Kembali kuliah

1222 Words
"Kamu yakin mau kuliah, Vidya?" tanya Yudistira memastikan. Di hari Sabtu yang terbilang tidak terlalu siang, Yudistira berkunjung ke rumah Vidya dengan ditemani oleh Rianti. Andri yang mengetahui tujuan mereka berdua hanya dapat menggeram kesal. Pantas saja Yudistira rela jauh-jauh dari apartemennya ke rumahnya demi untuk menjemput Rianti. Sindiran pedas nyatanya tak mengubah niat sang istri untuk pergi bersama dengan Yudistira, malahan yang ada sang putra lebih memancarkan aura permusuhan kepada dirinya. "Yakin Om, aku suntuk banget kalau harus berdiam diri di rumah. Lagian tahun depan aku sudah lulus ini." Yudistira hanya meringis saat mendengar perkataan Vidya yang polos itu, memangnya dia tidak ingat apa jika akan melahirkan anak mereka dalam waktu 7-8 bulan lagi dan ditambah dengan proses mengASIhi secara ekslusif selama minimal 6 bulan. Maka otomatis Vidya harus mengajukan cuti kuliah selama minimal setahun. "Vidya, sepertinya kelulusan kamu harus ditunda selama setahun. Memangnya kamu masih tetap akan kuliah saat mendekati proses persalinan? Enggak mungkin 'kan," ujar Rianti. "Memangnya enggak bisa seperti itu, Tante? Aku tetap kuliah aja, lagian nanti pas dede bayinya udah lahir, aku pasti bisa beraktivitas lagi seperti biasa." Rianti dan Yudistira langsung saling melempar tatapan, tidak percaya dengan pemikiran lugu dari Vidya. Ya, sebenarnya bukan semua kesalahannya karena tidak mengetahui perubahan fisik pada wanita yang hamil lalu melahirkan. Ketiadaan sosok sang ibu yang membuat Vidya tidak punya tempat untuk bertanya dan bercerita. Meskipun para art dekat dengan gadis itu, tetap saja ada sekat tak kasat mata di antara mereka. "Vidya ... Mungkin nanti saat kehamilan kamu semakin besar, kamu akan mengerti, sekarang lakukan saja yang ingin kamu lakukan," putus Rianti akhirnya. Dia memilih membiarkan Vidya mengalami sendiri pengalaman selama kehamilan dibandingkan harus bercerita detail. Buat apa? Dijelaskan beberapa kali juga Vidya tidak akan mengerti. Jadi yang dapat Rianti lakukan adalah membimbing dan memberitahu Vidya secara perlahan-lahan apa yang gadis itu rasakan, tapi tidak dia mengerti. "Mama ..." Rianti bahkan mengangkat tangan kanannya mencegah Yudistira yang akan memprotes tindakannya. Dengan memberikan tatapan pengertian akhirnya Yudistira mengikuti apa yang dikatakan oleh sang ibu, dengan harapan tidak akan terjadi apa-apa dengan Vidya nantinya. "Terima kasih, Tante," ucap Vidya. "Jadi kapan mulai masuk kuliah lagi?" tanya Rianti yang tak memperdulikan tatapan kesal Yudistira. "Aku mulai masuk hari Senin besok, Tante. Sepertinya aku harus banyak belajar untuk mengejar ketertinggalan materi perkuliahan." Rianti hanya dapat mengulas senyum saat mendengar Vidya menggerutu layaknya anak kecil. Sepertinya akan mudah untuk mengobati trauma Vidya jika gadis itu telah mempercayai Rianti. Meskipun para art telah memberi laporan jika Vidya tidak bertingkah aneh, tetap saja dalam hatinya, Rianti merasa cemas. Khawatir akan menemukan Vidya yang akan bertindak lebih nekad. "Kalau begitu kamu harus membiasakan diri untuk makan meski sedikit sebelum berangkat kuliah. Makan itu sangat penting untuk kamu dan dede bayi." Seketika Vidya merasa terharu atas perhatian yang diberikan oleh Rianti. Perasaan kosong yang ada di dalam hatinya perlahan terisi dengan kehangatan. Tanpa sadar matanya memanas dan cairan bening pun mengalir deras. "Ekh, kenapa kamu menangis? Ada yang sakit?" tanya Yudistira saat menyadari jika Vidya menangis. "Aku hanya kangen Papa," jawaban itu tak pelak membuat sudut hati Yudistira tercubit dan segera memeluk Vidya untuk menenangkannya. *** "Selamat pagi, Bu Vidya. Sudah siap untuk kembali kuliah?" tanya Jumariah saat membangunkan Vidya pada Senin pagi. "Sudah siap, dong. Aku mau mandi terus dandan biar enggak terlalu pucat. "Bu, ini 'kan sudah masuk musim penghujan, jadi lebih baik Ibu pakai kaus lengan panjang atau jaket biar enggak kedinginan." Jumariah sengaja memberikan saran seperti itu untuk menutupi luka sayatan yang ada di pergelangan tangan kiri Vidya. "Oh iya ya bener juga kata Mbak Jum, sudah mulai hujan dari 3 hari lalu. Aku pakai kaus tipis terus lapisi sama sweater aja kali ya?" gumam Vidya sembari menimbang-nimbang apa yang akan dikenakannya. "Yang penting Ibu merasa nyaman. Ah, jam berapa ini sekarang? Ayo cepat mandi, Bu biar enggak terlambat untuk masuk kelas pagi," ucap Jumariah saat melihat jam dinding. "Mbak, nanti tolong bilang sama Mbok Tati aku mau makan nasi goreng seafood pedas." Jumariah segera keluar dari kamar Vidya dan memberitahu Mbok Tati yang langsung mengerutkan dahinya seraya berkata, "Non Vidya yang minta itu?" "Iya Mbok, Ibu sendiri yang bilang mau nasi goreng seafood pedas," ulang Jumariah. "Padahal Non Vidya enggak suka pedas, apa karena bawaan bayi ya?" ucap Mbok Tati heran. "Mungkin juga, Mbok." *** Ada yang aneh dengan suasana kelas saat Vidya baru memasukinya. Seakan-akan dia menjadi asing dan sepi di tempat yang ramai itu. Tidak ada yang berniat untuk mengajaknya berbicara, bahkan teman yang lumayan dekat dengan Vidya di kampus enggan untuk mendekatinya. Entah hanya perasaannya atau ada hal lain, Vidya merasa semua orang berkasak kusuk membicarakan dirinya. Tawa meremehkan kadang juga terlontar saat teman-teman kuliahnya memandang Vidya. "Apa ada yang aneh denganku?" tanya Vidya dalam hatinya. "Ah lebih baik aku fokus mengejar ketertinggalan saja. Ngurusin mulut nyinyir orang mah enggak ada beresnya," ucapnya kembali di dalam hati. Dan akhirnya meski canggung, Vidya dapat melewati 2 mata kuliah yang saling berdekatan waktunya. Perutnya yang lapar membuat Vidya melangkah ke kantin untuk memakan nasi goreng seafood yang sebenarnya tadi pagi sudah dia santap. Entah mengapa Vidya ingin terus memakan itu. "Apa kamu yang ngiler ya, De? Makanya suruh Mama makan nasgor seafood?" gumam Vidya seraya mengusap-usap perutnya. Kantin yang mulai terlihat membuat mata Vidya berbinar seakan menemukan harta karun. Perpaduan cita rasa nasi goreng yang pedas dan es kopi rasa moka sudah menimbulkan air liur Vidya. Baru saja Vidya akan menyebutkan pesanannya, ponselnya berdering. Dengan mengulas senyum kepada sang penjual, Vidya membuka tas dan mengambil ponselnya. Terlihat nama Yudistira pada layarnya. "Vidya, sudah makan belum?" Suara Yudistira langsung terdengar sesaat setelah Vidya mengusap ikon gagang telepon berwarna hijau. "Ini baru mau pesan makan, setelah itu aku mau ke perpus untuk mengerjakan tugas-tugas yang tertinggal baru setelah itu pulang ke rumah." Laporan Vidya mengenai aktivitasnya membuat Yudistira tersenyum, pasalnya di telinganya Vidya seperti anak kecil yang sedang melapor kepada ayahnya. ''Oh oke, makan yang banyak ya. Om akan mentransfer uang bulanan ke rekening kamu, biar kalian kenyang." Vidya merasa melambung saat mendapati perhatian Yudistira yang manis. "Tapi ingat ya, jangan minum kopi atau minuman kemasan, enggak baik buat kandungan kamu. Kalau mau minum air putih atau teh yang diseduh." Vidya langsung merenggut, perasaan melambung tinggi tiba-tiba jatuh sampai ke dasar. "Ya Om, aku ngerti. Sudah dulu ya Om, aku lapar banget." Tanpa berbasa-basi Vidya langsung memutuskan sambungan telepon. "Nasi goreng seafood pedas dan teh hangat tawar," ucap Vidya menyebutkan pesanannya. Dan baru saja Vidya akan menikmati makanannya, segerombolan gadis yang duduk di sebelahnya mulai bergunjing. Tadinya dia tidak ingin memperdulikan siapa objek yang menjadi sasaran gosip para gadis itu. Tapi setelah Vidya mendengarkan lebih seksama, dia akhirnya sadar jika dirinya yang menjadi objek gosip itu. "Tampangnya aja yang alim dan anak papa, ekh ga tahunya simpanan Om-om. Gua sih wajar aja kalo bokapnya meninggal kena serangan jantung melihat kelakuan bengal anaknya." "Ya mungkin Om-om lebih menantang karena lebih matang dan beruang, beda level lah sama cowok seumur kita yang masih kere." Telinga Vidya terasa panas saat mendengarnya, ingin marah dia tidak dapat melakukannya karena itulah fakta sebenarnya. d**a Vidya tiba-tiba terasa sesak seakan dia tidak dapat menghirup oksigen yang ada di sekitarnya. "Tolong Vidya, Pa. Sesak sekali rasanya," ucap Vidya sesaat sebelum kesadarannya menghilang. Tapi satu hal yang dapat Vidya pastikan, ada seseorang yang menuju ke arahnya dan menangkap tubuhnya yang terkulai lemas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD