Akhir pekan yang menyedihkan bagi Zea karena sejak dua hari yang lalu Tristan tidak datang menemuinya, bahkan mengirim pesan pun tidak, Zea mulai khawatir dengan hubungan yang seharusnya di perjelas ini.
Tak lama kemudian suara bel terdengar, Zea langsung melangkah menuju pintu kamar, jika itu Tristan tidak mungkin ia memencet bel, pasti langsung masuk. Jadi, siapa kira-kira?
Zea membuka pintu dan melihat dua wanita dan satu pria slay memegang kipas bulu berdiri didepan pintu. Mereka tersenyum pada Zea.
“Nona Zealova Elex Steward?” tanya pria slay itu.
“Iya.”
“Perkenalkan aku … Louis, aku salah satu designer terkenal di negeri ini,” kata Louis. “Dan ini dua asistenku.”
Zea mengangguk. “Terus? Kalian mau apa kemari?”
“Kami mendapatkan tugas dari Tuan Muda Addeson untuk membantu Nona mengenakan gaun,” kata Louis. “Kami bisa masuk, ‘kan?”
Zea lalu membuka pintu kamar lebar dan mempersilahkan ketiga orang yang tidak Zea kenali itu masuk.
Zea menautkan alisnya ketika Louis memegang lengannya dan memutari tubuhnya. Zea hanya mengikut saja, karena mereka suruhan Tristan.
“Aku bisa mengenakan gaun sendiri,” kata Zea.
“Oh tidak bisa, Nona. Ini sudah menjadi tugas kami, dan Tuan Muda Addeson mengatakan tidak boleh melepas Nona jika belum selesai. Jadi, kita harus segera menyelesaikan tugas ini.” Louis melanjutkan. "Jangan rewel, ya."
Zea mengangguk. Itu terdengar seperti dia anak kecil.
Gaun itu di perlihatkan oleh dua asisten Louis dan memperlihatkannya kepada Zea. Zea bingung untuk apa gaun putih indah itu?
Satu asisten Louis mendudukkan Zea ke kursi depan meja riasnya. Setelah itu langsung memberi polesan di wajah, karena Zea cantik dari sananya, jadi tidak perlu make up tebal, cukup dengan bedak seadanya dan memerah di pipi.
“Ini untuk apa, ya? Ada acara apa?” tanya Zea.
“Kami juga tidak tahu,” jawab Louis enggan menjawabnya. "Kamu hanya mendapatkan perintah untuk mendandani Nona."
“Tapi kenapa aku—”
“Body sungguh sempurna, cocok jadi modelku,” kata Louis.
“Heem?”
“Tidak tidak. Tutup mata ya, biar make up-nya semakin bagus.”
Zea mengangguk lalu menuruti Louis. Zea sudah tidak sabar kejutan apa yang akan Tristan berikan kepadanya. Zea pasrah dan menerima semua takdirnya.
“Nona Zea sudah cukup cantik, jadi poles sedikit saja,” titah Louis.
***
Setelah selesai make up, Zea menunggu di kamar hotel, kata Louis akan ada yang menjemputnya, entah siapa. Zea terlihat sangat cantik dan menawan, mengenakan gaun putih yang indah, dan hiasan rambut yang menawan.
Tak lama kemudian, Roland datang dan melihat Zea yang sudah bersiap. Roland terpaku sesaat namun cepat menyadarkan diri, karena Zea adalah milik bosnya. Roland tak suka ini, tapi ini titah bosnya, tak ada yang bisa ia lakukan. Ia melihat tak suka pada Zea.
“Tuan Roland?”
“Jangan panggil saya dengan sebutan itu, panggil saja saya Roland.” Roland terpaksa mengatakan itu karena Zea akan menjadi istri bosnya, jadi secara otomatis pun Zea adalah bosnya.
“Tapi—”
“Nona Zea adalah istri bos saya, jadi Nona harus memanggil Roland. Mau tidak mau, harus.”
Zea mengangguk. “Tapi, kita mau kemana?”
“Ayo, akan saya antar ke tujuan,” kata Roland.
Zea mengangguk lalu mengikuti langkah Roland, dengan gaun yang cantik dan menarik, semua orang tertuju kepadanya, Roland pun terpaku sesaat karena kecantikan Zea yang begitu membuat hati siapa pun akan tergerak.
Pantas saja Tristan ingin memiliki Zea, ternyata alasannya memang cukup jelas. Karena sebuah tubuh yang indah dan wajah yang cantik.
“Roland, tapi ini benar suruhan Tristan, ‘kan?” tanya Zea.
“Iya.”
“Aku benar-benar takut,” kata Zea.
Roland mempersilahkan Zea untuk masuk ke mobil, lalu supir pribadi melajukan mobil pergi meninggalkan hotel, sementara Roland naik ke mobil yang berbeda.
Mobil tersebut iring-iringan, menuju tempat dimana Tristan menunggu.
Memakan waktu hampir setengah jam, tiba lah Zea di salah satu gereja yang agak jauh dari kota, Zea menautkan alis dan menoleh sesaat melihat Roland yang mempersilahkannya masuk ke gereja. Ia butuh penjelasan tapi tatapan Roland tidak mengarah kepadanya.
Zea bingung, ia melihat Tristan tengah berdiri didepan altar dengan jas mewah dan dasi kupu-kupu.
Zea akhirnya paham bahwa ia kemari untuk menikah, namun tidak ada siapa pun di sini. Zea bingung, namun tetap mengikuti alur.
Zea berjalan perlahan menuju altar, sudah ada pendeta yang menunggu. Tristan tersenyum bahagia didepannya, menantinya didepan sana. Hati Zea berdebar hebat.
Zea akan menikah? Hanya ada Roland yang menjadi saksi pernikahannya dengan Tristan, tidak ada keluarga Steward dan tidak ada keluarga Addeson.
Tapi, Zea tetap senang karena Tristan bertanggung jawab atas kehamilannya.
Zea tersenyum ketika tangan Tristan menyambutnya didepan pendeta. Dan akhirnya pernikahan pun terjadi.
Mereka mengikuti instruksi pendeta sampai selesai.
***
Akhirnya pernikahan itu sah, pernikahan yang benar-benar menjadi babak baru untuk Zea, Zea bahagia tanpa tahu bahwa ia adalah istri kedua Tristan. Zea tak tahu jika ternyata Tristan sudah menikah jauh sebelum menikahinya.
“Terima kasih, Tuan,” ucap Zea yang saat ini tengah diperjalanan bersama Tristan, mereka akan kembali ke hotel.
Tristan mengangguk. “Apa kamu sudah tenang sekarang?”
“Iya. Aku sudah tenang,” jawab Zea. "Aku memang ingin pertanggung jawaban dari Tuan."
“Kamu tidak masalah menikah tanpa kehadiran keluarga?” tanya Tristan.
“Tidak masalah. Aku juga tidak ingin keluargaku hadir,” jawab Zea.
Tristan membelai rambut Zea, membuat Zea bahagia karena telah menemukan kebahagiaannya, walaupun tanpa ia ketahui ini babak baru untuknya dan banyak masalah yang akan menghadangnya didepan sana.
“Tapi jangan pernah melarang ku untuk bekerja,” kata Zea.
“Terserah kamu, kamu mau bekerja atau tidak, itu tidak masalah.”
“Tapi, aku tidak akan mengatakan apa pun di kantor,” kata Zea.
“Maksudnya?”
“Aku tidak akan katakan kepada siapa pun bahwa aku istri Tuan,” kata Zea tersenyum.
Memang harus seperti itu, karena di kantor ada Tamara, akan menjadi kehebohan jika ia melakukannya.
Syukurnya Zea memahaminya dan mengatakan hal itu sebelum Tristan yang memintanya.
"Kenapa seperti itu?" Tristan berpura-pura bertanya.
"Karena aku menjaga privasi Tuan dan pekerjaan Tuan. Aku tidak akan membuat Tuan malu." Zea melanjutkan.