MORNING SICKS

1468 Words
Dokter Renata--dokter kenalan Indra--baru saja selesai memeriksa kondisi Maura yang masih berada dalam keadaan pingsan. Entah kapan gadis itu akan siuman, yang jelas sekarang Indra harus tahu mengenai kondisi yang dialami Maura dari keterangan sang dokter. "Gimana keadaan Maura, Re? Apa dia baik-baik aja?" Sembari mengemasi peralatan yang sudah sempat digunakannya ke dalam tas kerjanya kembali, perempuan berjas putih itu pun seketika saja menoleh ke arah Indra. Pria yang sejak tadi sudah terlihat tidak sabar dan menantikan tibanya momen saat ia diberi waktu untuk bertanya. Renata tersenyum. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Morning sicks adalah suatu hal yang sudah biasa terjadi di usia kehamilan muda yang dialami oleh kaum wanita. Dan penyebab dia pingsan mungkin karena dia lemas sehingga tidak ada zat atau gizi yang bisa menguatkan tubuhnya. Aku sarankan, Maura dipaksa supaya mau makan aja, Ndra. Supaya dia gak sering pingsan apalagi di kondisinya yang masih terbilang rawan pada masa trimester pertama ini." Indra berusaha memahami penuturan kalimat yang Renata utarakan. Walau ada satu dugaan yang coba Indra benarkan, tapi ada pula kata kata yang tidak dimengerti oleh pria ini. "Tunggu dulu, Re. Apa itu morning sicks? Apa kamu bisa menjelaskannya secara rinci? Jujur saja... Ini adalah pengalaman pertamaku menghadapi perempuan yang sedang hamil. Jadi tolonglah, gunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh pikiranku. Jangan memakai kata atau istilah yang gak bisa aku pahami dengan cepat. Kamu mengertikan apa yang kumaksud?" ujar Indra mendesah berat. Untuk sesaat, ia pun sampai menunjukkan raut frustrasinya yang sontak malah membuat Renata mendadak tertawa. "Ayolah, Re. Jangan hanya tertawa saja! Jelaskan kepadaku, apa itu morning sicks?" tukas Indra mendecak sebal. Bukannya segera diberitahu, temannya itu malah tega sekali menertawakannya. Renata berdeham sejenak sebelum akhirnya ia berkata, "Baiklah, Indra. Akan aku jelaskan. Morning sicks adalah keadaan di mana wanita yang sedang hamil akan mengalami mual muntah. Itu umum terjadi dan tidak perlu dikhawatirkan. Memang tidak semua wanita hamil mengalaminya, tapi banyak di antaranya yang juga ditimpa morning sicks. Tidak usah terlalu mencemaskan keadaan seperti ini, Indra. Kamu hanya perlu memastikan Maura makan tepat waktu dan jangan lupa untuk memberikan suplemen yang kuberi tempo lalu. Sudahlah, biarkan dia istirahat. Aku rasa, sepanjang malam dia tak henti menangis. Apa yang terjadi? Apakah dia masih tidak bisa merelakan pemuda yang sudah menghamilinya tiada? Jika itu yang terjadi, maka kusarankan agar Maura diajak bepergian saja ke tempat-tempat yang belum pernah dia datangi sebelumnya. Pastikan tidak ada hal yang membuatnya teringat pada pemuda itu. Aku tau... Sangatlah berat berada di posisi Maura. Tapi ketika Tuhan sudah mentakdirkan segala sesuatunya, kita bisa apa? Sebagai orang terdekatnya, sudah menjadi tugasmu untuk selalu memberi support kepadanya. Jangan melulu diomeli apalagi diingatkan dengan kesakitannya! Itu bisa mempengaruhi psikisnya. Terlalu rentan pada janin yang sedang dikandungnya. Percayalah, saat wanita hamil mengalami stres tingkat tinggi, maka semua itu akan berimbas juga pada kehamilannya. Jadi usahakan agar dia tidak banyak pikiran ya! Kasihan, Ndra. Selain karena jiwa Maura masih sangat muda. Ia pun perlu sesuatu yang bisa membuat pikirannya rileks. Dan sebuah omelan apalagi desakan tidak dianjurkan bagi wanita yang sedang hamil muda!" papar Renata memberi petuah. Teman perempuan Indra ini memang sudah tahu betul seperti apa nasib yang menimpa Maura. Sebagai sesama perempuan, dia pun tidak ingin melihat Maura menderita hanya karena kesalahan yang diperbuatnya di masa lalu. Anggap saja semua yang terjadi semata-mata adalah pembelajaran di tengah proses menuju kedewasaan. Untuk itu, Renata pun selalu mengingatkan Indra agar ia tidak pernah menyalahkan Maura atas apa yang menimpanya. Biarlah itu menjadi pelajaran yang berharga bagi Maura sendiri. Intinya, Renata selalu menekankan pada Indra bahwa tidak dibenarkan jika Indra menyudutkan Maura sekalipun ia sudah sempat dibuat terlena oleh rayuan palsu si pemuda yang menghamilinya. *** Tidak banyak sosok pria yang pandai bahkan anteng berkutat di dapur. Sekalipun ada, mungkin hanya satu berbanding seribu. Namun untungnya, Indra merupakan tipikal pria yang suka sekali berjibaku di dapur. Entah itu dia bereksperimen tentang cara pembuatan makanan ringan, maupun membuat jenis minuman segar yang bisa ia konsumsi untuk diri sendiri. Tapi tidak untuk sekarang. Tujuannya berada di dapur adalah untuk membuat bubur sum-sum guna dikonsumsi oleh Maura nanti. Ya, Indra tahu betul jika Maura sangat suka dengan bubur sum-sum. Setiap kali gadis itu sakit, maka dia hanya ingin memakan bubur sum-sum saja. Maka demi supaya Maura berkenan makan, Indra pun berinisiatif untuk membuatkan bubur sum-sum andalannya. "Semoga Maura tidak menolak jika bubur sum-sum ini yang aku bawakan ke hadapannya. Sejak semalam, dia belum makan apa-apa. Pantas saja dia tadi pingsan. Dan apa kata Renata? Morning sicks? Ya, apapun itu namanya... Aku harap Maura tidak pernah mengalaminya lagi di hari-hari berikutnya," gumam Indra mengoceh sendiri. Bersamaan dengan bubur sum-sum yang sudah ia sajikan ke atas mangkuk putih yang kemudian ia letakkan di atas nampan. Tidak lupa, segelas s**u khusus konsumsian ibu hamil pun telah Indra seduhkan agar bisa diminum langsung ketika Maura siuman nanti. Indra bergegas menuju ke kamar Maura dengan nampan yang dibawanya. Sampai setibanya pria itu di depan pintu kamar Maura, dengan hati-hati ia pun mendorong pintunya menggunakan salah satu bahunya. Mengingat kedua tangannya sedang ia gunakan untuk memegang nampan berisi mangkuk bubur sum-sum dan segelas s**u hangat buatannya, maka tentu Indra pun harus berhati-hati ketika dirinya beringsut masuk ke dalam kamar Maura. Dilihatnya, Maura sudah siuman ternyata. Namun sepertinya, gadis itu masih sibuk dengan tatapan kosong yang ia arahkan ke langit-langit kamarnya sana. Sehingga saat Indra datang mendekat, Maura bahkan belum sadar akan kehadiran Indra yang sedang menaruh nampan yang dibawanya ke atas nakas. "Syukurlah kamu sudah sadar, Ra...." ucap Indra yang kala itu memberanikan diri untuk duduk di tepi ranjang Maura. Mendengar ada orang yang berbicara kepadanya, dalam sekejap Maura pun langsung tersadar dari lamunannya. Lalu di detik berikutnya, Maura pun mengalihkan perhatiannya ke sumber suara yang didengarnya sesaat lalu. "Ayah...." bisik Maura parau. Sambil mengerjap, Maura pun lantas bergegas bangun dari posisi berbaringnya. Mengharuskan Indra segera membantunya bangun sekaligus menciptakan sandaran punggung dari bantal yang dia ambil salah satunya dari atas tempat tidur sang gadis. "Gimana, nyaman gak duduknya?" tanya Indra memastikan. Lalu pada saat melihat anggukan di kepala Maura, selepas itu pun Indra sempat tersenyum sebelum akhirnya ia teringat pada bubur sum-sum yang dibuatnya khusus untuk Maura. "Ah ya... Aku bikin bubur sum-sum buat kamu. Sejak tadi malam, kamu belum makan, kan? Jadi aku pikir, akan lebih baik kalo aku buatkan bubur sum-sum kesukaanmu saja. Mari kita coba! Perlu aku suapi, atau mau makan sendiri?" lontar Indra bersemangat. Dia pun lekas meraih mangkuk buburnya berikut sendok yang sudah ia siapkan di pinggir mangkuknya. Sejujurnya, Maura tidak pernah merasa secanggung ini ketika sedang berduaan dengan pria yang masih dirinya anggap sebagai ayahnya. Namun percayalah... Maura sendiri tidak mau diusik oleh kecanggungan semacam ini. Maka dari itu, sebisa mungkin Maura ingin bersikap seperti biasanya saja. "Aku makan sendiri aja, Yah. Anyway, makasih karena udah repot-repot bikinin bubur sum-sum buatku. Tapi omong-omong, apa Ayah gak pergi ke resto? Seingatku, setiap hari Rabu, Ayah gak pernah absen cek bahan baku di gudang, kan?" ungkap Maura sembari menerima bubur sum-sum yang disodorkan Indra. "Aku udah limpahkan tugas itu sama orang di resto. Biar mereka yang mengecek bahan baku di gudang. Aku gak mungkin tinggalin kamu sendirian di rumah dalam kondisi seperti ini. Jadi jangan pikirkan soal pekerjaan rutinku! Ayo makan, jangan disisain ya! Setelah itu, kamu minum susunya juga. Dokter Renata bilang, kamu perlu banyak asupan gizi biar gak lemas. Untuk itu tolong, Maura... Jangan pernah abai lagi pada perutmu sendiri. Makan di waktu yang tepat dan jangan sungkan untuk meminta apapun padaku ketika kamu menginginkannya. Oke?" celoteh Indra sangat luwes. Walau sebenarnya ia pun sempat diselimuti oleh kecanggungan, tapi tidaklah dibenarkan jika Indra mendadak jadi kaku ketika sudah semestinya ia mengurus Maura. "Lalu, apa jika Maura meminta agar ayah tetap menjadi ayah Maura selamanya, dan melupakan semua perkataan ayah tadi malam, apakah mungkin permintaan itu akan dikabulkan juga?" tatap Maura amat sendu. Dia hanya berharap jika walaupun Indra bukan ayah kandungnya, tapi tidak ada yang berubah dari status mereka. Di dalam sanubarinya, Maura hanya ingin kalau Indra akan selalu menjadi ayah terbaiknya. Akan tetapi, rupanya pertanyaan yang baru saja dikemukakan oleh Maura justru membuat Indra harus tercenung beberapa saat. Hatinya bergejolak. Ingin menepis tapi tidak berdaya. Indra ingat pada perkataan Dokter Renata tadi sebelum dia pamit kembali ke rumah sakit tempatnya bekerja. Dia berpesan agar Indra tidak membebani pikiran Maura. Apalagi sampai memaksakan sesuatu yang hanya akan membuat Maura kepikiran saja sehingga menyebabkan kondisinya mendadak drop. Indra tidak mau hal seburuk itu sampai kejadian. Maka dibanding Maura mengalami suatu hal yang tidak menyenangkan dalam kondisinya saat ini, Indra pun memutuskan untuk tidak dulu membahas perihal perkataannya yang semalam. "Makan dan habiskan ya buburnya. Aku mau cek kompor dulu. Takutnya lupa dimatikan bekas bikin bubur tadi," gumam Indra nyengir lebar. Selepas itu, ia pun melengos pergi dan membiarkan Maura sendirian saja selagi Indra sendiri ingin menenangkan pikirannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD