Anggasta Chapter 07

1136 Words
Di kelas, Angga menidurkan kembali di atas bangku. Ia memejamkan mata sebentar, ia benar-benar lelah setelah menghantam perut Galih, tetapi kepuasan batin dan pikirannya sudah terbayar dengan lunas. "ANGGA! PULPEN YANG LO PINJEM MANA? GUE MAU NYATET." Puji berteriak dari bangkunya, pindah pandangannya dan sekarang berakhir di bangku Angga, sorot pandang begitu menghunus bak elang yang akan disimpan mangsanya tanpa tersisa. Angga lantas mengangkat dengan malas, cewek satu ini benar-benar membuat pikiran Angga semakin kacau, setelah menegakkan menggunakan dengan sempurna, Angga tampak Puji. Sorot mata mereka berdua beradu sengit. "Hilang," jawab Angga tak peduli, begitu enteng membantah kata seperti itu. Seketika Puji menggeram kesal. "Ish, lo gimana, sih? Pinjem punya orang yang dijaga, nyesel gue minjemin pulpen ke elo," gerutu Puji sembari melempar tatapan sinis untuk Angga kepada Angga. Seperti biasa, Angga tak begitu menghiraukan. Puji mendesah ringan. Sudah dikeluarkan kali Angga mengeluarkan pulpen yang meminta dan ujung-ujungnya pasti setelah Puji meminta pulpennya lagi yang pasti hilang. Sudah tahu jika kelakuan Angga seperti itu, Puji tak perlu membeli kapuk lagi. Cherry dengan senang hati menata obat di rak besar khusus dibuka semua jenis obat-obatan. Ya, dia sedang berada di UKS. Hari ini adalah jadwal Cherry piket PMR. Setelah itu, dia mengambil sapu yang ada di ujung ruangan dan lantas mulai membersihkan lantai. Galih berjalan menuju UKS, sesekali ia meringis memegang perih Meskipun sudah tidak lagi memancar keluar. Setelah sampai di sana, Galih bertemu dengan Cherry yang masih menyapu lantai. Melihat Galih yang memegangi bibirnya, Cherry lantas memberhentikan aktivitasnya dan berjalan tergesa menghampiri adik kelasnya itu. "Kamu kenapa?" tanya Cherry pada Galih. "Kayaknya bibir aku sobek nih kak, perih banget," ucap Galih lirih. Suaranya menjadi sumbang karena dia tidak membuka mulutnya lebar-lebar. "Yaudah duduk di sini, biar aku cariin obat dulu." Cherry menyuruh adik kelasnya untuk duduk di atas brankar. Dengan gerakan yang gesit, cewek bertubuh mungil itu mengambil kotak P3K dari dalam lemari. Cherry mengambil duduk tepat di samping Galih, ia menuangkan alkohol di kapas dan mengelapkan luka sobek di bibir Galih secara perlahan. "Kamu kenapa? Kok bisa gini?" tanya Cherry setelah selesai mengobati luka tonjokan itu. Galih menceritakan kejadian di kantin tadi, dari dia menumpuhkan minumannya di seragam Angga sampai ia terkapar di lantai karena tonjokan Angga yang begitu kuat. "Tuh anak mencoba contohin adik kelasnya dengan melakukan baik malah ngajak berantem." Mendengar cerita Galih Barusan, Ceri juga menerima muak tingkah Angga yang semena-mena seperti itu. Disisi yang lain, Cherry juga berterima kasih kepada Galih yang menjadi korban. "Nggak pa-pa kok kak, ini juga aku yang salah kok." Galih tersenyum kearah Cherry "Ya tapi kan itu cuma masalah sepele. Nggak usah pakai cara penyelesaian untuk diselesaikannya. Lagian, kalau pertarungan kan buang-buang tenaga sama badan berasa sakit sendiri. Kayak nggak ada cara lain aja," gerutu Cherry kesal. Galih tersenyum tipis. “Aku mau ke kelas kak, makasih ya udah obatin,” ucap Galih sopan. Sebercak senyuman muncul dari bibir Cherry yang tipis. "iya, sama-sama." "ANGGA! LO DI PANGGIL BU BETI!"  Teriakan itu sungguh memekkan telinga, Angga yang masih tertidur, pion dibangkunya lantas memekik dan mengucek mata. Puji berteriak dari ambang pintu kelas. "Apaan si lo! Ganggu tidur gue aja," omel Angga. "Lo disuruh Bu Beti ke ruangannya, sana lo minggat!" Puji berkata sarkastik. "Lo ngusir gue?" Angga tampak marah. "Iyalah, buruan," pekik Puji menarik lengan Angga agar cepat bangkit. Sepanjang perjalanan Angga hanya menggerutu lantaran kesal, waktu tidur siangnya pupus begitu saja dan ini karena Bu Beti, dasar naik! Mungkin sidang ini akan terlaksana untuk disetujui, Angga sampai bosan dibuka di ruangan horor itu. Jika satu hari saja Angga tidak masuk ke ruang BK, itu pantas diadakan syukuran. Dan nyatanya, itu hanya halusinasi saja yang tidak akan terjadi. Mana mungkin seorang Anggreo Gasli Tama tidak membuat ulah, hei jangan ngimpi! Hawa mencengkam dapat Angga rasakan setelah memasuki ruang BK. Memang memutar, Angga suka memainkan film horor. Bu Beti memandang Angga sangat sukar diartikan. Wajahnya datar tanpa ekspersi yang membuat Angga meneguk ludah. "Duduk," perintah beliau dengan tegas. Angga baru sadar jika ia tidak sendiri di sini. Ada siswa lain di sebelahnya. Angga tersenyum kecil, melepaskan tidak terbentuk. Angga rasa hukuman ini tidak terlalu berat, karena ada teman yang bernasib sama. Tapi tunggu, sepertinya Angga salah besar. Oh s**l! Angga membulatkan mata lebar-lebar. Sorot mata kembali dikucek barangkali penglihatannya salah karena ia baru saja bangun tidur. Namun, tetap sama, siswa yang disebelahnya tak lain adalah Galih. Angga memutar bola malas, sudah pasti Bu Beti akan membahas perkelahian yang dibuatnya tadi di kantin. Entah itu Galih yang melapor ke guru BK atau ada siswa lain yang mengadu ke Bu Beti. Angga melempar tatapan sinis kearah Galih sebelum fokus kepada guru dihadapannya. "Angga!" Bu Beti diundang. Angga langsung menatap paras wajah guru itu tanpa menjawab panggilan dia. Angga rasa tatapan mata saja sudah cukup untuk dijadikan jawaban. "Kamu tahu kesalahan kamu dimana?" tanya dia terdengar dinyatakan. Angga melirik Galih, anak itu hanya diam bergeming. Angga ingin memukuli lagi adik kelasnya karena berani-beraninya menyeret masalah ini ke guru BK. Ya, Meski belum pasti Galih sih yang melapor. Tapi Angga suka nggak suka pada Galih. "JAWAB!" Bu Beti menggertakan meja. Angga sadar dari lamuannnya dan terpelonjak kaget. "Aku salah apaan, Bu?"  Dasar Angga! Malah tanya letak kesalahan ada di mana. Pertanyaan Angga barusan membuat log Bu Beti tak terkendali. Bagaimana bisa Bu Beti meladeni murid spesies seperti Angga setiap hari. Bisa masuk rumah sakit jiwa lama-lama kalau kayak gini mengunakan. "Buruan minta maaf," perintah beliau. "Lha, tapi kan ..." "BURUAN!" Bu Beti langsung menyela ucapan Angga dengan suaranya yang sangat memekkan indera pendengaran. Sialan! Angga sangat enggan melakukan hal itu. Lantas Angga menghela napasnya panjang, dan menatap Galih tidak suka. Galih berhasil menang sekarang. Kenapa Angga yang harus dimarahin? Oke, dia sudah memukuli Galih sampai babak belur. Tapi, kehilangan posisi Galih juga salah? Kenapa Bu Beti malah marahin Angga kayak gini? Jujur, Angga sangat tidak terima. Duh, pake acara lupa semuanya lagi, Galih kan anak IPA, anak kesayangan semua guru. s****n, kenapa Angga baru sadar hal itu. "Gue minta maaf," ucapnya jutek. Angga tidak benar-benar meminta maaf. Ia tidak sudi melakukan itu jika Bu Beti tidak dapat melakukan. Galih menjabah tangan Angga dan mengangguk sebagai jawaban. Galih tersenyum kecil kearah Angga. Namun, Angga malah memutar bola berselingkuh. Senyum yang Angga lihat hanya senyum merehmehkan. "Oke, Ibu mendorong kamu ingat setiap hari, Angga. Udah berapa kali si ibu, pakai seragam yang kamu bisa nggak bisa? Butuh Ibu ajarin? Dasi kamu kenapa nggak pakai Angga!" Bu Beti lantas menggelengkan melihat anak didiknya b***t seperti itu. Bu Beti salah satu guru yang masuk ke bagian guru paling sabar. Bagaimana tidak? Dia masih sanggup mengurusi Angga. Itu semua Bu Beti tidak hanya semena-mena. Dia juga ingin Angga suka yang berbaring. Menjadi siswa yang disiplin saja Bu Beti sudah senang jika Angga suka itu. Tidak perlu pintar, cukup rajin saja bisa membuat Bu Beti merasa senang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD