Chapter 11

1406 Words
  Pukul: 10. 30   Hari ini Rachelta punya rencana untuk pergi ke tempat kerja Edgar. Karena dirinya bosan menunggu di rumah. Wanita itu minta bantuan sopir rumah untuk mengantarkan-nya. Saat sudah sampai di kantornya Edgar Rachelta pun langsung masuk, dan bertanya pada resepsionis karena ini pertama kalinya ia datang ke tempat ini. "Permisi. Aku ingin bertanya ruangannya Edgar Anthony ada di mana?" tanya Rachelta sopan pada resepsionis wanita yang menurutku cukup cantik dan sexy. "Maaf saat ini tidak ada lowongan pekerjaan." ucapannya tidak membalas pertanyaan Rachelta. "Aku tidak ingin melamar pekerjaan." balas Rachelta cepat. Dalam hati ia berkata mana mungkin dirinya bekerja di tempat Suaminya sendiri, lagi pula jika diizinkan untuk bekerja maka ia akan memilih pekerjaan sesuai dengan gelarnya. "Lalu ada perlu apa dengan Pak Edgar?" tanyanya sambil melihat Rachelta dari atas sampai bawah. "Hanya ingin bertemu." balas Rachelta seadanya. "Apa sudah ada janji sebelumnya?" tanya resepsionis itu lagi. "Apa perlu?" tanya Rachelta. "Tentu saja." balasnya. "Beri tahu saja dimana ruangannya." ucap Rachelta mulai geram. "Kau harus mempunyai izin dulu, Nona." balasnya sedikit ketus. Apa perlu seorang Istri meminta izin atau membuat janji dulu sebelum bertemu Suaminya, batin Rachelta. Jujur saja Rachelta sedikit emosi dengan wanita ini, liat saja jika dia sudah tahu siapa dirinya pasti wajah menornya akan langsung pucat. "Aku ingin masuk." ucap Rachelta cepat. "Hai berhenti. Kau tidak boleh sembarangan masuk!" bentaknya pada Rachelta. "Jaga nada bicaramu." ucap Rachelta merasa tidak enak dengan karyawan lain yang jadi memperhatikan mereka. "Keluarlah sebelum aku memanggil security." ancamnya sambil keluar dari meja resepsionis dan menghampiri Rachelta. "Jika kau memanggilsecurity maka aku akan memanggil Suamiku." balas Rachelta. Bukannya takut dia malah tertawa cukup keras. Dan Rachelta belum ingat jika wanita itu belum tahu siapa Suaminya. "Panggil suamimu. Aku tidak takut dan memangnya siapa Suamimu yang kau bangga-banggakan itu?" ucap resepsionis itu. Sungguh Rachelta sangat kesal dibuatnya. Tujuannya ke sini adalah untuk bertemu dengan Edgar, tapi resepsionis ini sepertinya tidak ada etika untuk bekerja di perusahaan Suaminya. "Kau ingin tahu?" tanya Rachelta. "Sangat." balasnya lagi dengan senyum meremehkan. Rachelta langsung mencari kontak Edgar dan mengirim pesan pada pria itu. To: Edgar Cepat ke lantai bawah! Aku sedang ada di sini. From: Edgar Langsung masuk saja sayang. To: Edgar Cepat atau aku pulang sekarang. Edgar langsung turun ke lantai bawah setelah selesai membaca pesan terakhir dari Rachelta. Saat sudah sampai di lantai paling bawah, ia bisa melihat Rachelta sedang berdiri berhadapan dengan karyawannya. Pria itu mendekat lalu tersenyum sangat manis pada Rachelta yang sedang menatapnya dengan wajah memerah. "Rachel." panggil Edgar. Rachelta yang melihat pria itu, langsung menarik tangan Edgar dan memeluk lengannya untuk semakin mendekat. Ia tersenyum mengejek pada resepsionis itu. "Sayang, kenapa wajahmu merah?" tanya Edgar khawatir sambil menyentuh pipi Rachelta. "Dia Suamiku." ucap Rachelta pada resepsionis dan mengabaikan pertanyaan Edgar. Seketika wajah resepsionis itu langsung pucat, ia menegang dan lidahnya terasa kaku untuk di gerakkan. Wanita itu tidak menyangka jika Rachelta adalah Istri Bosnya. "Kak, dia mengiraku ingin melamar pekerjaan di sini, dia juga membentak dan meremehkanku lalu saat aku ingin bertemu denganmu dia melarangku." adu Rachelta. Entah kenapa ia ingin mengatakan pada Suaminya jika wanita itu tidak pantas untuk bekerja di sini. "Apa? Jadi sikapmu seperti itu pada istriku?" tanya Edgar marah, ia tidak rela jika Rachelta di perlakukan kasar dan tidak baik, apa lagi ini di kantornya. "Maaf saya tidak tahu Pak." balasnya dengan suara bergetar sambil menunduk. "Dia sedang hamil dan emosinya tidak stabil, tapi kau malah membuatnya marah seperti ini!" marah Edgar sampai-sampai pegawai lain yang melihatnya menjadi takut. Pasalnya Edgar sudah jarang marah beberapa bulan terakhir ini, dia jadi lebih baik dan sesekali juga tersenyum pada pegawainya, dan itu adalah hal yang paling langkah dari sosok Edgar Anthony. "Maaf Pak Edgar, Nyonya Anthony." maafnya sekali lagi sambil membungkuk hormat. "Jika terulang lagi kau akan aku pecat." ancam Edgar tegas. "Kak." panggil Rachelta dan berhasil mendapat tolehan cepat dari Edgar. "Kenapa? Apa kau terluka?" tanya Edgar. Rachelta menggeleng pelan, ia tidak masalah jika dibentak dan mendapat tatapan sinis dari orang lain karena itu sudah biasa. "Jangan marah." pinta Rachelta sambil menatap Edgar sendu. Seketika wajah Edgar berubah, ia langsung luluh saat mendengar permintaan dan ekspresi Rachelta yang sangat memelas padanya. "Sebaiknya kita ke ruanganku." ajak Edgar lembut, berbeda dari nada bicaranya beberapa menit yang lalu. Edgar merangkul bahu Rachelta lalu pergi ke ruangannya. Saat sudah sampai di sana Edgar duduk di sofa dan menepuk sofa samping kirinya, bermaksud menyuruh Istrinya itu untuk duduk di sana Tapi bukanya duduk di sana, Rachelta malah duduk di pangkuan Edgar sambil menghadap pria itu. Sontak membuat Edgar terkejut dengan kelakuan Rachelta yang menurutnya tidak biasa ini. Mereka duduk dengan posisi yang terbilang sangat intim sekarang, padahal Rachelta tahu jika Edgar tidak boleh menyentuhnya di saat kondisi kehamilannya masih lemah. "Kau sangat tampan." puji Rachelta sambil mengelus wajah Suaminya. Edgar tersenyum lalu melingkarkan tangannya di pinggang ramping Istrinya itu, ia tidak akan bisa menolak pesona manis dari Rachelta. "Nanti anak kita pasti akan tampan sepertimu." ucap Rachelta sambil mengelus seluruh wajah Edgar, dari mulai dahi, alis, kedua mata, hidung, pipi dan yang terakhir berhenti di bibirnya, ia mengelus lembut di sana. Edgar hanya bisa memejamkan matanya, merasakan sentuhan halus dari wanitanya itu. Ia membuka matanya saat merasakan tangan Rachelta berhenti di bibirnya. Pria itu memajukan wajahnya dan mencium lembut bibir Rachelta, ia tahu ini yang di inginkan Istrinya. Rachelta dengan senang hati membalasnya, ia melingkarkan tangannya di leher Edgar dan sesekali menekanya dalam. Edgar menarik pinggang Rachelta lebih mendekat dengan mulutnya yang masih beradu panas. Membiarkan tubuh mereka berdekatan sangat intim dan ini harus dihentikan sebelum Edgar kehilangan kendalainya. "Aku ingin tidur di pangkuanmu." pinta Rachelta saat ciuman mereka sudah terlepas. "Tidurlah selagi itu nyaman untukmu, tapi aku harus melanjutkan membaca laporan perusahaan." balas Edgar sambil mengelus punggung wanita itu lalu ia berdiri dan duduk di kursi kerjanya, dengan Rachelta yang masih duduk di pangkuannya. Rachelta merapatkan tangannya di leher Edgar, ia memeluk leher itu sangat erat dan menempelkan bibirnya di sana, menghirup dan mencium aroma khas Suaminya itu. Edgar melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda tadi, ia hanya membaca beberapa laporan saja karena dirinya juga tidak bisa banyak bergerak supaya Istrinya tidak merasa terusik dalam tidurnya. Sebenarnya ia sangat tidak nyaman degan posisi ini, bahan Rachelta bernafas di lehernya dengan tenang dan membiarkan dirinya harus menahan nafsunya sekuat tenaga.                                                                                                 *** Cukup lama dengan posisi ini, sudah tiga jam lamanya Rachelta tertidur dengan masih memeluk Edgar erat, dan jam makan siang juga sudah terlewat dari tadi. Sebenarnya Edgar merasa sangat pegal di bagian leher dan pahanya, apa lagi dengan posisi duduk selama beberapa jam membuat pantatnya sangat panas. Tapi ia juga tidak tega untuk membangunkan Rachelta. Wanita itu pasti lelah karena sedang hamil muda, apa lagi dia juga sempat bertengkar dengan resepsionisnya tadi. Leher Edgar sungguh sangat sakit, dan dengan terpaksa ia menggerakkan lehernya pelan untuk meregangkan otot. Tapi hal itu cukup membuat Rachelta terusik dalam tidurnya. Wanita itu membuka matanya perlahan dan mengangkat kepalanya menghadap Edgar. Edgar tersenyum melihat Rachelta yang baru bangun tidur, wajah mengantuknya sangat lucu dengan rambut yang sedikit berantakan setelah bangun. "Sudah bangun Nyonya Anthony?" pertanyaan konyol dari Edgar, jelas-jelas Rachelta sudah bangun. Edgar meregangkan lehernya sekali lagi dan merasa lega setelahnya. Ia tersenyum manis pada Rachelta yang menatapnya. "Kau pasti sangat lelah." Rachelta merasa bersalah karena membuat Edgar kelelahan, sungguh dirinya pasti sangat menyiksa Edgar. "Tidak. Aku sama sekali tidak lelah." elak Edgar saat melihat ekspresi bersalah dari wajah Istrinya. "Tidak usah berbohong, sudah sangat jelas jika kau lelah." ucap Rachelta tidak enak. Rachelta langsung berdiri dari pangkuan Edgar. Sedikit merapihkan baju dan rambutnya yang berantakan. Edgar ikut berdiri menghadapnya, ia bisa melihat wajah murung Istrinya. Tapi justru terlihat lucu di matanya. "Aku mau pulang. Kakak lanjutkan saja pekerjaannya." ucap Rachelta lalu mengambil tasnya. Dengan cepat Edgar menahannya, ia tidak mungkin membiarkan Rachelta pergi begitu saja dengan keadaan seperti ini. "Kita makan siang dulu, setelah itu pulang bersama." ajak Edgar, lalu merapihkan mejanya. Setelah itu menggandeng tangan Rachelta. Rachelta hanya diam menurutinya. Ia tahu jika Edgar tidak mau di bantah, jadi lebih baik dirinya diam dan menurut. Mereka hanya makan siang biasa di kantin kantor, karena Edgar sudah tidak tega melihat wajah Istrinya yang sangat murung. Setelah selesai makan mereka langsung pulang bersama. Edgar tidak melanjutkan pekerjaannya karena ia akan menemani Rachelta di rumah. Sungguh Edgar tidak masalah dengan badannya yang pegal-pegal karena memangku wanita itu. Tapi Rachelta juga tidak bisa melupakan-nya begitu saja, ia masih merasa sangat tidak enak pada Edgar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD