HIDDEN MISSION

1216 Words
Setelah cukup lama menangis dan kelelahan, Maura pun akhirnya tertidur meringkuk seperti bayi yang baru dilahirkan. Indra yang melihatnya hanya bisa menghela napas berat seiring dengan ia yang berinisiatif untuk menyelimutinya. Ya, pria itu bergegas menarik selimut yang ada di kaki Maura, dan menutupi setengah tubuh gadis itu sembari sejenak Indra pun menatapi wajah damai Maura ketika sedang terlelap. "Kasihan kamu, Ra. Di usia semuda ini, kamu malah harus mengalami hal seberat dan serumit ini. Walau awal mulanya kamu sendiri yang menciptakan, tapi tidak sepatutnya juga kamu mendapat hujatan dari teman-teman apalagi mereka merupakan teman satu kampusmu." Indra menarik napasnya untuk sesaat, lalu mengembuskannya dengan pelan dan satu tangannya lantas bergerak hati-hati guna membelai lembut kepala sang gadis. Indra sudah sempat melihat cuitan teman kampusnya Maura ketika ia menemukan ponsel gadis itu tergeletak di atas nakas. Saat Indra membaca juga sejumlah komentar yang terlibat, ia pun merasa geram dibuatnya. Alhasil, Indra pun memutuskan untuk menutup akun burung biru milik Maura. Tujuannya sederhana, Indra hanya ingin agar Maura tidak terpengaruh lagi oleh hal-hal bersifat negatif yang tersebar bebas di sosial medial. Untuk itu, akan lebih baik jika Indra menghapus aplikasinya juga. Supaya Maura tidak perlu lagi berurusan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan teman kampusnya. "Jangan menyerah, Maura. Seberat apapun masalah yang sedang kamu hadapi, hadapilah dengan penuh keberanian. Aku ada bersamamu. Dan akan selalu mendampingimu sebagai seorang pria yang senantiasa melindungimu. Bukan sebagai ayah yang bahkan aku sendiri sudah tidak menginginkan status itu lagi. Meski kamu masih memanggilku ayah, tapi faktanya kamu bukanlah putriku. Kelak, kamu harus menerima kenyataan mengenai aku yang hanya akan menjadi priamu!" tandas Indra menegaskan. Dia tahu, saat ini Maura sedang tertidur nyenyak. Tapi Indra berharap, semoga ucapannya barusan bisa meresap ke alam bawah sadar sang gadis. "Tidurlah yang nyenyak, Maura. Sepertinya kamu memang butuh banyak beristirahat. Selagi itu, aku akan menangani pekerjaanku di rumah saja. Biar aku bisa sekalian memantau keadaanmu. Setelah kejadian tadi, aku berpikir tidak akan meninggalkanmu lagi sendirian di rumah," pungkas Indra sebelum ia beranjak dari posisinya. Untuk sesaat, rasanya ingin sekali Indra mendaratkan kecupan ringannya di dahi Maura. Namun tentu tidak ia lakukan. Mungkin, dulu Indra masih berhak karena ia memposisikan dirinya sebagai seorang ayah yang menyayangi anaknya dengan tulus. Tapi tidak selepas ia melepaskan peran ayah di kehidupan Maura. "Mungkin nanti, saat sudah tiba waktunya, aku akan kembali mengecup dahimu itu dengan penuh kasih. Untuk sekarang, hanya sebatas ini saja yang bisa aku lakukan...." gumam Indra menarik garis lurus di bibirnya, diikuti dengan gerakan tangannya yang mengusap dahi sang gadis, lalu menariknya tangannya kembali sebelum Maura terusik dari tidur nyenyaknya tersebut. Sesudah itu, barulah Indra pun benar-benar bangkit dan berlalu pergi guna membiarkan Maura beristirahat. Akan tetapi, sepeninggalnya Indra yang sudah pergi ke luar kamar dan menutup lagi pintunya rapat-rapat, mata yang semula terpejam kompak itu pun kini telah kembali terbuka. Sempat mengembuskan napasnya berat seiring dengan perubahan pada posisi tubuhnya yang kini menjadi berbaring terlentang. Ya, kenyataannya Maura tidak tidur. Walau dia merasa lelah karena terlalu lama menangis, tapi ia tidak bisa tidur semudah itu. Pikirannya terlalu penuh. Membuat ia hanya mampu berpura-pura memejamkan mata saja agar dikira ia terlelap nyenyak. Namun aslinya Maura terjaga. Bahkan, dia mendengarkan semua kata yang sempat Indra ucap selagi pria itu mengiranya benar-benar tertidur. "Aku akan berusaha menghadapi semua masalah yang menerjang kehidupanku, Yah. Tapi satu hal, tetaplah menjadi ayahku walau aku bukan darah dagingmu. Kenapa kenyataan bisa sepahit ini? Saat aku menganggapmu sebagai ayah terbaik, justru sosok itu malah melepaskan statusnya hanya demi untuk membantuku mendapatkan jalan keluar. Dia ingin menikahiku agar aku tidak melahirkan anak ini tanpa seorang ayah. Lalu bagaimana denganku sendiri? Ketika Ayahku memutuskan untuk memberikan nama belakangnya kepada bayi yang kelak akan kulahirkan ke dunia, maka itu sama saja membuat si jabang bayi merebut posisiku sebagai anak kesayangan ayah Indra. Ini sungguh rumit! Apa jadinya jika pria yang tadinya kusebut ayah, justru malah harus berubah menjadi seseorang yang akan anakku sebut sebagai ayah pula. Ini tentu tidak benar!" gumam Maura mendesah getir. Dalam tatapan nanar yang diarahkan ke langit-langit kamarnya, Maura pun kembali meneteskan buliran hangat di kedua sudut matanya. Berharap menemukan titik terang untuk segenap masalah yang menimpanya, dan tentu itu bukan dengan cara dirinya yang harus dinikahi Indra yang hanya tentunya hanya akan selalu ia anggap sebagai ayah terbaiknya. *** "Apa? Workshop di Anyer? Kapan tepatnya?" lontar Indra mengernyit. Saat ini, dia sedang berbincang dengan pegawai andalannya yang ditugasi menangani restoran selagi Indra masih berhalangan hadir. "Betul, Pak. Pagi tadi, saya baru terima info tentang workshop ini. Dalam informasi tercatat bahwa workshop akan diadakan sekitar tiga hari lagi sejak pengumuman diterbitkan. Tapi untuk berjaga-jaga, peserta dianjurkan mendatangi lokasi dua hari sebelum workshop diadakan. Dan biaya akomodasi ditanggung oleh penyelenggara workshop. Saya rasa sih ada baiknya jika Pak Indra turut bergabung dalam workshop ini, Pak. Soalnya, materinya sangat bermutu dan kemungkinan akan memberikan tips-tips terkini untuk peningkatan kualitas restoran ke depannya. Atau jika memang Bapak tidak berkenan, mungkin saya bisa mewakili...." tutur Belia memaparkan. Selain terkategori sebagai pegawai yang selalu bisa Indra andalkan, Belia ini pun menjadi salah satu pemberi informasi mengenai kegiatan-kegiatan berfaedah yang bisa meningkatkan lebih lanjut tentang keberlangsungan restorannya Indra. Setelah mendengar keterangan yang Belia utarakan, Indra pun mendadak punya ide di luar dari ia yang akan menghadiri workshop tersebut. Apalagi dengan lokasinya yang cukup memadai, mungkin dengan berkenannya Indra menghadiri workshop yang Belia informasikan barusan, Indra pun bisa sekalian mengajak Maura untuk berlibur ke Anyer. Dalam kondisinya sekarang, Maura perlu suasana baru yang sedikit menyenangkan. Paling tidak, Maura bisa sedikit melupakan permasalahannya andai Indra membawanya serta ke lokasi Workshop nanti. Ya anggap saja hal ini sebagai misi tersembunyi Indra untuk bantu memulihkan kembali keceriaan gadis itu. Sebab seingat Indra, Maura bukan sosok yang mudah rapuh pada saat dulu. Gadis ini cenderung periang ketika sedang bersama Indra di rumah walau selama di kampusnya ia terkenal lugu dan tak banyak ulah. "Tunggu sebentar, Lia. Ada yang perlu aku ketahui mengenai ketentuan workshop ini. Dalam informasi yang kamu baca, apakah di sana tertera bahwa peserta workshop boleh membawa sanak sodara atau keluarganya? Maksudku begini, jika memang diperbolehkan, maka mungkin aku akan mengajak Maura juga untuk sekalian berlibur di Anyer. Tapi jikapun tidak, minimal aku diberi izin untuk membawa pihak keluarga walau biayanya harus aku tanggung sendiri," urai Indra mencari tahu. "Emm... Soal itu, saya pun gak tahu menahu, Pak. Atau, begini saja. Biar saya cari tahu dulu boleh atau tidaknya. Lalu ketika nanti saya sudah mendapatkan informasi mengenai hal yang bapak tanyakan, saya akan langsung mengabari Pak Indra lagi. Tenang saja, masih ada waktu sebelum peserta ditentukan untuk segera mendatangi lokasi," ungkap Belia terkekeh pelan. "Ya sudah, tolong kamu segera cari informasinya ya! Setelah kamu dapatkan keterangannya, lekaslah kabari saya. Biar nanti saya bisa langsung ambil keputusan. Oke?" "Siap, Pak! Kalau begitu, saya tutup dulu ya teleponnya. Maaf karena sudah mengganggu waktu makan siangnya, Pak...." pungkas Belia undur diri. Setelah diizinkan oleh Indra, sambungan pun seketika terputus seiring dengan Indra yang baru sadar bahwa sekarang ini sudah memasuki jam makan siang. "Aku nyaris saja melewatkan waktu makan siang. Untung Belia ingatkan soal ini. Dengan begitu, aku bisa langsung menyiapkan menu makan siang agar bisa aku santap bersama dengan Maura," gumamnya bersemangat. Tanpa berlama-lama lagi, pria itu pun mulai bergegas keluar dari ruang kerjanya guna menuju dapur dan siap sedia untuk bereksperimen lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD