MAKARONI SCHOTEL

1245 Words
Khusus untuk siang ini, Indra menyajikan hidangan siang ala kebarat-baratan. Walau menunya tak beragam, tapi setidaknya pria ini bisa berhasil menyelesaikan eksperimennya dalam jangka waktu yang cukup singkat. Membuat bibirnya mengukir senyuman puas seiring dengan tersajinya makaroni schotel di atas piring putih dengan sedikit hiasan cantik di sekitarnya. "Semoga saja Maura suka dengan menu western yang kubuat di kesempatan ini. Semenjak ditimpa masalah, sepertinya nafsu makannya semakin berkurang. Mudah-mudahan saja, dia jadi ada minat untuk lahap makan lagi ketika aku menghidangkan menu makan siang ala western seperti ini," gumam pria itu menaruh harap. Waktu makan siang akan berlalu, mengharuskan Indra guna buru-buru menyajikan makaroni schotelnya ke atas meja. Mungkin, ditambah dengan minuman segar sebagai pemanis mulut sehabis makan makaroni schotel akan terasa lebih lengkap. Untuk itu, Indra pun menyempatkan diri meracik minuman berbahan dasar buah naga merah guna disajikan bersama dengan makaroni schotel buatannya. Sampai ketika Indra sudah menaruh piring berisi makaroni schotel dan dua gelas jus naga merah di atas nampan untuk kemudian ia bawa ke kamar Maura, pria itu pun mulai bergegas melangkahkan kedua kakinya meninggalkan areal dapur. Tidak lupa, ia pun membersihkan meja dapurnya terlebih dahulu sebelum akhirnya pria itu melenggang pergi menuju kamar Maura. Sementara itu di dalam kamar, Maura tampak sedang tertidur setelah sebelumnya diam-diam menangis sendirian. Namun ketika ia mendengar pintu kamarnya diketuk secara perlahan oleh seseorang di luar sana, Maura pun lekas bangun dan berniat membuka pintunya mengingat pintu itu sempat ia kunci sebelum memutuskan untuk benar-benar mengistirahatkan dirinya. "Maura... Makan siang dulu yuk!" seru Indra di tengah kegiatannya mengetuk. Lalu sesaat kemudian, pintu kamar yang sudah diketuknya beberapa kali pun akhirnya dibuka juga oleh si penghuni kamar. Pertama kali melihat Maura yang berdiri sembari mengucek sebelah matanya, Indra pun mengerjap sekilas dan dilanjut bertanya, "Kamu baru bangun tidur, Ra?" Maura lantas mengangguk. Namun setelahnya, ia pun berinisiatif melebarkan daun pintu isyarat memperbolehkan sang pria masuk selagi ia balik melangkah menuju tempat tidurnya. "Oh ya, aku udah bikinkan menu makan siang buat kamu santap, Ra. Semoga aja kamu suka ya. Memang tidak selezat buatan koki kenamaan, tapi minimal ini masih bisa dimakan dan dinikmati lah oleh lidah manusia, hehe...." Indra mencoba mencairkan suasana yang sunyi sembari melangkah masuk mengekori Maura yang lebih dulu tiba di sisi ranjang dan memilih duduk di tepinya. "Memangnya, Ayah bikin apa?" lontar Maura dengan suara seraknya. Untuk sesaat, hati Indra pun serasa dicubit kecil setiap kali Maura masih memanggilnya dengan sebutan ayah. Padahal sudah jelas bahwa Indra tidak lagi memposisikan dirinya sebagai seorang ayah. Hanya saja untuk sekarang ini Indra pun tidak bisa memaksakan kehendaknya agar Maura tidak selalu menyebutnya dengan sebutan ayah. Mungkin nanti, ketika kondisi gadis ini sudah dipastikan stabil dan normal kembali, pelan-pelan Indra pun akan memintanya untuk tidak memanggilnya ayah lagi. Suka atau tidak, Maura harus belajar menerima kenyataan kedua selain kehamilan yang kini dialaminya. "Ah em... Aku bikin makaroni schotel. Semoga sih kamu suka dengan hasil karyaku ini. Ayo, waktu makan siang akan segera berlalu. Kamu harus mencicipi makaroni schotel ini selagi hangat," ujar Indra kembali bersua. Menaruh nampan di atas nakas dan membantu sang gadis mengambilkan makaroni schotelnya untuk kemudian dicicipinya terlebih dahulu. *** Sungguh di luar dugaan! Semula Indra tidak menyangka jika menu western yang dibuatnya akan meningkatkan selera makan di dalam diri Maura. Ya, dengan lahapnya, gadis itu telah menyantap hingga habis makaroni schotel bikinan Indra. Padahal, Indra sempat mengira bahwa mungkin saja Maura tidak akan terlalu suka mengingat rasanya yang belum bisa menandingi cita rasa dari makaroni schotel buatan chef ternama. Namun inilah yang terjadi, piring putih yang semula diisi oleh empat potong makaroni schotel dalam ukuran yang cukup besar dan normalnya bisa disantap oleh dua orang secara bersamaan, justru semuanya dihabiskan Maura tanpa memberikan Indra kesempatan untuk turut mencicipinya walau secuil. "Wow, Maura! Ini menakjubkan. Kamu menghabiskan makaroni schotel bagianku juga loh," cetus Indra baru sempat mengingatkan. Mendengar itu, dalam sekejap Maura pun membelalak horor seiring dengan ia yang kelepasan bersendawa. "Ups!" Maura buru-buru saja menutup mulutnya. "Maaf, Yah. Habis makaroni schotelnya enak. Jadinya aku lupa kalo ternyata ada bagian Ayah juga yang aku lahap sampe gak bersisa. Ya ampun, aku beneran kalap deh sepertinya. Maafin aku ya, Yah...." cicit gadis itu menatap bersalah. Ia sendiri pun tidak menyangka bahwa siang ini dirinya akan menghabiskan empat potong makaroni schotel yang seharusnya ia bagi juga dengan pria yang telah susah payah menyajikannya. Namun tentu saja Indra tidak mempermasalahkan. Justru, pria ini merasa senang karena usahanya membuahkan hasil yang diinginkan. Setelah sekian lama Maura tak selera makan dan hanya bubur sum-sum saja yang belakangan ini menjadi menu favoritnya, setidaknya kini ada menu kedua yang dapat meningkatkan nafsu makannya. Sehingga alih-alih marah karena bagiannya dihabiskan Maura juga, yang ada Indra malah terkekeh geli dan tidak mengapa walau ia tak kebagian. "Its okey, Ra. Aku bisa makan apapun tanpa perlu takut akan mual lalu muntah seperti yang beberapa kali terjadi padamu di waktu-waktu sebelumnya. Justru aku sangat senang melihatmu makan selahap barusan. Tapi satu hal yang ingin aku tanya, memangnya makaroni schotelnya enak ya? Saat aku tes rasa tadi, menurutku itu gak selezat makaroni schotel yang sering disajikan di restoran-restoran ala western pada umumnya. Tapi, kamu bahkan menghabiskannya sampai piringnya kosong melompong begini. Jujur sama aku, Ra... Ini serius makaroni schotelnya enak, atau kamu emang lagi lapar aja makannya gak nyisain satu potong pun buatku?" lontar Indra penasaran. Bukan bermaksud untuk menyindir karena Maura menghabiskan bagiannya juga, tapi Indra perlu semacam review agar setidaknya dia bisa tahu apakah buatannya itu layak konsumsi atau Maura menyantapnya hingga tandas hanya karena perutnya belum makan apapun lagi setelah tadi pagi hanya sempat sarapan sedikit. Sepintas, Maura pun menatap Indra dengan senyum di wajahnya. "Sebelumnya, Maura tanya dulu. Ayah mau jawaban yang jujur apa bohong?" Indra mendecak. "Ya jelas jujurlah, Ra. Kalo kamu bohong, nanti mana bisa aku memperbaiki letak kesalahan pada rasa makaroni schotelku tadi. Ayolah, jangan membuatku sepenasaran ini!" tukas Indra mendengkus gusar. Untuk pertama kalinya, Maura pun terkikik geli melihat ekspresi sang pria yang sedang tak sabar menanti jawabannya. "Okey, Maura jawab sejujur-jujurnya," ucap gadis itu nyengir lebar dulu. Lalu setelahnya, ia pun kembali bersua, "Makaroni schotel bikinan ayah barusan lezat banget. Serius deh. Maura pernah nyicip makaroni schotel di sebuah restoran yang menyediakan menu western saat diajakin sama temen kampus Maura dulu. Dan seingat Maura, rasanya bahkan gak seenak makaroni schotel buatan Ayah. Sungguh! Rasa dari makaroni schotel yang Maura makan barusan tuh aslinya bikin nagih. Makanya Maura sampe kalap sendiri dan lupa gak nyisain satu potong pun buat Ayah. Sekali lagi maafin Maura ya, Yah. Habisnya enak sih, suruh siapa Ayah bikinnya cuman empat biji!" celoteh gadis itu meringis lebar. Dilanjut dengan kekehan gelinya seiring dengan tangannya yang sigap meraih gelas berisi jus naga merah untuk memaniskan mulutnya setelah menghabiskan empat potong makaroni schotel sendirian. Jika melihat Maura bisa kembali seceria ini, Indra pun merasa sangat gembira dibuatnya. Bahkan kalau diperlukan, Indra akan membuat makaroni schotel sebanyak yang Maura minta kapan pun gadis itu menginginkannya. Selama Maura bisa lahap makan tanpa dibarengi oleh mual muntahnya, maka Indra pun tidak keberatan walau harus selalu berjibaku di dapur seperti seorang bapak rumah tangga yang diharuskan memanjakan istri tercintanya yang sedang mengalami hamil muda. Thanks, makaroni schotel. Berkatmu, Maura pun bisa kembali lahap makan dan menunjukkan lagi sisi cerianya. Semoga di kemudian hari, perlahan-lahan dia pun bisa kembali menjadi sosok periang lagi. Sudah cukup dia hidup terpuruk karena masalah yang belakangan menimpanya. Batin Indra memanjatkan doa. Berharap sang gadis bisa menemukan kembali kebahagiannya walau dengan cara sesederhana apapun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD