Cherry memutuskan untuk kembali ke kelas, ia sangat ngantuk berada di UKS sepanjang hari. Ia mulai berjalan melewati koridor kelas lain. Cherry rasa tidak ada salahnya jika ia ingin kembali ke kelas, karena tugas-tugasnya sudah ia kerjakan semua. Cherry merasa senang mengikuti ekskul PMR. Ia bisa belajar dan sekarang dirinya tahu macam-macam obat. Cherry merasa untung dan tidak menyesal masuk ke ekskul ini. Lagipula, peminat ekstrakulikuler PMR menempati posisi kedua dari seluruh ekskul yang sekolah selenggarakan. Posisi pertama di tempati oleh Pramuka tentunya.
"Em, lo lagi ngapain?" Setelah berjalan kurang lebih lima menit, Cherry akhirnya sudah berada dibangkunya.
Lantas ia bertanya kepada Ema, teman sebangkunya. Sahabatnya itu sedang asik dengan ponselnya. Pertanyaan Cherry barusan sepertinya tidak ia gubris.
"Ih Ema, lo lagi ngapain, si?" Cherry sempat berdecak kesal. Ia menggoncangkan bahu Ema agar menoleh kearahnya. Dan benar, cara itu memang ampuh. Ema memandangi Cherry dengan wajah datar.
"Ada apa? Lo tanya gue?"
Dasar Ema! Cherry sudah mengulang pertanyaan sebanyak dua kali, dan Ema sama sekali tidak menangkap omongannya. Cherry lantas cemberut dan berdecak kesal lagi.
"Lo lagi ngapain? Kok senyam senyum gitu? Lagi kasmaran, ya?" Cherry tersenyum bahagia. Ia membulatkan matanya kearah Ema dan lantas bertepuk tangan heboh bak anak kecil yang baru di belikan bakon oleh orang tuanya.
"Nih lihat." Ema menyodorkan ponsel tepat didepan wajah Cherry. Dengan tatapan mata nyalangnya, Cherry berusaha khidmat melihat video yang berdurasi kurang lebih tiga menit yang ditunjukan oleh Ema.
Cherry mendorong ponsel Ema dari hadapan wajahnya, ia malas melihat seperti itu. Pipi Cherry tampak menggelembung bak ikan buntal. Wajahnya merah, semerah kepiting rebus. Entah itu karena apa.
"Ih apaan si Em, ada orang berantem kok seneng banget." Cherry menggerutu.
"Bagaimana gue nggak seneng, coba? Lo nggak lihat siapa yang berantem?" Ema melotot tepat menghunus sorot mata Cherry.
Ema lantas memencet ikon galeri diponselnya dan memutar video itu lagi. Cewek itu memperlihatkan video tadi dihadapan cherry. Bahkan jaraknya jauh lebih dekat dari sebelumnya. Kalau begini caranya, bagaimana caranya Cherry lihat? Ema dasar s****n!
Cherry berusaha meneliti wajah dua orang yang sedang baku hantam itu. Setelah durasi video itu berhenti, wajah Cherry langsung menengadah ke arah Ema. Ema menaikkan satu alisnya.
"Gimana? Udah lihat? Emang siapa yang lo lihat tadi?" Ema antusias mengucapkan kata itu.
"Angga, anak IPS yang nakal itu? Bener jawaban gue? " Cherry mengucapkan dengan malas.
"Betul bangett," teriak Ema heboh. Ia memekik sangat keras, mau tidak mau Cherry harus menyumpal kupingnya dengan jari.
"Lha, emang kenapa?"
Aduh, Cherry ini gimana si? Dia tidak tahu apa yang dimaksud Ema. Kenapa Ema berteriak heboh dan kenapa Ema senyum-senyum sendiri ketika menonton video itu. Cherry tidak habis pikir jalan pikiran Ema.
Apalagi kelebihan yang Angga miliki selain wajahnya yang kelewat tampan itu coba? Oh satu lagi, dia juga jago berantem. Dan anehnya, Cherry sungguh tidak tahu kenapa Ema berteriak histeris seperti itu.
Tentu saja Ema heboh karena ketampan Angga. Dasar Cherry, otaknya hanya penuh dengan materi pelajaran. Jika berurusan dengan masalah percintaan memang Cherry berada diurutan paling belakang.
"Ganteng bangettt," pekik Ema keras. Ia lantas memeluk ponselnya. Kakinya digertakan di lantai hingga membuat telinga Cherry semakin berdengung sakit.
"Cuih, nakal baru iya," jawab Cherry sarkastik tak setuju seratus persen dengan jawaban Ema.
Hari ini sungguh melelahkan bagi Angga. Jika perlu, Angga akan melingkarkan bulatan merah di kalender pada hari ini sebagai tanda bahwa kesialan berturut-turut terjadi.
Kurang apa lagi coba derita yang Angga dapat? Untungnya, Angga sudah terbiasa kedatangan setiap masalah yang memenuhi hari-harinya. Angga juga sudah menyiapkan tameng yang terpupuk diraganya jikalau masalah lebih serius akan menimpanya.
"Ngga! Lo disidang apaan barusan?" tanya Puji antusias. Ya, antusias ingin mengolok-olok Angga lebih tepatnya. Lebih baik Angga diam, daripada mengurusi Puji yang tidak jelas itu.
"Ish, kok dikacangin si gue," ucap Puji kesal. Ia menggertakan kakinya di lantai. Mulutnya mengembang. Bukan, ia sedang tidak makan. Mulut mengembang itu artinya ia sedang cemberut.
Angga memilih untuk menghampiri Ical dan Kribo yang asik mengobrol. Entah itu lagi ngomingin apaan, Angga tidak tahu. Merasa ada seseorang yang menempati kursi disampingnya yang sedari tadi kosong, Kribo lantas menoleh dan menemukan Angga tengah terduduk disana.
"Eh, lo disidang apaan emangnya? Puji nggak bohong kan kalau lo memang di suruh Bu Beti ke ruang BK?" cerocos Kribo.
Angga memegangi kepalanya. Pusing.
"Iya," jawabnya malas.
"Terus, Bu Beti ngapain lo? Masalah apaan lagi, si?" Ical nimbrung. Ia juga tidak ingin tertinggal.
"Barusan gue buat ulah apa emangnya? Pakek nanya segala lagi," ucap Angga kesal. Tangannya masih setia memegangi keningnya.
Ical dan Kribo mengangguk mengerti. Ia tahu bahwa Angga dipanggil karena cowok itu habis memukuli Galih membabi buta. Siapa yang nggak heboh coba?
"Lo dihukum apa emangnya? Orang tua lo disuruh kesini lagi?"
Flashback on
"Angga, kamu mau Ibu hukum apa?"
Angga tersenyum bahagia. Yes! Hatinya bersorak ria, Bu Beti memberi keleluasan bagi Angga untuk memilih hukumannya sendiri. Sudah pasti Angga sangat senang sejarang. Dan yang terpenting, dirinya akan memilih hukuman yang ringan.
Hey! Siapa juga yang mau memberatkan hukuman untuk dirinya sendiri? Hal itu hanya bisa dilakukan oleh orang gila.
"Kalau gitu saya dihukum membersihkan lantai aja Bu. Eh, nanti-nanti," Angga berpikir lagi sejenak. "Ah, kalau saya dihukum jadi asisten pribadi Ibu gimana?"
Rona wajah bahagia mensponsori wajah Angga.
"Kamu itu selalu bikin Ibu pusing aja deh. Yang mana satu!" Beliau mulai menaikkan nada suara satu oktaf lebih tinggi dari sebelumnya.
"Jadi asisten pribadi Ibu," jawabnya sembari nyengir tanpa dosa.
"Oke, kalau gitu mau kamu." Bu Beti tampak manggut-manggut kepalanya. Angga bersorak ria. Bagi dirinya, ini bukanlah hukuman, melainkan pekerjaan yang akan mendapatkan gaji tentunya. Secara kan Bu Beti guru yang terbilang mapan dan banyak uang. Usianya juga terbilang masih muda.
"KAMU IBU SKORS SELAMA TIGA HARI. ITU HUKUMAN KAMU!"
Sontak Angga mengubah ekspresinya secepat dan setajam silet. Ekspersi itu berubah lantaran ucapan Bu Beti barusan. What? Angga tidak salah denger, kan? Angga masih menatap Bu Beti nanar, apa maksud Bu Beti barusan? Angga sungguh tidak mengerti.
"Nah bu, katanya disuruh milih, gimana si!" Angga menatap Bu Beti tidak suka.
"Keputusan ibu sudah tidak bisa diganggu gugat. Ibu harap, setelah kamu mendapatkan hukuman ini, kamu bisa berubah menjadi lebih baik lagi. Gunakan waktu selama tiga hati itu untuk merenung kesalahan yang kamu buat selama ini."
Selama beliau mengucapkan kata seperti itu, Angga malah meniru gerakan bibir Bu Beti dengan cepat. Ia mencibir kesal. Selamanya, Angga akan ingat kejadian seperti ini.
Flashback off