Kesalahpahaman

2828 Words
"Sakit maag sama tipus katanya," tutur Sandi. Hamas terpekur mendengarnya. "Harusnya dari awal gak usah ngelamar jadi anggota BEM. Ya gak sih? Plin-plan amat jadi orang. Gak punya pendirian dan gak punya tanggung jawab. Dikiranya, satu BEM cuma ngurusin dia doang? Udah gitu bikin ulah pula sama si Salsa," keluh Megi yang sebetulnya masih sebal dengan pengunduran diri Anne. Hamas diam saja. Ia merasa agak aneh sebetulnya. Tapi tak berbuat apapun. Ia juga hampir tak pernah melihat Anne muncul di mana pun. Gadis itu seolah menghilang. Bahkan ia juga tak pernah kelihat Anne menginap di apartemen Jihan. Padahal sebelumnya, ia sering melihat gadis itu datang ke sana. Sebulan kemudian, sepulangnya dari kampus, ia sengaja menunggu Jihan di depan apartemen Wayan. Kali saja gadis itu muncul. Hampir dua jam ia mondar-mandir akhirnya, ia melihat Jihan muncul. Gadis yang baru keluar dari lift itu terlalu fokus dengan ponselnya dan tak melihat Hamas yang baru saja menegakan tubuhnya. Sedari tadi, ia bersandar di pintu apartemen Wayan. Sahabatnya itu sedang tak di apartemen. Setahu Hamas, Wayan sedang pulang ke rumah orangtuanya di Bogor. "Hei, Ji!" sapanya. Jihan mendongak. Tersadar akan kehadiran kakak tingkatnya itu. "Hei, Kak. Gak pulang? Jihan dengar kalau Kak Wayan balik ke Bogor." Hamas hanya berdeham mendengar pertanyaan itu. Bukan pertanyaan itu yang ingin ia dengar. "Ann udah gak pernah ke sini lagi, Ji?" "Eh-oh?" tentu saja Jihan kaget. Ia baru hendak mengeluarkan kunci apartemennya. Ia berusaha bersikap biasa saja mendengar pertanyaan itu. "Pindah posko, Kak. Kita lebih sering kumpul di apartemen Raina." Aaah. Hamas mengangguk-angguk kemudian pamit masuk ke apartemennya. Jihan menatap punggung yang perlahan menghilang dibalik pintu itu. Ia heran tapi tak bertanya pula. Menurutnya tak penting walau tetap saja....ada yang menyelinap dihati Jihan. Tapi ia tak mau curiga berkepanjangan. Akhirnya, ia juga lupa tentang hal itu seiringnya waktu berjalan. Sementara itu, Hamas menghela nafas usai menutup pintu apartemennya. Ia sesungguhnya merasa heran karena tak pernah lagi bertemu Anne. Esoknya, ia masih mencari-cari Anne. Sedari pagi tapi tak kunjung menemukannya. Bahkan saat ia bolak-balik ke kantin. Tapi Anne tetap tak terlihat. Akhirnya ia makan di kantin bersama Evan. Ingin menanyakan keberadaan Anne pada Evan tapi tentu akan terasa aneh. Walau akhirnya ia mengajukan pertanyaan lain agar Evan tak curiga-curiga amat. "Angkatan lu lagi banyak tugas, Van?" tanyanya. Lebih mungkin kalau menanyakan hal ini bukan? Evan menjawab sambil mengunyah makanannya. "Biasa, Kak. Tugas menjelang UAS. Udah gak pakek rem lagi. Semua dosen hobi menyiksa mahasiswanya disaat-saat terakhir." Hamas hanya tersenyum tipis mendengarnya. Bukan itu jawaban yang ingin ia dengar. Tapi ia berhasil mengambil kesimpulan kalau kesibukan Anne seharusnya masih batas wajar. Lantas....ke mana Anne menghilang hingga tak tertangkap sekalipun dimatanya? "Gue udah jarang lihat Jihan sama Ann," tuturnya sambil mengalihkan tatapan dari Evan dan sok sibuk dengan isi tasnya. Untung saja, Evan tak curiga mendengar pertanyaannya. Sedari tadi, ia memang ingin menanyakan hal itu tapi harus mencari-cari kata-kata yang pas. "Lu aja yang jarang liat kali, Kak." Begitu tutur kata Evan yang mengundang helaan nafas milik Hamas. Usai makan, ia pamit duluan. Hamas hendak solat Zuhur. Alih-alih ke masjid kampus, ia malah berjalan menuju mushola fakultas dan solat di sana. Ia berzikir sebentar kemudian melanjutkan bacaan Qurannya sedikit. Setelah itu, berdiri dan hendak keluar saat mendengar suara Anne di depan mushola. Gadis itu tampak sedang sibuk menelepon seseorang. Tak lama, sudah masuk ke dalam tempat wudhu khusus perempuan. Hamas berdeham, tak jadi keluar. Ia malah menunggu di dalam. Saat menoleh ke belakang dan mendapati Anne baru hendak keluar, ia segera berjalan keluar dan menjumpai perempuan itu. Perempuan itu tak sadar akan kehadirannya. Lagi pula, sudah lama tak melihat. Hamas kan rindu. Ya kan? Long time no see. Itu yang ia katakan. Karena memang sudah sangat lama tak bertemu. Anne tampak kaget. Hamas bisa menangkap wajah kagetnya. Ia tersenyum simpul. Rasanya seperti setahun tak melihat Anne. Lalu balasan gadis itu jelas terdengar begitu canggung. Hamas tersenyum tipis. Ia berkomenar barangkali gadis ini sibuk lalu terkaget karena Anne mendadak berjalan terburu-buru. Ada urusan kah? Hamas mengejar dan menjajari langkahnya yang terburu-buru. Ia memang berniat membicarakan satu hal dengan Anne. Ya kalau memang Anne masih mau jadi anggota BEM, ia bisa membantunya agar tetap dapat ikut perekrutan. Meskipun ia tahu ini ide t***l dan itu akan membuatnya seperti mempermainkan jabatan juga kekuasaan. Padahal ia sendiri yang berjanji untuk tak melakukan itu. Namun demi cinta...astaga...DEMI CINTA? Bukan kah ia terlihat mirip seperti ibunya kalau begini? Hamas hanya bisa meneguk ludah dalam-dalam. Sepertinya ia salah mengucapkan kata-kata ini pada Anne. Ia hanya tak bisa menahan diri kali ini. Salah ya? Sepertinya begitu. Apalagi raut wajah Anne tampak berubah. Gadis itu kaget mendengar kata-katanya. Namun Anne tetap menolak. Hamas tak puas. Ia jelas gelisah. Ia ingin melihat gadis itu setiap hari. Ya kalau perlu begitu. Tapi tak bisa memaksa juga kan? Dilema ini membuat hatinya terasa gundah. Ia tak ingin Anne mengundurkan diri. Entah mengapa. Mungkin itu menjadi satu-satunya cara agar dapat sering melihat Anne yang akhir-akhir ini menghilang. Anne susah sekali ditemukan. Ia sering melihat Jihan di kampus ini tapi tak pernah lagi melihat Anne. Sungguh aneh tapi nyata kan? Padahal Anne masih berkuliah di kampus ini. Lalu penolakan ini ya kalau hanya sakit maag, seharusnya masih bisa kan? Tak akan kumat setiap hari. Namun gadis itu tetap menolak. Ia hanya ingin membuat alasan untuk menghindari Hamas. Namun Hamas tak tahu. Tak sadar pula apa kesalahan yang telah ia perbuat. Memangnya apa yang salah? Dan Anne tidak ingin membahasnya lagi. Gadis itu menjawa tapi nadanya terdengar aneh bagi Hamas. Namun ia tak begitu memerdulikannya. Barangkali hanya perasaannya saja. Akhirnya ia hanya berpesan agar gadis itu dapat menjaga kesehatannya. Lalu dari kejauhan sana, Paijo memanggilnya. Cowok itu sudah melambaikan tangannya dari atas motor. Lamas terpaku. Tentu saja ia kaget. Tak menyangka pula bahwa langkahnya yang membuntuti Anne kali ini malah membawanya berada di tengah-tengah mereka. Kenapa harus Paijo? Kenapa harus lelaki itu? Ada banyak lelaki jika Anne mau, salah satunya memang ia. Tapi kenapa Anne harus menyukai Paijo? Ia sedih mengingat hal itu. Oke, ia tak punya hak untuk memaksa perasaan orang lain. Tapi Anne harusnya tahu kalau Paijo sudah punya pacar. Mereka bahkan berada di fakultas yang sama. Anak-anak satu fakultas juga tahu siapa pacarnya Paijo. Untuk apa Anne terus berdekatan dengan lelaki yang satu ini? Ia benar-benar tak habis pikir. Gadis itu pamit darinya. Hamas hanya berdeham. Matanya sendu karena Anne justru berjalan mendekati laki-laki lain. Naik motor pula. Astagaaaa! Tangannya sampai terkepal. Matanya membulat begitu saja. Ia melihat bagaimana Paijo memberikan helm pada Anne. Dan adegan ini terlihat begitu mesra di mata Hamas. Cowok itu terdiam. Semakin panas. Bahkan ada yang mulai sesak menyaksikannya. Anehhya, kakinya bahkan tak ingin bergerak sedikit pun. Ia tetap terdiam dan membeku. Lalu ia mendengar dumelan Anne yang mempertanyakan mobil milik Paijo. Tapi anehnya tak terdengar jengkel di telinga Hamas. Justru terdengar manis. Namun sialnya lagi, kenapa semua kata itu harus tertuju untuk Paijo? Anne langsung menoyor kepalanya yang tertutup helm itu. Dan Hamas makin panas melihatnya. Ia masih terpekur. Seharusnya ia tak perlu berdiri di sini. Kemudian Wayan tiba-tiba berdiri di sebelahnya. Cowok itu langsung menepuk bahunya dan meledeknya. Ia cemburu? Sangat lah. Apa yang perlu dijelaskan lagi dari kecemburuannya ini? "Helah sama Paijo ini," ledek Wayan. Ia hanya melirik dengan tajam dan Wayan malah terbahak. Ya mungkin bagi Wayan itu bukan persoalan tapi bagi Hamas, ini sangat serius. Tak lama ia membali badan. Wajahnya benar-benar memerah karena cemburu. @@@ "Ya ampuuuun, Kaaaak!" Jihan tak berhenti menertawainya bersama Wayan. Kedua orang itu kompak terbahak mendengar curhatan Hamas tentang perasaannya. Dan Wayan merasa menyesal sudah memintanya untuk jujur tentang perasaannya pada Anne karena ternyata Hamas bisa melow begini. Hamas hanya berdecak melihat keduanya. Akhirnya, usai berberes tadi, Hamas memutuskan untuk menginap saja di apartemen Wayan. Ia sudah memberitahu Tantenya agar tak cemas memikirkannya yang tak pulang. Juga melapor pada Talitha. Perempuan itu posesif parah padanya. Tapi ia bersyukur sih. Ia tak pernah mendapat perhatian keluarga sebegitu dalamnya tapi ia mendapatkannya dari mereka yang memang masih keluarganya. Keluarga besarnya. "Kak Jo sama Ann?" Kali ini Jihan berseru lantas terbahak. Sofa di apartemen Wayan sampai bergoyang. Wayan bahkan memukul-mukul lantai. Cowok itu sudah terduduk di lantai sambil menertawai Hamas yang hanya jengkel menatap keduanya. Ia sedang panas hati karena mengingat kejadian masa lalu itu. Mana disuruh untuk bercerita pula. Tapi ujung-ujungnya malah ditertawakan. "Kan gue udah bilang berkali-kali, Kak. Ann sama Kak Jo itu gak ada apa-apa! Hahahahaa!" Hamas mendengus. Cowok itu akhirnya melampiaskan kekesalannya pada Wayan. Tapi Wayan masih terbahak sekalipun dikirimi tatapan jengkel oleh Hamas. Tawa itu masih belum usai bahkan hingga ketiganya duduk di warung ayam depan apartemen. Tempat tongkrongan Hamas dan Wayan dulu. Dan ini juga mengingatkannya pada Anne karena ia pernah akan di sini bersama Anne. "Semenjak Kak Hamas koas, Kak Wayan pun begitu. Ann jadi sering lagi main ke apartemen," tutur Jihan. Ia juga baru menyadari hal itu usai mendengar cerita lawakan Hamas tadi. Hamas memang tidak melucu tapi ia dan Wayan merasa cerita itu lucu sekali. Kecemburuan kecil yang sebetulnya hanya lah kesalahpahaman Hamas dalam mengartikan hubungan antara Anne dan Paijo. Padahal kenyataannya begitu terang di mana Paijo sudah punya pacar. Hubungan keduanya pun tak lebih dari sebagai kakak dan adik yang terkadang saling perduli. Jihan juga sangat berterima kasih pada Paijo karena lelaki itu sangat menjaga Anne. "Gue justru baru sadar kalau Ann itu punya rasa sama Kak Hamas." Sejujurnya, Hamas senang mendengar kata-kata itu. Tapi entah kenapa, ia tak percaya. Kenapa? Yaaa melihat kenyataan ia dicueki gadis itu, mana mungkin gadis itu suka padanya? Apalagi cinta? Hahaha! Tertawa saja. "Ann itu polos, Kak. Kakak gak perlu trik untuk bisa melihat hatinya." Hamas hanya bisa menghela nafas. Sementara Wayan berdeham-deham mengamati wajah Hamas yang tak begitu berubah. Masih muram. Masih keras kepala dengan pikirannya sendiri. Tapi Wayan tak mau menilai Hamas terlalu jauh karena yang tahu perasaan itu adalah Hamas sendiri. Wayan hanya lah orang luar yang mengamati. "Tapi masa lo gak tahu kalau Ann udah dilamar, Ji?" tanya Wayan. "Dia aja tahu," ungkapnya semari menunjuk Hamas. Jihan menggeleng. Anne tak pernah bercerita apapun soal itu. Jadi, ia belum percaya sepenuhnya mendengar kabar itu. "Lo tau dari mana, Kak?" tanyanya pada Hamas yang menghela nafas. "Agha." Kening Jihan mengerut. "Agha siapa?" Wayan tertawa. Ia juga tak kenal. "Anak BEM sekarang. Anak kedokteran juga, sepupunya Ann." Aaaah. Jihan mengangguk-angguk. Ia sudah lama tak mengikuti perkembangan kampus karena kesibukannya penelitian kemarin. Ia juga bukan anak yang aktif-aktif sekali di kampus jadi wajar kalau ketinggalan berita. "Banyak yang ngomongin dia waktu pertama masuk kuliah dulu," lanjut Hamas. Ia heran saja karena kedua orang ini tak tahu. Wayan mengerutkan kening, tampak berpikir. "Eh?" Jihan baru tersadar tentang siapa yang dimaksud. "Yang mirip Hamas Syahid itu?" Hamas terkekeh mendengarnya sementara Wayan ber-oh ria. Wajah Anne dan Agha tentu berbeda jauh. Ia juga baru tahu kalau keduanya memiliki hubungan keluarga. "Gue dengar-dengar dia suka sama anak satu angkatannya juga." "Lo tahu gosipnya sampai sedalam itu. Tapi gak pernah tahu itu keluarganya Ann," tutur Hamas yang membuat Jihan tergelak. Anne tak pernah bercerita apapun dan lagi, keduanya juga jarang terlihat bersama di kampus. @@@ "Gelisah amat," olok Wayan. Ia tahu apa yang membuat Hamas gelisah beberapa hari ini. Apa? Ya pastinya tak berjauhan dengan gadis bernama Anne yang kerap menyita perhatian. "Terus lo ngapain heh di sini? Balik sono. Apartemen lo di sono bukan di sini." Hamas tak perduli. Cowok itu masih duduk di atas sofa sembari memainkan remote televisi. Tak ada pula yang akan ditontonnya. Wayan geleng-geleng kepala. Cowok itu mengambil minuman dari kulkas lalu melemparnya ke arah Hamas. Sahabatnya menangkap dengan sigap. "Apa sih yang lo pikirin?" Hamas hanya menggelengkan kepala. Enggan membaginya. Wayan geleng-geleng kepala lagi. Tak paham apa maunya Hamas. Ia menghabiskan minuman kalengnya lalu hendak membuang ke tempat s****h yang ada di dapur. Setelah itu, ia hendak memastikan agar pintu apartemennya terkunci. Ya kalau Hamas mau tetap di sini, ia tak masalah. Namun baru hendak membuka pintu, ia mendengar suara dari luar. Suara langkah kaki. Spontan, ia membuka pintu lalu celingak-celinguk ke kiri dan ke kanan. Ann? Matanya menyipit. Lalu meneriakkan nama gadis itu. Anne menoleh. Dan itu membuat Wayan kaget sendiri. Ia bertanya akan ke mana gadis itu malam-malam begini? Mendengar nama Anne disebut, Hamas tentu langsung tersadar. Ia tiba di belakang Wayan lantas menoleh ke kiri, ke arah yang sama dengan Wayan. Tentu saja melihat Anne yang sudah berjalan bahkan tiba di depan lift, ia segera berlari, dengan sengaja menabrak punngu Wayan hingga Wayan terkapar di lantai. Wayan berteriak tapi ia tak perduli. Justru sibuk berlari ke arah Anne hingga tiba di sebelahnya. Ia memanggil gadis itu. Tapi Anne sama sekali tak menggubris. Hingga saat pintu lift itu hampir tertutup, ia mempercepat larinya lalu menahan pintunya. Setidaknya, pintu itu tak jadi tertutup. Ia masuk ke dalam lift dan bertanya ke mana gadis ini akan pergi? Semalam ini namun cara menjawab Anne terdengar begitu ketus. Wajahnya juga tak bersahabat. Ia berusaha mencegah agar Anne tak bepergian selarut ini tapi Anne tak perduli. Ini membuatnya semakin gusar. Begitu pintu lift terbuka, la mengikuti langkah Anne yang keluar dari lobi apartemen. Ia mencoba menasehati Anne agar tak keluar selarut ini. Selain berbahaya, Anne juga masih anak perempuan. Banyak bahaya di luar sana. Tapi Anne tak perduli mau seberapa banyak pun ia bicara dan memanggilnya. Gadis itu malah sibuk menerima telepon. Lalu tak lama, Anne melambaikan tangan. Hamas ikut menoleh pada mobil yang baru saja tiba di depan mereka. Ia langsung bergerak dan melangkah lebih dulu dibanding Anne sehingga menghalangi Anne yang hendak masuk. Tapi tentu saja tak berhasil. Anne tetap bisa masuk dan ia beralih ke dekat jendela supir. Ingin bertanya mereka siapa dan akan ke mana membawa Anne. Ia tentu khawatir. Omong-omong kenapa malah ia yang khawatir? Hamas mengetuk jendela hingga jendela itu terbuka. Lalu ia bertanya, mereka ini siapa? Perempuan yang duduk di depan itu malah bengong lalu terkikik bersama perempuan yang duduk di belakang. Mereka malah melempar pertanyaan lagi padanya. Hamas mengerjab-erjab. Masih bingung hingga lelaki yang duduk di bangku supir menjawab kalau mereka adalah sepupu Anne. Tapi Hamas tak mungkin percaya begitu saja kan? Cowok itu menoleh pada Anne dan gadis itu mengangguk sebagai jawaban. Ia jadi percaya. Oke, pikirnya. Ia akan melepas Anne. Lalu ia meminta maaf karena kelancangannya dan menitip pesan agar mereka dapat menjaga Anne. Pesan yang terdengar konyol bagi para sepupu-sepupu Anne. Bahkan mereka saling bersitatap. Kerutan berubah menjadi senyuman kecil yang mulai meledek. Ada apa dengan Anne dan lelaki ini? Mereka bertanya-tanya. Hohoho. Mereka pamit pergi. Hamas mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Tak lupa mengambil foto untuk menyimpan nomor plat mobil itu. Ya berjaga-jaga saja. Ia kan tetap khawatir. Kemudian ia kembali masuk dan berjalan menuju lift. Di dalam lift, ia bersandar dan bertanya-tanya tentang ekspresi Anne yang tak begitu bersahabat tadi. Ada apakah? Marah? Ia tak menemukan jawabannya. Kalaupun marah, untuk apa gadis itu marah? Bukan kah itu sesuatu yang tak masuk akal? @@@ "Yakin balik lo? Gak nginap di sini lagi?" tanya Wayan, memastikan. Hamas sudah memakai kaosnya. Kaos milik Wayan tentunya. "Kapan-kapan lah. Gue udah dicari Tante gue," tuturnya yang membuat Wayan terkekeh. Selama ini, Hamas tak pernah berbicara kalau ia dicari keluarganya. Tapi ia bersyukur dengan keadaan Hamas sekarang. Setidaknya jauh lebih baik dibandingkan dengan gosip-gosip yang ia dengar. "Gue balik, Yan!" ucapnya lantas mengucap salam dan menutup pintu apartemen Hamas. Tak lama, Hamas sudah keluar dari apartemen dengan mobil. Lelaki itu mengemudi dengan santai hingga sati jam kemudian ia tiba di Depok. Sejujurnya, ia senang tinggal di sini karena rumah Tantenya berdekatan dengan rumah orangtua Anne. Tapi mengingat apa yang terjadi malah membuat hatinya sesak sendiri. Ia berupaya melupakan apa yang sudah terjadi dan berupaya menatap masa depan. Ia tak ingin mengingat apapun lagi terlebih perempuan yang katanya sudah dipinang lelaki lain. Sialnya, mobil yang dikemudikan perempuan itu ada di depannya. Hamas baru menyadarinya ketika mobil itu juga masuk ke komplek perumahan mereka tinggal. Oke, ia memang hapal merk, warna bahkan plat nomor mobilnya. Dan itu membuat Hamas semakin tampak menyedihkan. Alih-alih menyusul, Hamas malah terus memepeti mobilnya dari belakang. Seolah tak ingin lepas dan berpisah. Dan perempuan yang mengemudi pun tak sadar sedang diikuti. Anne mengemudi mobil dengan santai. Ia baru saja menjemput Sherin dari rumah kakaknya untuk dibawa ke rumah. Biar ramai saja rumahnya. Meski terkadang, ia sering bertengkar dengan gadis kecil ini. Tapi ke mana-mana selalu bersama Anne. "AAAAAANN!" teriak mobil yang muncul dari arah berlawanan. Anne yang kaget malah menginjak rem dan itu membuat Hamas secara spontan juga mengerem. Mobil lelaki itu nyaris menabrak mobil Anne dan Anne baru menyadari kalau ada mobil di belakangnya. Ia langsung menoleh ke arah belakang dan mendapati Hamas sedang memundurkan mobilnya. Mobil tadi sudah melintas jauh. Itu mobil Ferril. Cowok itu hanya memanggil dan sudah pergi jauh meninggalkan komplek perumahan. Sementara Anne terpaku melihat mobil di belakangnya. Wajah Hamas tampak tegang karena ia hampir menabrak mobil Anne. Saat Hamas kembali melihat ke depan, saat itu lah keduanya saling bertatapan. Anne segera tersadar kemudian dengan cepat melajukan mobilnya kembali. @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD