[ Ata - 04 ]

1006 Words
Arsen melangkah lebih dekat untuk membuka pintu. yang lain hanya diam memperhatikan. begitu pintu terbuka, Arsen dibuat lemas melihat pemandangan di depannya ini. Bara, Biru, Dery, Elang dan Gilang berjalan mendekat kearah Arsen. mereka menajamkan penglihatan kala melihat tubuh mungil terbalut selimut dengan wajah pucat. dia Ata, terbaring dengan wajah pucat dan tubuh yang terbujur kaku. air mata yang sedari tadi ditahan Gilang mengalir deras tanpa aba-aba. Gilang berjalan menuju tempat tidur dengan langkah lesu, tangisannya semakin kencang setelah memastikan bahwa itu benar-benar Ata.   seseorang yang tengah mereka cari. "Adek? dek? bangun yuk. katanya mau s**u yang hiks.. banyak.. pengen.. pizza juga 'kan? hiks.." Gilang menangis histeris di depan tubuh mungil Ata yang terlihat seperti... mayat? Arsen terisak tanpa suara, begitu juga dengan yang lain. Bara mendekat kearah Ata yang terbaring lemah. dengan cepat mengangkat tubuh mungil Ata kemudian berjalan memasuki mobil. Arsen berjalan dengan langkah gontai membuka pintu belakang, mengangkat tubuh mungil Ata ke pelukan nya setelah diberikan oleh Bara. setelahnya mobil yang dikemudikan Bara melesat dengan kecepatan tinggi menembus jalanan ke arah rumah sakit. Biru, Dery, Elang dan juga Gilang mengikuti dari belakang. pikiran mereka semua kalut, membayangkan yang tidak-tidak kepada adik kesayangan mereka. seketika pikiran negatif bersarang di otak Gilang membuat dia semakin menangis histeris. Arsen yang menggendong tubuh kecil Ata berlari di sepanjang lorong. memanggil-manggil dokter bak orang kesetanan, tidak menghiraukan tatapan pengunjung lain. Arsen masuk ke ruang UGD dengan Ata di gendongan Arsen. diikuti dokter Carlos di belakang dengan dua orang suster. Arsen meletakkan tubuh mungil Ata ke atas brankar kemudian berjalan keluar, mendapati teman-temannya yang sudah duduk di kursi tunggu. "Ata kenapa bisa gini sih!" Frustasi Arsen dengan menatap kosong kedepan. "Kok bisa keluarganya nggak tau anaknya sakit, b*****t emang!" geram Gilang ngegas. "Gue tadi udah tulis di sticy note, kalo keluarganya liat bisa langsung ke sini." ujar Elang. karena memang benar, sebelum keluar dari rumah Ata. Elang sempat menulis bahwa mereka membawa Ata ke hospital Hiller karena demam. tulisan singkatnya berharap dipahami dengan jelas oleh keluarga Ata. Bara dan Biru hanya diam menyimak. "Kita masih bisa liat Ata tertawa 'kan? kita masih bisa dengar Ata merengek minta s**u 'kan? K-kita masih bisa-" Gilang tercekat. dia tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena Arsen, Bara, Biru, Dery dan juga Elang menatapnya dengan tajam. Keadaan menjadi hening, tidak ada yang membuka suara sedikitpun. Pikiran mereka semua melayang pada kejadian kemarin, di mana Ata yang tertawa lepas tanpa beban. "Hahahaha.. aduhh abangg udahh geli hahahahah." Tanpa ampun Gilang menggelitik perut Ata hingga membuat Ata tertawa kegelian, yang lain hanya tersenyum menanggapi keduanya. "Hah hah hah," Ata meredakan tawanya sebelum bertanya. "Abang, kenapa coklat bisa manis?" "Ya, karna emang manis." "Abang, kenapa bang Bara galak?" "Kurang belaian," Meski bingung. Ata tetap mengangguk, sedangkan bara menatap Gilang tajam. "Abang, kenapa es cream bisa enak?" "Ya, karena--" Begitulah kira-kira percakapan antara Gilang dan Ata. sedangkan Arsen, Bara, Biru, Dery dan Elang hanya menyimak. sesekali tersenyum mendengar celotehan Ata. Setelah sekian lama terdiam, Ata kembali membuka suara. "Hm abang," Semua atensi memandang ke arah Ata. "Kenapa Ata bisa tampan?" tanya Ata dengan tersenyum manis. Gilang terbahak mendengar pertanyaan bocah mungil di depannya ini. siapa lagi kalo bukan Ata. "Ata itu imut bukan tampan," sahut Dery. terlampau gemas dengan Ata hingga tangannya refleks menguyel pipi Ata. "Ata tampan tau bukan imut!" seru Ata dengan nada merajuk serta mata berkaca-kaca membuat yang lain was-was. Satu detik.... Dua detik.... Tiga de...... Hikss.. hiks.. hiks.. hiks..hiks... Nahkan! Dugaan mereka tidak salah! Ata menangis... Melihat mata Ata yang berair, hidung memerah, serta bibir melengkung kebawah membuat mereka menggigit pipi dalam menahan gemas ingin mencuri kecupan serta mencubit pipi berisi milik Ata. namun, mereka tahan. tidak ingin membuat Ata semakin menangis. "Iya, Ata tampan kok. tampan banget malah." ucap Biru mencoba membuat Ata tenang. "Be-be-nar hiks.. Ata tampan hiks.." ujarnya terbata karena masih sesenggukan. "Ya, sangatttt tampan." sahut Dery sambil menggigit pipi dalamnya menahan gemas. "Udah dong nangisnya. kalo nangis, tampanya hilang." tentu saja itu hanya akal-akalan Arsen. Ata harus diam biar tampan, pikirnya. "Abangg~" "Kenapa, hm?" sahut Bara. "Pizza enak, ya?" Bukan pernyataan, melainkan pertanyaan. "Adek mau pizza?" Tanya Arsen balik dibalas anggukan mantap oleh Ata. "Biar gue yang pesen." usul Elang membuat Arsen mengangguk. "Ehhh abang, besok aja deh. Ata masih kenyang," ujar Ata kepada Elang. sebelum Elang sempat meng-klik tombol oke untuk memesan. "Adek mau apalagi? biar langsung dibawa kesini besok," tanya Biru membuat Ata bersorak gembira. "Yeeyyyy, bener yaaa. awas kalo bohong, Ata marah sama abang." Mereka terkekeh. mana mungkin mereka berbohong hanya karena makanan? bahkan tempatnya pun bisa mereka beli. Ata menaruh telunjuk pada dagu seraya berpikir, makanan apa yang sangat dia inginkan. semua tersenyum melihat tingkah Ata hanya karena makanan membuatnya bahagia seperti ini. "Ata pengen pizza, ayam goreng, es cream yang besar, s**u yang banyak. eh, cokelat juga deh, kinder joy juga ya hehe.." Mereka semua terkekeh. bagaimana mungkin makanan sebanyak itu muat dalam perut Ata yang mungil, pikir mereka. "Siapp tuan muda," ujar Gilang setengah bercanda sambil hormat membuat Ata mengerucutkan bibirnya lucu. "Bibirnya kenapa gitu, hm? mau abang cium?" ucapan Bara membuat Ata menatap kearah Bara dengan tajam. bukannya terlihat garang, malah membuat dirinya semakin terlihat menggemaskan. "Ata sayang sama kalian, makasih udah sayang sama Ata." ujar Ata tulus dengan mata berkaca-kaca. Semua mendekat kemudian memeluk Ata erat. Ata merasa nyaman, bahkan sangat nyaman dengan pelukan keenam pemuda yang memeluknya erat saat ini. Ata bahkan kembali menangis dalam pelukan keenam pemuda yang merangkap sebagai abangnya ini. Ceklekkk.... Bunyi pintu terbuka membuat lamunan mereka buyar. mereka semua kompak berdiri dengan menatap kearah dokter Carlos, meminta penjelasan. "Keadaannya gimana om?" tanya Arsen mewakilkan pertanyaan mereka semua. Hening... Dokter Carlos terdiam. dokter Carlos menghela nafas sejenak, memikirkan untuk menjelaskan dari mana sebelum membuka berbicara. "Katakan!" desis Bara datar. Dokter Carlos tetap bungkam Bara yang melihat kebungkaman dokter Carlos menjadi emosi. kakinya mendekat kearah dokter Carlos. Bugh! Bara memukul telak wajah dokter Carlos. tidak tahukah? sedari tadi jantung Bara terus berdegup kencang memikirkan kondisi Ata di dalam sana. dan, dokter Carlos yang menangani Ata hanya bungkam? ck! s****n. ______
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD