" jelas Angga. "Baru tau, gue. Kalo jadian ada pajaknya," pikir Arial terbayang seperti membayar pajak di kantor pajak. Kevin terlihat berdecak kesal. Sedangkan Angga hanya dapat menggeleng-gelengkan sebuah memaklumi pangeran jomblo yang sedang kebingungan. "Jelasin, Ga," perintah Kevin terdengar otoriter pada Angga. "Harus bikin NPWP dong, gue ?!" seru Arial setelah cukup lama termenung. "Otak sih boleh encer. Tapi masalah beginian, bikin gue gedeg! Pura-pura begonya suka kambuh!" geram Kevin menatap Angga. Angga mengiyakan saja. Dia mulai menjelaskan pengertian dari PJ alias pajak jadian kepada Arial, "Jadi gini loh, lo sendiri tau kan jaman sekarang—" "Iya. Jaman sekarang suka aneh-aneh!" seru Arial menyambar pembicaraan Angga disusul tamparan keras dari Kevin yang mendarat bebas di pipi kirinya. "Dengerin dulu monyet!" dongkol Kevin merasa benar dan nampak seram. Arial melawannya dengan tatapannya yang paling dingin. Pasalnya tangan Kevin terasa lengket saat menampar pipinya, mungkin karena butiran-butiran daki cemilan yang masih menempel di telapak tangan Kevin. Angga menghela nafas dengan sabar untuk menghadapi dua manusia yang terkadang cek-cok hanya karena masalah sepele, "Udahlah. Mending lo traktir kita berdua, sekarang!" serunya penuh pesan. "Ulang tahun gue masih lama", sahut Arial santai. Angga menghela nafas lagi dengan sabar karena Arial belum juga mengerti dengan maksudnya, "Lo kan sama Elsa udah jadian, jadi seenggaknya lo rayain lah. Lagian kan gue sama Kevin udah ngasih lo banyak masukan tentang masalah lo," jelasnya kemudian. "Ya udah gue balik dulu. Abis isya gue ke sini lagi," jawab Arial mulai bangkit dan Bersiap-siap untuk pulang. "Lah, buru-buru amat!" Kevin heran. "Nyokap," sahut Arial singkat. "Nyokap lo kenapa?" Tanya Angga. “Masih kangen sama gue, ditinggal nginep di basecamp sekolah,” jelas Arial. "Ya udah deh. Ntar gue sama Angga yang ke rumah lo," sambung Kevin pengertian. "Oke gue tunggu," balas Arial berlalu lantas kaos mesin motornya dan membunyikan klakson sebelum benar-benar melesat pergi. Kevin dan Angga saling melempar tatapan, lalu menggeleng-gelengkan menatap jejak Arial yang telah menghilang di balik belokan. Merasa ada yang lain dalam diri Arial. "Tentang perasaan, Bro . Antara nyokap sama anak," ujar Kevin tanpa pandangan pandangannya. Angga hanya manggut-manggut saja. "Gilang emang bener-bener keterlaluan. Dia manfaatin keadaan buat bales dendam. Padahal peristiwa itu terjadi karena kecelakaan dan adanya kesengajaan," gumam Kevin prihatin. "Gue sumpahin. Tuh anak biar cepet tobat," sahut Angga berlalu menghampiri kuda besinya. "Itu namanya bukan sumpah. Tapi doa!" ketus Kevin setengah berteriak. "Kalo doa, dikabulinnya lama. Mending disumpahin," seletuk Angga selogis pikirannya. Kevin geleng-geleng, "Gila lo!" umpatnya. Angga tertawa kecil. "Ya udah yuk. Cabut. Susul si Arial," ajaknya. Kevin diam-diam dan berkacak pinggang, "Yok," sahutnya. *** Terdengar obrolan ringan dan ketawa-ketiwi dari dapur. "Tante dengar kamu pernah juara olimpiade kimia ya?" tanya Wulan terdengar oleh telinga Arial. "Ya begitulah, Tan," jawab seseorang suaranya terdengar di telinga Arial namun wujudnya belum nampak di matanya karena terhalang tembok pembatas antara dapur dan ruang tengah. Rasa penasaran membuat Arial semakin mempercepat langkahnya. "Eh lo, Lang. Gue pikir siapa," tegur Arial basa-basi setelah bangun siaga suara bicara Wulan. Arial pura-pura menjalankan lemari es dan mengambil minuman dingin, "Baru dateng?" lanjut Arial. Gilang mengangguk. Arial diam grup melirik ke arah Wulan, "Udah mau maghrib. Arial ke masjid dulu," ijinnya pada Wulan setelah menenggak minuman dingin dari botol. "Yuk, Lang?" ajak Arial kemudian pada Gilang. "Ya sudah kalian sholat dulu ke masjid. Biar Mama sama Bi Tini siapkan makan malam," ujar Wulan. Arial mengangguk. Kalo gitu, aku berangkat dulu, Tan, pamit Gilang mendahului. "Iya," balas Wulan. Sedangkan Arial masih berdiri di depan lemari es dengan masih memegang minuman ringan -nya. "Kenapa kamu masih disini?" tanya Wulan heran. Arial perlahan-lahan menoleh ke arah Wulan, "Emm Ma ...." ucapannya digantung begitu saja membuat Wulan mengernyitkan dahinya. Perlahan langkah Arial mulai Wulan. Lalu menarik lengan Wulan dan, "Ma, Arial sayang Mama," ucap Arial mencium punggung tangan kanan dilanjut mencium pipi Wulan dengan perasaan penuh kerinduan sentuhan hangat dari seorang Ibu. Seketika itu Wulan termangu dan mematung, merasakan kalau ucapan Arial tidak utama. Rasa sakit menerpanya, lagi. Karena ia pernah gagal menjadi seorang Ibu yang baik untuk Arial. Arial ke mesjid dulu, pamitnya dan berlalu. "Iya sayang. Hati-hati," sahut Wulan mengembangkan senyum hangatnya. Angin sejuk seperti menyelimuti seluruh atmosfer di sekitar Arial. Dia merasakan kedamaian dengan dibalut kehangatan. Arial Membalik tubuhnya, "Iya Ma," balasnya. Lalu tersenyum. Hitungan detik yang cukup membuat perasaan Arial lega dan damai. Arial melanjutkan langkahnya menuju kamar dan mengambil peci putih. Lalu beranjak pergi ke masjid. *** Seusai menunaikan shalat maghrib Arial berjalan melewati ruang tengah menuju ruang makan. "Gilang mana, Al?" tanya Wulan menyambut kedatangan Arial. "Masih di teras, Ma," jawab Arial. “Kamu panggil ya? Kita makan malam bersama,” pinta Wulan halus. Arial mengangguk, "Iya Ma." Tak lama kemudian terdengar suara salam dari dua orang yang berbeda namun dengan jenis yang sama. Terlihat Kevin bintangan di balik pintu yang terbuka tak terlalu lebar. "Ngapain lo, kayak maling gitu ?!" gertak Arial setelah berada di hadapan Kevin dan melihat kelakuan sahabatnya itu. Kevin nyengir kuda, "Iya. Gue mau maling. Maling hatinya Chika. Boleh gak?" ucapnya menaik turunkan kedua alisnya. Arial berdecak, "Minggir," ketusnya tanpa mempedulikan ocehan Kevin. Kevin menegakkan tubuhnya. Lalu geleng-geleng kepala, harap memaklumi dengan mood Arial yang kerap berubah-ubah. "Eh, mau kemana lo? Nih gue beli gorengan," tegur Angga saat berpapasan dengan Arial. "Si Gilang kemana?" tanya Arial berkeliling menyusuri di setiap sudut halaman rumah. "Lah. Emang ada si Gilang?" sahut Angga bertanya balik. Arial mengangguk. "Ngapain dia kesini?" Tanya Angga penasaran. "Silaturahmi," seru Kevin tiba-tiba tepat di telinga Angga dan dengan cepat mencomot goreng pisang di dalam kantong kertas. "Apa sih lu ?!" kesal Angga dengan kelakuan Kevin. "Enggak tuh. Bocahnya!" tunjuk Kevin heboh sendiri. Beberapa detik kemudian. Gilang muncul dari balik gerbang, " Maaf . Tadi, ada urusan," ucap Gilang pada Arial. "Oh," jawab Arial. Gilang melenggang masuk. "Busett," takjub Kevin saat melihat Gilang melenggang santai seperti di rumah sendiri. Lalu dia melempar tatapan pada Arial. Arial hanya mengedikkan bahunya. Kevin berdecak pasrah. “Udah lah, ayo,” ajak Angga menarik kedua sahabatnya. "Gue udah terlanjur dibenci," ucap Arial pelan. Hanya terdengar oleh dirinya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD