PYURR!!
Gelas yang dipegang Ata terjatuh, tangannya tiba-tiba lemas. semua yang ada di ruangan tersebut terkejut begitu mendengar suara benda jatuh. mereka kompak bangkit mendekat kearah brankar, Ata menatap mereka dengan tatapan polos miliknya.
"Dek!" Heboh Gilang berjalan cepat mendekat ke arah brankar. "Adek udah sadar?" Pertanyaan bodoh keluar dari bibir Gilang membuat Bara menatapnya datar.
"Ck! bodoh!" sentak Bara.
"Bentar, gue panggilin om Carlos dulu." ucap Dery kemudian berlalu keluar dari ruangan.
Ata mencoba bangkit untuk duduk. Arsen yang melihatnya langsung bergegas membantu. Ata memandang mereka satu persatu dengan senyum yang terukir manis pada bibir ranumnya yang terlihat pucat.
Ceklek!
Kompak bola mata mereka bergulir begitu mendengar suara pintu yang dibuka dari luar. menampilkan sosok dokter Carlos yang berjalan masuk dengan jas dan stetoskop yang menggantung pada lehernya.
"Hallo Ata," Sapa dokter Carlos ramah.
"Waalaikumsallam Om dokter," balas Ata.
Dokter Carlos menggaruk tengkuknya merasa canggung kemudian beralih menatap keenam pemuda yang menatapnya datar.
"Ekhem ..., maaf. saya non muslim," jawab dokter Carlos membuat Ata tersenyum canggung.
"Maaf ya, Om dokter. Ata nggak tahu, hehe.." jawab Ata seraya terkekeh.
"Bagaimana keadaan kamu?" tanya dokter Carlos.
"Ata udah gapapa kok om dokter."
"Kepala kamu masih pusing?" Ata menggeleng karena kepalanya tidak merasakan pusing sedikitpun.
"Perut kamu masih nyeri?" Dokter Carlos kembali bertanya.
"Sedikit," jawab Ata pelan.
"Untuk sekarang kamu tidak boleh makan makanan instan, apalagi makanan pedas. lambung kamu masih sensitif, kamu harus memakan makanan yang lembek dulu untuk sementara waktu. perbanyak minum air putih, jangan lupa makan sayur yang banyak." peringat dokter Carlos yang dibalas anggukan kecil oleh Ata.
"Ata kapan pulang om dokter?" tanyanya kepada dokter Carlos sambil mengedipkan matanya lucu.
"Besok pagi kamu boleh pulang, istirahat yang cukup kalo tidak mau tubuh mu drop lagi!"
"Siap om dokter," sahutnya ceria.
"Sekarang kamu makan dulu lalu minum obat." peringat dokter Carlos sebelum keluar dari ruangan Ata.
Suster masuk membawa nampan berisi bubur untuk Ata serta obat yang telah disiapkan oleh dokter Carlos.
Keenam pemuda tersebut langsung mendekat kembali ke arah brankar Ata.
"Abang kok ada di sini?" tanya Ata yang sudah penasaran sejak tadi.
"Tanyanya nanti aja, sekarang makan dulu." sahut Arsen sambil mengambil bubur yang dibawa oleh suster tadi. Ata hanya mengangguk.
Dengan telaten Arsen menyuapi Ata, hingga bubur yang ada pada mangkuk habis tanpa sisa. sesekali jari jempol Arsen menyeka sudut bibir Ata yang terdapat sisa bubur. yang lain merasa iri melihat kedekatan keduanya. walaupun begitu, hati mereka menghangat mendengar tawa Ata yang menanggapi lelucon Gilang.
Setelah selesai, Arsen menyimpan kembali mangkuk kosong ke atas nakas. mengambil segelas air lalu menyodorkannya kepada Ata.
"Makasih abang," ucap Ata kepada Arsen setelah memberikan gelas kosong.
"Dekk?" panggil Bara lembut.
"Kenapa bang?" balas Ata.
"Kenapa bisa sakit, hm?" tanya Bara sambil mengelus rambut Ata dengan sayang.
Ata terdiam mendengar pertanyaan Bara.
"Orang tuanya juga nggak tahu lagi anaknya sakit," ucap Gilang tiba-tiba.
Ata yang mendengar perkataan Gilang terdiam. matanya berkaca-kaca, hatinya merasa sesak. tiba-tiba perasaan rindu menyelinap direlung hatinya.
Semua yang ada di ruangan mengernyit bingung dengan respon Ata yang seperti itu.
"Orang tua Ata udah per--gi, hiks.. hiks.." ungkap ata dengan sesegukan tak luput cairan bening yang ikut merembes deras dari kedua netranya.
Semua yang ada di sana tersentak kaget mendengar penuturan Ata. begitu banyak pertanyaan yang bersarang di pikiran mereka semua. termasuk, dengan siapa Ata tinggal?
Arsen memeluk Ata erat, membisikkan kata-kata penenang. sungguh, hatinya merasa sakit mendengar isakan Ata yang terdengar memilukan.
"Adek, maaf. abang nggak tahu." sesal Gilang menatap sendu kearah Ata.
Ata mengangguk dalam dekapan Arsen.
Arsen merenggangkan pelukannya. tangannya menangkup pipi berisi milik Ata, menghapus bulir-bulir air mata yang terus mengalir.
"Hustt ...,udah, ya. adek nggak sendiri, kita bakal selalu ada buat adek kapan pun, dimana pun. kita bakal jaga adek, kita janji nggak bakal ngebiarin adek terluka seujung kuku pun. jadi, gak usah merasa sendirian lagi, hm?" ungkap Arsen panjang lebar sambil terus mengusap air mata Ata yang masih mengalir.
Ata mengangguk kemudian mendongak menatap mereka. "Janji, ya? jangan pernah tinggalin Ata sendiri," lirih Ata kepada mereka.
"Janji..." jawab mereka serentak.
"Sekarang cerita, gimana Ata bisa sampe demam." tanya Elang yang sudah sangat penasaran.
"Ata kemaren ke makam terus kehujanan, makanya Ata demam." jawabnya singkat, tanpa menjelaskan kronologi kejadian yang sebenarnya.
Mereka hanya mengangguk mengerti.
"Lain kali kalo mau kemana-mana minta anterin sama abang, jangan bikin kita khawatir kayak kemaren " kata Arsen dengan tegas
"T-tap-
"Abang nggak terima penolakan!" Final Arsen cepat begitu mengetahui Ata akan menolak.
"Kita khawatir kalo adek kenapa-napa, sakit--" jeda sejenak. Gilang menepuk-nepuk kearah d**a. "Di sini, sakit, sesak." ungkap Gilang sambil menatap kearah Ata.
"Adek dengerin abang. kalo ada apa-apa cerita sama kita supaya kita tau harus gimana, jangan simpan sendiri."
Semua mengganguk, menyetujui ucapan biru.
"Jadi jangan sungkan sama kita-kita, kalo mau apa-apa juga ngomong aja pasti kita turutin." lanjut Elang membuat mata Ata berbinar.
"Ata mau es cream, boleh?" tanyanya antusias.
"Nggak!" Tolak keenam-nya kompak.
Ata cemberut mendengar penolakan mereka. "Tadi katanya apa aja, kok sekarang nggak boleh sih.." ucapnya dengan nada merajuk.
"Adek masih sakit, kalo udah sembuh bakal kita kabulin kok." ujar Dery sambil mengelus rambut Ata dengan sayang.
Ata mengangguk mengerti.
"Adek?" Panggil Arsen.
"Iya, abang?" sahut Ata dengan memutar tubuhnya menatap ke arah Arsen di sebelah kanan, karena sedari tadi Ata berada dalam pelukan Bara.
"Abang boleh tanya?" Pertanyaan Arsen mendapat anggukan mantap oleh Ata.
"Adek selama ini tinggal sama siapa?" tanya Arsen hati-hati takut membuat Ata merasa tidak nyaman.
"Ata tinggal sama paman. tapi pas Ata umur 11 tahun, paman Ata pergi sama kayak orang tua Ata." jawabnya tanpa ada getaran kesedihan dalam ucapannya.
Mereka semua kembali dibuat terkejut oleh pernyataan bocah mungil didepannya ini, berarti Ata tinggal sendiri?
"Jadi, Ata tinggal sendiri?" tanya Gilang.
"Iya, abang." cicit Ata pelan.
Arsen berhambur memeluk Ata. hatinya merasa tersayat membayangkan kehidupan Ata yang sangat berat, menyembunyikan kepalanya pada ceruk leher ata. sekuat tenaga dia menahan isakan yang bisa saja meluncur bebas. Ata yang merasa punggungnya basah meregangkan pelukannya.
"Abang, kenapa nangis?" tanya Ata dengan tangan menangkup pipi Arsen.
Arsen hanya menggeleng, lalu kembali memeluk Ata. sungguh, demi apapun hatinya benar-benar terluka saat ini.
"Abang hiks.. jangan nangis dong Ata hiks.. jadi sedih liat abang nangis."
Mereka yang melihat adegan itu pun ikut memeluk keduanya dengan tangisan Ata yang mendominasi.
Lama dengan posisi berpelukan, tiba-tiba terdengar suara dengkuran halus. seketika mereka melepaskan pelukannya, tapi tidak dengan Arsen yang masih mendekap Ata. senyum merekah terbit dari bibir keenam pemuda tersebut, hati mereka menghangat melihat wajah polos Ata yang terlelap dengan damai.
* * *
Siang berganti malam. namun bocah kesayangan enam remaja SMA itu masih terlelap dalam mimpi indahnya. sedangkan keenam pemuda tampan yang berada dalam ruangan tersebut tengah larut dalam pikiran masing-masing, tidak ada yang berniat membuka suara sampai daheman Arsen mengalihkan atensi mereka untuk melihat kearahnya.
"Gue mau ngomong--"
"Ini lo udah ngomong," Serobot Gilang cepat membuat Arsen menatapnya tajam.
"Dengerin dulu bangke!" geram Dery menjitak kepala Gilang.
"Lo mau ngomong apa?" tanya Biru, menghiraukan kedua sahabatnya yang masih berdebat.
"Gue bakal bawa Ata pulang ke mansion, gue bakal ambil hak asuh a
Ata." ucapan Arsen serius. Dery dan Gilang yang asik berdebat langsung diam seketika.
"Sebelum lo ngomong gitu gue juga rencananya mau bawa Ata pulang sama gue," ucapan Bara membuat mereka menoleh kearahnya.
"Nggak! Ata sama gue," Final Arsen membuat Bara mendengus.
Biru, Dery, Elang dan juga Gilang hanya diam menyimak.
"Kita bakal dukung apapun keputusan lo buat Ata. kita juga pengen liat Ata tetap tertawa lepas tanpa beban, kita pengen liat Ata terus ceria, kita nggak mau Ata sedih terus, kalo bisa mending gue deh yang ambil semua kesedihan Ata. jujur, gue nggak sanggup liat Ata nangis kayak tadi. gue ngerasa gue yang ngalamin, di sini rasanya sakit banget," tunjuk Dery menepuk-nepuk dadanya.
Elang mendongak menghalau air mata yang meronta ingin keluar begitu mendengar penuturan Dery.
"Gue janji nggak bakal bikin Ata sedih lagi, hanya kebahagiaan yang bakal gue kasih. gimana pun caranya!" ucapan Arsen membuat Bara, Biru Elang, Dery dan Gilang tersenyum. Arsen mampu memegang ucapannya.
"Eunghh.." Lenguhan terdengar dari bibir mungil bocah yang telah membuka kelopak matanya itu.
"Adek udah ba--
"Udah diem, lo kalo mau nanya jangan kek orang bodoh deh, Lang. gue tau lo mau bilang gini 'kan tadi. 'adek udah bangun?'-
"Cenayang lo?" sela Gilang cepat memotong ucapan Dery.
"Cenayang pala lo kotak, ketahuan bangettttt otak lo sekecil keledai."
Tawa Gilang pecah mendengar ucapan Dery "Kedelai b**o!" ucapnya masih tertawa.
Dery mendengus. dia bukannya bodoh atau tidak tahu. hanya saja, dia ingin Ata tertawa mendengar leluconnya seperti sekarang ini, Ata tertawa lepas sambil tangannya yang bertengger pada perut. leluconnya sama sekali tidak lucu, bahkan sangat garing. Ata tahu Dery sengaja mengatakan hal itu untuk membuatnya tertawa dan a6ta harus menghargai usaha Dery.
Arsen, Bara, Biru, Elang hanya tersenyum tipis.
Abang janji bakal buat buat kamu terus tertawa seperti ini. batin Arsen sambil memandang Ata.
______
Pagi ini ruang rawat Ata sangat berisik dengan suara nyanyian Gilang, sesekali Dery ikut nimbrung. yang lain bukannya tidak mau berpartisipasi. hanya saja, suara mereka terlalu bagus untuk didengar, ya! saking bagusnya membuat yang mendengar menutup telinga.
"Kayaknya seneng banget, kenapa, hm?" tanya Bara yang sedari tadi memperhatikan 6ata yang tersenyum.
Gilang seketika menghentikan nyanyian-nya mendengar pertanyaan Bara.
"Iya dong, kan hari ini Ata pulang. gimana sih, bang." balas Ata merasa abangnya ini lupa bahwa hari ini dia sudah boleh keluar dari ruangan bernuansa putih yang penuh dengan obat-obatan yang sangat tidak dia sukai.
"Tapi kok keliatan seneng banget," sahut Dery merasa aneh dengan Ata.
"Seneng dong, kan Ata bisa kerja lagi." ucapnya membanggakan diri.
Mereka semua tersentak kaget, apa katanya? 'kerja?kerja?kerja? jadi selama ini Ata kerja? mereka tidak habis pikir, kejutan apa lagi yang akan mereka dengar dari bibir mungil bocah di hadapannya ini. bahkan tangan Bara terkepal kuat mendengar ucapan Ata.
"Nggak, usah kerja lagi!" Ata menelan ludahnya takut mendengar suara dingin Arsen, semua yang ada di ruangan tahu bahwa Arsen tengah menahan emosi.
Ata hanya mengangguk, tidak ingin mendengar suara dingin Arsen. lagi.
Hening.
Keadaan menjadi hening, tidak ada yang membuka suara sampai suara Gilang memecah keheningan.
"Sepi banget kek hati," gumam Gilang mendapat jitakan maut Dery.
"Lo punya dendam apa sih sama gue?" Sewot Gilang menatap Dery sengit. "Maen jitak aja," lanjutnya.
Sebelum Dery menjawab, Arsen bangkit menghentikan ucapannya.
"Pulang," ucapnya lembut kepada Ata.
_____
Disinilah Arsen berada, di dalam mobil dengan Ata berada di sebelahnya. sedangkan Bara, Biru, Dery, Elang dan Gilang berada di mobil yang berbeda karena arah rumah mereka tidak searah.
"Kalo ngantuk tidur aja," sedari tadi Arsen memperhatikan Ata yang menguap beberapa kali. tatapannya juga terlihat sayu menandakan dia sudah mengantuk.
"Ata nggak bisa tidur kalo nggak ada guling, abang." ucapan Ata membuat Arsen menepikan mobilnya.
Membuka seatbelt Ata kemudian menempatkan tubuh mungil Ata ke atas pangkuannya.
"Anggap aja abang sebagai guling, hm?" Ata hanya mengangguk lalu memeluk tubuh Arsen dengan erat. matanya benar-benar tertutup merasakan usapan lembut pada punggungnya.
"Sleep well baby," bisik Arsen setelah mengecup kening Ata.
______