Waktu terus berlalu, dan hari-hari pun silih berganti, hingga kandungan Rachelta sudah memasuki bulan keempat dan membuat perut perempuan itu semakin membuncit.
Pagi ini terasa berbeda. Wanita itu sakit, dia mengaku tubuhnya lemas dan panas, bahkan kondisinya akan semakin parah jika dia mual-mual.
"Rachel." panggil Edgar sambil menyodorkan sesendok bubur.
Dari tadi Rachelta tidak mau makan, padahal biasanya wanita itu tidak sesusah ini jika disuruh makan.
"Aku tidak mau makan." tolak Rachelta.
"Tapi kau harus makan, sayang." Edgar sudah cukup bersabar menghadapi sikap Istrinya.
Edgar tidak bekerja karena Rachelta melarangnya, semenjak hamil wanita itu memang menjadi sangat possessive dengan Suaminya, tapi Edgar juga menyukai sikap itu meskipun terkadang juga merasa kesal.
"Aku akan mual jika makan." balas Rachelta.
"Kau bisa menahannya. Makanlah sedikit saja." bujuk Edgar lembut.
Dengan terpaksa Rachelta membuka mulutnya dan memakan bubur yang di suapi Edgar. Tidak ada gunanya berdebat dengan pria itu, pasti ia akan kalah.
Dengan cepat Rachelta memakan makanannya dan sampai suapan kelima, ia sudah tidak bisa menahannya. Rachelta beranjak ke wastafel dan memuntahkan isi perutnya.
Edgar mengikutnya dengan wajah khawatir, ia membantu memijat tengkuknya pelan.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Edgar khawatir.
"Iya." balas Rachelta lemas.
Edgar menggendong Rachelta dan merebahkan-nya di atas tempat tidur, wajah wanita itu pucat dan badanya sangat lemas, hal itu membuat Edgar khawatir.
"Apa masih mual?" tanya Edgar sambil menyapu keringat di wajah Rachelta.
Rachelta hanya menggeleng lemas. Sekarang ia hanya ingin istirahat karena badanya sungguh sangat lemas.
"Istirahatlah." suruh Edgar.
Rachelta meminta Edgar memeluknya sampai tertidur, ia hanya akan tidur jika pria itu memeluknya.
Pukul: 20. 00
Satu minggu berlalu setelah kejadian Rachelta yang jatuh sakit.
Pagi ini Edgar sudah rapi dengan pakaiannya. Ia ada rapat pagi ini, jadi dirinya harus berangkat pagi.
Rachelta merapikan dasi dan jas Edgar yang sedikit berantakan, ia tersenyum lalu melingkarkan tangannya di leher pria itu.
"Cepatlah pulang, aku merindukanmu." ucap Rachelta sambil mengelus perutnya.
"Bahkan aku belum pergi dan kau sudah merindukanku." balas Edgar yang juga mengelus perut buncit Rachelta.
Wanita itu menjinjitkan kakinya lalu mencium bibir Edgar lama, setelah itu melepaskannya.
"Aku berangkat." ucap Edgar lalu mencium kening dan perut Rachelta.
"Baby, jangan nakal di dalam sana ya. Jangan buat Ibumu tersiksa." ucap Edgar sambil terkekeh di depan perut Rachelta, lalu mencium dan mengelusnya lagi.
"Iya, Ayah." ucap Rachelta menirukan suara anak kecil.
Edgar sudah tidak sabar menunggu anaknya dengan Rachelta lahir, pasti sangat bahagia jika sudah menjadi Ayah.
"Hubungi aku jika kau ingin sesuatu." ucap Edgar.
"Iya, Kakak hati-hati di jalan." balas Rachelta, yang diangguki oleh Edgar.
Edgar tersenyum lalu melangkahkan kakinya keluar rumah, diikuti Rachelta di belakangnya.
***
Pukul: 11. 00
Karena bosan berdiam diri dirumah terus, Rachelta pun memutuskan ingin pergi ke keluar dan berjalan-jalan sebentar.
Hanya sebentar sebelum Edgar pulang, karena pria itu pasti akan marah jika tahu ia keluar rumah tanpa seizinnya.
Edgar sangat protektif terhadap Rachelta, ia benar-benar melarang wanita itu untuk keluar rumah tanpa dirinya, bahkan hanya sampai depan gerbang saja ia melarang. Berlebihan memang, tapi Edgar tidak mau mengambil risiko jika hal-hal buruk menimpa mereka.
Pernah satu kejadian saat Rachelta melanggarnya, Edgar langsung marah-marah pada seluruh pelayan dan securitynya, ia tidak marah pada Istrinya karena baginya yang salah di sini adalah pelayan dan security, yang tidak bisa menjaga wanita itu dengan benar, bahkan ia sampai mengancam akan memecat seluruh orang itu, dan semenjak kejadian itu Rachelta tidak pernah keluar rumah lagi.
Tapi karena hari ini dirinya sangat bosan, jadi terpaksa ia melanggarnya lagi. Akan ia pastikan pulang sebelum Edgar sampai di rumah supaya para pekerja di rumahnya tidak kena marah.
Ia meminta Tania menemaninya berhubungan sahabatnya itu sedang libur kerja. Tania bekerja di sebuah Rumah Sakit ternama di kota ini, sebenarnya Rachelta sangat iri melihat Tania karena dia masih bisa bebas dan tidak akan ada yang melarangnya
"Rachelta. Di sini." panggil Tania saat melihat Rachelta baru masuk kafe langganan mereka jika ingin bertemu.
Rachelta berjalan ke tempat Tania duduk, ia tersenyum pada sahabatnya itu yang juga sedang tersenyum padanya.
"Perutmu sudah agak besar." ucap Tania sambil memperhatikan perut Rachelta.
"Benar, aku sudah buncit sekarang." balas Rachelta sambil tersenyum dengan tangan yang mengusap perutnya pelan.
"Kau pasti sangat bahagia." ucap Tania.
"Tentu. Sebentar lagi aku akan menjadi seorang Ibu." balas Rachelta senang.
"Ayo, kita pergi" ajak Rachelta, ia tidak mau lama-lama di tempat ini karena waktunya untuk di luar rumah tidak banyak.
"Ayo." balas Tania semangat.
Mereka tidak pergi jauh-jauh, melainkan ke taman dekat kafe tersebut.
Sudah lama semenjak mereka jalan-jalan terakhir kali, dan itu adalah saat Rachelta pingsan di jalan. Ia sangat merindukan saat-saat dengan sahabatnya seperti ini.
Mereka sudah sampai taman, keadaannya tidak terlalu ramai karena ini adalah hari kerja.
Rachelta berjalan dengan Tania yang ada di sampingnya, ia merasa sangat bebas karena bisa jalan-jalan di luar. Setiap hari di rumah dan tidak ada teman, itu membuatnya sangat bosan.
"Suamimu sangat protektif sekali." cibir Tania saat Rachelta menceritakan tentang Edgar yang melarangnya ini itu.
"Dia terlalu mengkhawatirkanku dan juga anaknya yang belum lahir." balas Rachelta sekali lagi sambil mengelus perutnya.
Tania hanya mengangguk menanggapinya, pasti sangat menyenangkan jika mempunyai Suami yang sangat perhatian. Tapi jika itu berlebihan pasti akan terasa beban, untung kekasihnya tidak seperti itu, dan semoga tidak akan seperti itu nanti jika sudah menikah.
"Ada penjual icecream. Ayo ke sana. Sepertinya aku sedangngidam." ajak Rachelta sambil menunjuk penjual icecream di seberang jalan.
"Tapi kita harus menyeberang jalan. Jalannya cukup ramai." balas Tania.
"Hanya menyeberang. Tidak masalah, kita dulu juga sering menyeberang jalan." ucap Rachelta.
Wanita itu menarik tangan Tania pelan menuju trotoar. Ia mulai melihat ke kanan dan kiri untuk memastikan jika mobil masih jauh darinya, lalu mulai menyeberang dengan hati-hati. Rachelta menarik tangan Tania untuk cepat, sebelum ada mobil mendekat.
Tania hanya menurut tapi ponselnya tiba-tiba terjatuh dari sakunya, ia melepaskan tangan Rachelta dan berbalik mengambil ponselnya di tengah jalan, tanpa melihat kanan kiri terlebih dahulu.
"Tania!" panggil Rachelta sambil berteriak, pasalnya dari arah kanan ada sebuah mobil yang sedang melaju sangat cepat.
Kalau pun mobil itu mengerem pasti akan tetap mengenai Tania, dan jika dia membanting setir ke kanan akan mengenai pembatas jalan, jika ke kiri akan mengenai Rachelta dan pohon besar di belakangnya.
Mobil itu belum menyadari jika ada orang yang sedang berjongkok di tengah jalan karena mengambil ponselnya.
Tania masih belum berdiri dari tempatnya, rasanya otot dan seluruh tubuhnya kaku saat melihat mobil yang melaju ke arahnya dengan sangat kencang.
"Tania!" ucap Rachelta lagi.
Melihat tidak ada pergerakan dari sahabatnya, Rachelta pun tanpa pikir panjang langsung mendorong tubuh perempuan itu ke samping kanan jalan yang sepi.
"RACHELTA. AWAS." jerit Tania.
Kejadian begitu cepat tanpa bisa dihindari, mobil itu menabrak tubuh Rachelta. Pengemudi mobil juga sudah berusaha mengerem sampai menimbulkan suara yang cukup kencang, tapi belum sempat berhenti ia sudah menabrak tubuh seseorang di depannya, tanpa ada unsur kesengajaan.
Darah segar mengalir di kaki dan kepala Rachelta, ia meringis menahan sakit di bagian perutnya dan dirinya dapat merasakan banyak banyaknya cairan yang mengalir di anggota tubuhnya. Sedetik kemudian pandangan wanita itu mulai mengabur.
Hanya satu yang ada dalam pikirannya yaitu Edgar, hanya pria itu yang Rachelta pikirkan saat ini. Bagaimana jika Edgar tahu semua ini?
"Kak, Edgar." lirih Rachelta sebelum ia kehilangan kesadarannya.
Semua orang termasuk Tania yang melihat kejadian tabrakan itu langsung menolong Rachelta. Membantu memindahkan ke mobil si penabrak dan membawanya ke Rumah Sakit terdekat, sebelum nyawa Rachelta melayang karena darah wanita itu keluar sangat banyak.
Memang tubuhnya tidak sadar, tapi jiwa dan raganya masih hidup dan tersadar. Rachelta meminta maaf pada Edgar karena telah melanggar perintah Suaminya itu. Ia pergi tanpa izin dan persetujuan pria itu.
Harusnya ia sadar dan menurut saja, karena Edar tidak akan melarang jika hal itu berisiko. Kejadian tadi begitu cepat, bahkan Rachelta tidak menyadarinya, karena yang ia pikirkan tadi hannyalah keselamatan sahabatnya, dan berpikir jika dirinya aman.