A TWEET

1462 Words
Hari hari berikutnya, kondisi Maura pun agak lebih membaik dari sebelumnya. Walau setiap pagi ia masih mengalami mual muntah, tapi sepertinya Maura sendiri sudah bisa lebih menerima kenyataan mengenai dirinya yang sedang hamil muda. Ya, Maura pikir, tidak ada salahnya jika ia mulai menerima kenyataan yang ada. Sebab mau dipungkiri seperti apapun kenyataan tersebut, Maura merasa bahwa semua yang sudah terjadi tidak dapat diralat kembali. Ibaratnya saja seperti bubur yang sudah siap saji tidak mungkin bisa kembali menjadi beras. Tentu saja hal tersebut sangat mustahil bukan? Untuk itu, akan lebih baik jika Maura mulai fokus saja dalam menjalani kehidupannya yang sekarang. Pagi ini, Maura berniat untuk keluar kamar dan mencari udara segar di halaman belakang. Semenjak ia mengalami sejumlah hal pahit yang menimpa kehidupannya, rasa-rasanya Maura sudah lupa tentang kapan kali terakhir dia menghirup udara pagi di luar ruangan. Maka dengan semangat barunya yang sudah muncul, Maura pun sigap bergegas keluar kamar dan tak sengaja berpapasan dengan Indra yang sepertinya hendak mampir ke kamarnya. "Maura, mau ke mana?" tanya pria itu mengernyit. Di tangannya, Indra sedang memegang nampan berisi menu sarapan sehat yang niatnya akan ia antar untuk Maura santap pagi ini. Akan tetapi, tiba-tiba saja dia malah melihat Maura keluar kamar. Otomatis, Indra pun menjadi terheran-heran karena ini adalah pertama kalinya Indra melihat Maura keluar dari kamarnya setelah sekian lama memilih untuk mendekam di dalam sana. Melihat Indra yang selalu dirinya repotkan bahkan sampai hal-hal kecil yang sebetulnya masih bisa Maura lakukan sendiri, terang saja membuat Maura merasa tidak enak. Padahal sudah seharusnya, ia bersikap mandiri dan tidak perlu lagi merepotkan Indra. Sudah terlalu sering juga Maura membuat pria itu kerepotan. Untuk itu, di detik berikutnya Maura pun berinisiatif mengambil alih nampan yang semula tengah dipegang sang pria. "Loh, mau dibawa ke mana nampan itu?" tegur Indra ketika mendapati Maura yang mengambil nampan tersebut dan lalu membawanya pergi melewati Indra yang masih berdiri di tempat. Maura pun berjalan menuju meja makan. Diikuti oleh Indra yang tentu masih bertanya-tanya mengenai sikap sang gadis. Lalu setibanya di meja makan, Maura pun menaruh nampan tersebut di atas meja. Sepintas ia melihat menu sarapan yang tersaji, dan ia yakin bahwa Indra telah membuatnya sendiri hanya demi memastikan agar asupan yang dimakan Maura selalu sehat dan bergizi. "Maafin Maura ya, Yah. Selama ini, Maura udah sering banget ngerepotin Ayah. Jujur... Maura malu banget sama diri Maura sendiri. Di saat seharusnya Maura udah bisa menunjukkan bakti Maura sama Ayah, justru yang terjadi malah jauh dari yang semestinya Maura beri. Alih-alih berbakti sama Ayah, Maura malah memberi beban yang beratnya melebihi berton ton karung beras. Sekali lagi maafin Maura, Yah. Maura janji... Mulai hari ini sampai selanjutnya, Maura akan menjadi anak yang baik dan gak lagi ngerepotin Ayah. Maura akan berusaha untuk bangkit kembali di tengah badai yang masih menerjang. Maura janji, Yah. Maura gak akan lagi bikin repot Ayah," tutur gadis itu sembari menatap Indra sendu. Dalam sekejap, suasana pun berubah haru. Membuat Indra ingin sekali meraih Maura ke dalam peluknya, tapi kemudian dia disadarkan oleh sebuah fakta bahwa Maura dan dirinya adalah dua orang yang tak seharusnya bebas berpelukan. Menyebabkan Indra mengurungkan niatannya, dan kemudian ia hanya tersenyum haru dan berkata, "Do it, Maura! Bukan karena aku merasa bahwa kamu sudah sering merepotkanku. Tapi tentu kamu pun harus mulai bangkit dari keterpurukanmu selama ini. Dan ya... Kamu gak perlu takut lagi mengenai nasib ke depannya. Aku selalu bersamamu, dan tetap akan menjadi seseorang yang selalu ada di saat kamu membutuhkanku. Percayalah, Maura. Selalu ada pelangi setelah hujan deras. Kebahagiaan akan segera menjemputmu. Oleh karena itu, mulailah membenahi diri. Jangan lagi memikirkan hal-hal yang sudah berlalu dan tidak mungkin bisa kamu ulangi lagi. Jadikanlah semua yang menimpamu menjadi pelajaran. Aku akan ada bersamamu, Maura. Trust me." Mendengar itu, Maura pun mengangguk setuju. Ia menjadi sangat terenyuh setelah diberi wejangan yang amat bermakna untuk keberlangsungan hidupnya nanti. Sehingga tiba-tiba tanpa diduga, Maura sendiri lah yang beringsut memeluk Indra. Menciptakan kekagetan di dalam diri sang pria, dan tubuhnya seketika membeku selagi Maura memeluknya dengan erat. "Thanks, Yah. Karena sudah selalu ada untuk mendukung Maura," bisik gadis itu di balik d**a bidang Indra. Namun tanpa ia sadari, Indra justru merasa tak mampu balas memeluk semenjak dirinya memutuskan untuk tidak lagi menganggap Maura sebagai seorang anak. *** Indra sudah pergi ke restoran setelah sebelumnya ia dibujuk keras oleh Maura. Pria itu awalnya tidak mau meninggalkan Maura sendiri hanya karena dia takut kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terhadap Maura jikalau Indra pergi ke resto. Akan tetapi, rupanya Maura pun tidak mau menghambat setiap aktivitas yang bisa Indra lakukan selagi dirinya berjanji untuk selalu menjaga diri sendiri. Maka pada akhirnya, Indra pun berhasil diyakinkan oleh sikap riang yang mulai terlihat kembali dari sorot mata sang gadis. Indra merasa, mungkin Maura sudah bertekad untuk bangkit kembali setelah beberapa pekan ia terpuruk dalam kesedihannya. Membuat Indra tidak ragu untuk pergi ke resto, apalagi belakangan ini ia pun sering kali berhalangan hadir dan hanya mempercayakan segala sesuatunya kepada salah satu karyawannya yang dapat diandalkan. Hingga setelah Indra berpamitan pergi pada Maura, gadis itu pun memilih untuk kembali masuk kamar. Demi menghilangkan rasa jemu yang mendera, ia pun bertujuan untuk berselancar saja di dunia maya. Mengingat sudah cukup lama dirinya vakum, kini Maura pun sudah siap untuk kembali aktif di beranda sosmednya. "Kira-kira, ada berita terbaru apa ya yang lagi marak di sosial media? Rasanya udah lama banget aku gak ngecek akun si burung biru. Ah ya, mending aku coba login aja sekarang. Mana tau, aku bisa dapet hiburan di laman burung biru. Lumayan, bisa buang jenuh hanya dengan scroll scroll layar doang," ucapnya bersemangat. Disusul dengan gerakan jarinya yang begitu lihai ketika memasuki halaman si burung biru yang sudah lama tak dijamahnya. Awalnya Maura terlihat biasa-biasa saja. Belum ada cuitan pengikutnya yang setidaknya bisa menggugah gairahnya hanya untuk ikut menimbrung memberikan pendapat. Ya, kebanyakan dari pengikutnya hanya membuat cuitan dengan menggunakan kata-kata simple saja. Membuat Maura malah merasa semakin bosan dan bukannya menghilangkan kejemuan yang melandanya, justru Maura malah semakin jenuh bahkan berujung ngantuk saja gara-gara tidak ada yang seru walau ia sudah men-scroll beranda hingga paling bawah. Sampai pada saat Maura melihat sebuah cuitan yang diposting oleh salah satu teman kampusnya. Barulah ia pun merasa tertarik untuk ikut menimbrung dan berkomentar. Akan tetapi, ketika Maura sudah masuk ke bagian kolom komentar dalam cuitan tersebut, mendadak jantungnya pun seperti baru saja diremas kuat oleh tangan tak kasat mata. Secara spontan, Maura membekap mulutnya dengan satu tangan yang tidak sedang ia gunakan untuk memegang ponsel. Tidak disangka, rupanya cuitan yang teman kampusnya itu tulis adalah bermaksud untuk menyindirnya yang pada saat ini sedang mengalami sebuah derita yang menyedihkan. Lebih parahnya lagi, pada laman komentar cuitan tersebut banyak sekali teman-teman kampus lainnya yang ikut memberikan argumen berupa hujatan yang ditujukan secara tak langsung untuk Maura. Memang tidak gamblang, tapi tentu Maura menyadari sendiri bahwa hujatan itu adalah untuknya. Melukai hati Maura yang kala ini sedang membacanya. Sampai berkali-kali dia pun memelototi bagian cuitan yang dibuat oleh si pemilik akun. Huh, manusia zaman now. Keliatannya sih lugu, tapi awas! Aslinya adalah suhu. Iya! Suhu bgt krna udh bkin geger kampus wkwkwk Seperti itulah cuitan yang ditulisnya sehingga mengundang banyaknya teman yang ikut menyerbu memberi komentar. Memang tidak semua pro pada cuitannya, tapi Maura lihat kebanyakan ikut setuju pada tulisan yang dia posting di beranda si burung biru. Menyebabkan Maura serasa dihantam palu gada berulang kali, setidaknya setiap kali ia melihat sejumlah komentar yang tertuju padanya. Hingga tak lama dari itu, Maura pun mendadak kembali tertekan dan merasa bahwa ia sudah memberikan aib yang sangat memalukan bagi kampusnya. Padahal ia pun sudah mendapatkan hukuman dengan dikeluarkan oleh pihak kampus. Tapi rupanya itu tidaklah cukup bagi teman-temannya. Entah bawaan dia sedang hamil, atau memang Maura pun sudah telanjur sakit hati setelah tahu dirinya dijadikan bahan gunjingan teman-temannya apalagi dalam cuitan burung biru yang bersifat dapat dibaca siapapun yang sekiranya saling mengikuti satu sama lainnya. Membayangkan jika sampai gunjingan itu terus merebak, Maura pun tidak sanggup andai dia dicap sebagai perempuan bermoral buruk. Padahal kenyataannya tak seburuk itu. Maura bukan jenis perempuan liar yang bisa dipakai siapa saja. Dia hanya melakukan satu kesalahan yang membuat hidupnya hancur berantakan. Dan itu tak lain karena Maura terlalu naif juga lugu. Sehingga ia bisa dengan mudahnya terbujuk rayu oleh laki-laki semacam Niko. Namun apa yang mereka bincangkan? Maura telah dinilai sebagai perempuan murahan. Namun seharusnya mereka bisa mengerti. Hanya karena Maura hamil di luar nikah, bukan berarti juga dia pantas menerima hujatan semenyakitkan itu. Membuat Maura lantas perlu mengambil tindakan yang sekiranya dapat menghilangkan penderitaannya. Ya, mungkin akan lebih baik jika Maura tiada saja dari dunia ini. Dengan begitu, semua penderitaannya bisa dihilangkan dan ia pun tidak harus mendapatkan hujatan demi hujatan yang akan ia temukan pada cuitan-cuitan si burung biru berikutnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD