Chapter 10

1399 Words
Pukul: 22. 30   Setelah acara pesta mereka selesai, kini Edgar dan Rachelta baru bisa memasuki kamar mereka untuk istirahat. Para tamu dan  keluarga juga sudah pulang, jadi mereka bisa tenang. "Kak." panggil Rachelta. Edgar menoleh dan menghampiri Alana yang sedang duduk di pinggir tempat tidur mereka. "Apa?" tanya Edgar. "Aku hanya ingin menanyakan tentang wanita tadi." jawab Rachelta. Sebenarnya Edgar tidak mau membahas tentang wanita itu tapi bagaimanapun Rachelta harus tahu semuanya. Pria itu duduk di samping Rachelta, lalu memeluk pinggangnya pelan. "Dia mantan kekasihku." balas Edgar singkat. "Tapi bukankah dia sekarang kekasih dari saudaramu?" tanya Rachelta bingung. "Sepertinya aku harus memberi tahu semuanya" ucap Edgar. "Jelaskan semua." jawab Rachelta tidak sabaran. Edgar menghembuskan nafasnya berat lalu memulai menceritakan-nya. "Kami berpacaran sudah hampir dua tahun dan semua itu harus rusak setelah aku mengenalkan dia pada Levin, bahkan mereka terang-terangan saat mengatakan bahwa keduanya saling mencintai dan sama sekali tidak memikirkan perasaanku." Edgar mengambil jeda sebelum melanjutkan ceritanya. "Sungguh aku sangat muak melihat wajah mereka, mereka manusia yang tidak punya hati, dengan teganya dia berpacaran dengan pancar saudaranya sendiri. Aku bertengkar hebat dengan Levin saat mengetahui hal itu, aku sungguh marah, kecewa dan sakit hati di saat yang bersamaan dan semenjak kejadian itu aku sudah tidak menganggapnya sebagai saudaraku lagi." "Dan si b******k Levin itu dengan tanpa dosanya dia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Semua keluarga juga tahu tentang kejadian ini dan pertengkaran kami berdua, mereka tahu jika kami tidak akan bisa akur seperti dulu lagi." jelas Edgar panjang lebar. Mengingat dan menceritakan-nya saja sudah membuatnya emosi dan sangat kesal, tapi setidaknya ia sudah bisa menceritakan semuanya pada Rachelta. Merasa sedikit lega karena bisa berbagi cerita yang sudah ia pendam selama ini. "Apa Kakak masih mencintainya?" tanya Rachelta. Wanita itu sedikit merasa iba dan ikut emosi saat mendengar cerita dari masa lalu Edgar yang sangat menyakitkan hati itu. "Dulu iya tapi sekarang tidak, aku sudah membencinya dan juga kekasih brengseknya itu." jawab Edgar emosi. Menceritakan dan mengingat dua makhluk itu sudah bisa membuatnya sangat emosi. "Tapi kau kelihatan kesal saat mengingatnya." ucap Alana. Ia merasa belum puas dengan jawaban Edgar. "Aku kesal karena penghianatan mereka berdua." jelas Edgar. "Jika dia ingin bersamamu lagi apa kau mau menerimanya?" tanya Rachelta. Perasaan takut kehilangan mulai menghantui dirinya saat ini. "Tentu saja tidak." balas Edgar tanpa berpikir lama. "Apa jika aku menghianatimu kau juga akan membenciku?" tanya Rachelta , entah kenapa tapi pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutnya. Edgar melihat tidak percaya dengan ucapan Rachelta, sungguh ia tidak mau kehilangan untuk yang kedua kalinya. "Kenapa kau menanyakan hal yang tidak akan pernah terjadi?" tanya Edgar balik. "Ini hanya seandainya Kak, jadi tolong jawab saja." balas Rachelta. "Jika itu seandainya maka aku juga akan bilang tentang seandainya." ucap Edgar sedikit menggantung. "Kak ja-" "Seandainya ucapanku dan perlakuanku selama ini yang seakan-akan sangat mencintaimu itu hanyalah sebuah kebohongan, bagaimana reaksimu?" tanya Edgar sambil menatap mata Rachelta tajam. Jika sudah serius seperti ini, Edgar akan kembali menjadi pria dingin dan keras kepala yang tidak ingin kalah bicara. Sungguh sebutan pria batu sangat cocok untuknya. "Kak." panggil Rachelta dengan nada bergetar, ia sudah tidak bisa lagi berkata-kata saat mendengar ucapan Edgar barusan. "Kembali lagi ke awal, ingat jika itu hanyalahseandainya." jelas Edgar sedikit penekanan saat melihat ekspresi Rachelta akan ingin menangis. Ada rasa lega menghampiri hati Rachelta saat mengingat bahwa itu semua hanyalahseandainya, mungkin jika itu benar-benar terjadi pasti dirinya tidak akan pernah bisa hidup dengan normal lagi. "Jangan pernah mengatakan hal yang tidak akan pernah terjadi." ucap Edgar lembut lalu menarik Rachelta ke dalam pelukannya. Edgar hanya ingin Rachelta tahu jika dirinya paling tidak suka mengatakan tentang hal-hal yang buruk. "Jangan pernah mengatakan hal itu lagi. Aku tidak suka." ucap Edgar sekali lagi dan masih memeluk erat Istrinya. Rachelta mengangguk dalam pelukan Edgar, ia menyesal telah membahas hal yang menakutkan seperti tadi. Merasa sudah cukup Edgar mulai melepaskan pelukannya pelan, ia menghapus sedikitair mata di pipi Rachelta lalu tersenyum lembut dan menenangkan. "Sebaiknya kita tidur, ini sudah malam. Kau pasti sangat lelah." ucap Edgar yang diangguki Rachelta.                                                                                           ***   Pukul: 08. 30   Malam yang gelap sudah di gantikan dengan pagi yang sangat cerah, dan seperti biasa Edgar pasti akan bangun lebih dulu. Pria itu melihat wajah damai dan polos Istrinya saat masih tidur dengan tenang, sinar matahari bahkan tidak bisa mengusiknya. Edgar mengelus pipinya pelan sabil masih tersenyum. Pasti Rachelta akan bangun setelah ini batinya. "Egh." erang Rachelta sambil menggeliat pelan. "Morning." sapa Edgar sambil tersenyum, memperlihatkan deretan gigi putihnya. "Morning." balas Rachelta lalu menyusupkan kepalanya di d**a Edgar lagi. Rachelta mempererat pelukannya, ia tidak ingin lepas dan berjauhan dengan Edgar. Merasa nyaman dan tidak ingin melepaskan pelukannya pada Suaminya ini. "Oh, manjanya." goda Edgar. Rachelta tidak menjawab dan memilih memejamkan matanya kembali. "Hari ini aku harus kerja." ucap Edgar. "Bisa libur untuk hari ini?" tanya Rachelta yang masih dalam posisinya. "Aku sudah dua hari tidak masuk. Pekerjaanku akan sangat menumpuk." balas Edgar. "Tapi aku ingin seperti ini." ucap Rachelta manja. "Aku akan pulan cepat nanti." ucap Edgar. Rachelta tidak membalas ucapannya dan masih dalam posisinya, ia tidak mau jauh dari Edgar. Edgar melepaskan pelukan wanita itu lalu tersenyum pada Rachelta yang sedang cemberut. Sangat lucu batinya. "Aku akan mandi." ucap Edgar lalu turun dari ranjangnya.   Pukul: 19. 00   Rachelta masih menunggu Edgar yang belum pulang. Ia benar-benar kesal karena pria itu bilang akan pulang cepat, tapi sampai sekarang dia belum pulang juga. Rachelta berjalan ke lantai bawah dan mencari dapur, ia sangat haus tapi tidak tahu di mana dapurnya. Sedari pagi ia hanya di dalam kamar dan pelayan akan mengantarkan makanan untuknya. Dari tadi ia sangat mual dan pusing, itu membuatnya enggan untuk berjalan keluar. "Nyonya mencari apa?" tanya satu pelayan di depan Rachelta. "Aku mencari di mana dapurnya." jawab Rachelta sambil tersenyum kecil. "Apa Nyonya butuh sesuatu?" tanyanya sopan. "Aku haus." balas Rachelta. "Tunggu sebentar." ucap pelayan itu lalu pergi dari hadapan Rachelta. "Aku ikut." ucap wanita itu. Rachelta mengikutinya sampai dapur, ia duduk di salah satu kursi di meja makan yang sudah tertata beberapa menu makan malam di atasnya. "Ini Nyonya." pelayan itu memberikan segelas air putih untuk Rachelta. Rachelta meminumnya sampai setengah. Ia melihat pelayan itu masih berdiri di sampingnya sambil tersenyum. "Apa Kak Edgar sudah pulang?" tanyanya saat sudah selesai minum. "Belum Nyonya." Jawabnya  sopan. "Jangan memanggil Nyonya. Nona lebih baik." ucap Rachelta. "Iya, Nona." balasnya Lalu pelayan itu pamit untuk melanjutkan pekerjaannya. Sedangkan Rachelta masih duduk dan meminum airnya sampai habis. "Apa kau menungguku?" tanya Edgar tiba-tiba. Rachelta hanya melihatnya sekilas lalu mengalihkan pandangannya lagi. Edgar duduk di samping kanan Istrinya, ia menggeser kursinya agar lebih dekat lalu mencium pipi wanita itu kembut. "Ingin makan apa? Biar aku ambilkan." tanya Edgar. Rachelta masih diam sambil melihat beberapa makanan di depannya. Mendiamkan Edgar lebih baik karena ia masih sangat kesal dengannya. "Apa kau tidak suka makanan ini?" tanya Edgar lagi. "Atau kau sudah makan?" lagi Edgar beratanya tapi tidak ada sahutan. "Ada apa denganmu?" tanya Edgar sedikit kesal karena Rachelta tidak menganggapnya ada. Rachelta berdiri dan berjalan ke kamarnya. Edgar yang melihatnya semakin bingung lalu berdiri menyusul wanita itu ke kamar.         Duduk bersandar di sofa kamar sambil memejamkan mata sangat menyenangkan bagi Rachelta saat ini, tapi ia merasa terusik saat ada sebuah tangan menyentuh bahunya pelan. "Kau kenapa?" tanya Edgar pelan, tapi hanya mendapatkan tatapan dingin dari Istrinya. "Apa aku membuat kesalahan?" tanya Edgar sambil mendekatkan duduknya. "Iya. Kakak bilang akan pulang cepat tapi apa? Bahkan sekarang sudah malam dan Kakak baru pulang, kau tega meninggalkanku sendiri di rumah sebesar ini dengan orang-orang yang belum aku kenal sama sekali." balas Rachelta marah. Edgar menelan ludahnya dengan susah payah, ia baru tahu jika Rachelta marah akan seseram ini. Pria itu menarik tubuh Rachelta pelan sampai ke pelukannya. "Maaf." ucap Edgar, lalu menjelaskan kenapa dirinya bisa sampai pulang terlambat. Edgar terlambat pulang karena tadi dirinya terlalu serius saat sedang mencari tahu di internet tentang wanita hamil, ia sudah mengerti jika wanita hamil sanggatlah sensitif dan memiliki emosi yang labil. Rachelta membalas pelukan Edgar dengan erat, dirinya memang kesal tapi rasa rindunya lebih besar dari pada kekesalannya. "Kau sudah tidak marah?" tanya Edgar sambil melepaskan pelukannya. Rachelta menggeleng lemah dan mencium pipi Suaminya sekilas. Membuat Edgar ikut tersenyum saat melihat. "Aku merindukanmu." ucap Rachelta manja, lalu memeluk Edgar lagi. Edgar terkekeh saat melihat sikap Rachelta yang sangat manja, bahkan dia baru marah-marah tadi dan sekarang sudah bersikap manja. Sungguh sikapnya memang sedang labil sekarang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD