BUGH!
Bara memukul telak wajah dokter Carlos. tidak tahukah? sedari tadi jantung Bara terus berdegup kencang memikirkan kondisi Ata di dalam sana. dan, dokter Carlos yang menangani Ata hanya bungkam? ck! s****n.
Keadaan menjadi riuh seketika, teriakan terkejut para pengunjung terdengar kala Bara memberi bogeman pada wajah tegas nan berwibawa dokter Carlos. Bara bukan tipe orang yang sabar, apalagi ini menyangkut nyawa bocah kesayangannya.
Biru mendekat kearah Bara. tangannya menepuk pundak Bara, mencoba membuat Bara tenang.
"Bar ..., tenang dulu. kita belum denger penjelasan om Carlos," ucap Biru. memang benar, dokter Carlos bahkan belum menjelaskan apa-apa tentang keadaan Ata. dan ya, mereka memang memanggil dokter Carlos dengan sebutan 'Om' karena dokter Carlos merupakan dokter pribadi keluarga Hiller. dan juga, sudah dekat dengan keluarga mereka masing-masing.
Dokter Carlos menghela nafas sejenak sebelum berbicara. "Kalian bisa ikut ke ruangan om sebentar," ujar dokter Carlos.
Mereka kompak mengangguk kemudian mengekori dokter Carlos dari belakang. melangkah masuk ke ruangan pribadi milik dokter Carlos.
Mereka duduk di sofa panjang yang tersedia di ruangan tersebut dengan Dokter Carlos yang duduk sofa single.
"Pasien atas na--"
"Ata om," serobot Gilang.
"Dari yang om lihat. Ata memiliki imun yang sedikit lemah, mungkin karena terlahir prematur. tubuhnya akan drop jika terlalu lama kedinginan atau kelelahan melakukan gerakan fisik yang cukup berat. pernapasannya juga sedikit melemah, meskipun tidak memiliki penyakit bawaan lahir. hanya saja, setelah om periksa, Ata mempunyai riwayat penyakit maag akibat makan tidak teratur membuat lambung nya sedikit sensitif. beruntung Ata dibawa dengan cepat, walaupun sedikit terlambat. jika saja di bawa sejam kemudian, kemungkinan besar akan merenggut nyaw--
BRAK!
Bara menggebrak meja yang ada di depannya. rahangnya mengeras dengan kedua tangan yang terkepal kuat menahan emosi begitu mendengar penuturan dokter Carlos yang belum selesai, bahkan mereka yang ada di ruangan tersentak kaget mendengar gebrakan meja yang sangat kuat. memikirkannya saja membuat Bara emosi setengah mati.
Bisa dilihat dari tatapan keenam pemuda di depannya ini yang terlihat sangat khawatir. dokter Carlos bertanya-tanya dalam hati, siapa sebenarnya bocah mungil yang dia rawat tadi. lamunannya buyar kala mendengar suara Elang yang bertanya.
"Keadaan Ata sekarang gimana, Om?" tanya Elang yang sedari tadi terdiam.
"Sudah stabil. hanya menunggunya sadar saja," jawab dokter Carlos.
"Kami boleh melihatnya?" pertanyaan Dery mendapat anggukan dokter Carlos.
"Tentu saja, silahkan."
_______
Pintu ruangan terbuka. menampilkan sosok mungil yang masih menutup mata indahnya dengan nassal canulla bertengkar cantik pada hidung mancungnya. tidak luput rona pucat yang terlihat menghiasi wajah menggemaskannya. mereka kompak mendekat kearah brankar, tempat dimana Ata berbaring lemah. mereka mengelilingi brankar. dengan Arsen yang berdiri sebelah kanan, diikuti biru juga Gilang. sedangkan di sebelah kiri terdapat Bara, Elang dan juga Dery.
Tangan Arsen mengelus lembut tangan kanan Ata yang terbebas dari infus, mereka yang ada di ruangan tersebut menatap Ata dengan sendu. Arsen sekuat tenaga menahan cairan bening yang sedari tadi meronta ingin keluar, dadanya seakan tersayat melihat bocah kesayangannya terbaring lemah seperti itu.
"Ini bibir yang selalu merengek minta s**u sekarang tekunci rapat, ini mata yang selalu berbinar jika melihat makanan, ini pipi yang selalu bergerak lucu ketika mengunyah. sekarang tertutup rapat." ungkap Gilang sambil menunjuk objek yang dia sebut tadi.
"Adek kuat kok, makannya aja banyak." sahut Dery dengan candaan. mencoba menghangatkan suasana.
Tidak ada yang menanggapi semua hanya diam.
Keadaan kembali menjadi hening. tatapan mereka tidak pernah lepas menatap Ata yang menutup kelopak matanya dengan sempurna.
______
Semburat oranye keperakan nampak jelas dari ufuk timur. awan putih menemani langit biru, sejuk angin yang berhembus ringan menemani keadaan pagi ini. namun berbeda dengan ruangan elite yang terdapat enam remaja tampan ini, tidak ada senyum yang terukir sedikitpun dari bibir sexy mereka. hanya tatapan sendu yang dapat dilihat dari mata sipit mereka, sudah tiga hari sejak mereka berada di sini menemani Ata. namun sudah tiga hari pula Ata terlelap dengan nyenyak, seakan tidak terganggu sedikitpun.
Tidak mau membuat orang tua mereka khawatir. Arsen dan yang lain sedikit berbohong dengan mengatakan akan pulang ke apartemen, namun faktanya mereka berada di rumah sakit.
Ceklek!
Bunyi pintu terbuka dari luar. menampilkan sosok Gilang bersama Dery, dengan tangan masing-masing yang menenteng dua kantong besar berisi makanan.
Keduanya melangkah menuju sofa, tempat keempat sahabatnya berada. di ruangan ini terdapat satu sofa panjang dengan dua sofa single serta meja panjang sebagai pelengkap.
Dua hari sebelumnya. Arsen tidak memakan makanan yang dibeli Gilang untuknya. setiap kali disuruh makan, dia hanya berkata tidak nafsu, mau paksa pun tidak ada gunanya. karena, jika Arsen berkata tidak, ya tidak, perkataannya tidak bisa dibantah.
Saat ini mereka tengah makan dengan tenang, sesekali melirik Arsen yang duduk di sofa single yang sedari tadi terus menatap kearah Ata.
"Sen, lo makan dikit kek. dari kemaren lo belum makan apa-apa," ucap Gilang. tidak tahan dengan Arsen yang keras kepala.
"Lo keliatan pucat banget, Sen." ungkap Dery. memang benar, Arsen terlihat sedikit pucat.
"Lo mau adek sadar, terus lo yang sakit? kalo gitu minum racun sekalian, biar adek sadar lo yang mati!" sarkas Bara kepada Arsen yang dibalas tatapan datar khas Arsen.
"Lo gak mikir kalo adek sadar terus ngeliat lo kek gini bisa bikin dia sedih," tambah Elang.
"Makan!" titah Biru dingin dengan tangan yang mendorong kotak makan kearah Arsen.
Arsen menatap mereka semua. beralih menatap makanan yang ada di depannya, meraihnya dengan ogah-ogahan.
Satu suap..
Dua suap..
Tiga suap..
Hanya tiga suap! Arsen kembali menutup kotak makan yang ada di depannya ini. kemudian minum air yang disodorkan Gilang.
Keadaan kembali hening, tidak ada yang berniat membuka suara sedikitpun.
Mereka menatap kosong kearah depan. tidak ada raut berbinar, kosong. siapa saja yang melihatnya akan merasa miris dengan keadaan mereka, bahkan suster yang masuk beberapa menit lalu untuk mengganti cairan infus pun mereka tidak sadar.
Kelopak matanya mengerjap pelan, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina penglihatannya. bau obat-obatan langsung menyeruak ke indra pembau-nya. belum sadar akan keberadaan enam remaja yang merangkap sebagai abangnya. bahkan untuk sekedar menoleh pun masih sangat lemas. tangannya sedikit bergerak, namun urung saat tangan kirinya merasa kebas, belum menyadari bahwa tangannya terpasang infus. kembali mencoba menggerakkan tangan kanan untuk meraih gelas yang ada di atas nakas dengan pelan.
Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya berhasil. tangan kecilnya bisa meraih gelas yang berisikan air minum, tangan kecilnya mencoba mengambilnya dengan hati-hati namun tiba-tiba..
PYARR!!
____