NE 8 - Tangisan Buaya (Flash Back)

1130 Words
“Greesa, aku minta maaf sama kamu. Jangan tinggalin aku, Gree, bisa apa aku tanpa kamu? Aku bakal merubah semua sifat buruk aku, janji nggak akan selingkuh lagi dari kamu, Gree. Tolong bertahan sama aku, Gree, kasih aku satu kesempatan lagi buat memperbaiki kesalahan aku.” Greesa menatap wajah Angga yang berada di depannya, memelas atas belas kasihannya. Ia hanya menyunggingkan senyuman tipisnya pada laki-laki tersebut. “Udah gue maafin, Ngga, tapi untuk bertahan maaf keknya lo amnesia sama kesalahan lo yang terdahulu. Gue udah capek kasih lo kesempatan kedua, Ngga, bukannya lo manfaatin buat menata diri menjadi lebih baik tapi malah lo sia-siakan. Selama ini lo kemana aja baru mohon-mohon kek gini? Selama ini gue udah maafin lo terus setiap lo berulah, tapi untuk kali ini gue udah nggak bisa bertahan sama lo lagi, Ngga. Lo udah kelewat batas banget buat nyakitin gue, kalau lo pengen gue sakit hati nggak gini caranya.” “Gue bertahan bukan berarti gue terlalu cinta banget sama lo, tapi gue jaga perasaan bokap lo yang udah kenal dekat sama gue. Harusnya lo mikit kalau lo berbuat kek gini imbasnya ke siapa aja? Lo masih punya orang tua, Ngga, beliau yang besarin lo, tapi ini balasan lo ke beliau? Manusia lain kalau dikasih kesempatan kedua bakal gunain waktu itu sebaik mungkin, Ngga, bukan malah semakin jadi kek gini. Jangan lo kira gue dari dulu diem bukan berarti gue nggak tau, semua kelakuan b***t lo gue tau! Gue kira lo udah puas selingkuh sana sini, ternyata masih belum puas ya, harus banget ngembat perempuan yang satu atap sama gue. Biar apa coba? Lo pikir gue bakal nampar Zora dengan nangis-nangis gitu? Nggak bakal!” “Cara lo selingkuh itu murahan banget, Ngga, kalau cari selingkuhan tuh yang levelnya di atas gue bukan malah di bawah gue kek gini. Lo nggak ngerasa rugi? Eh, ya nggak mungkin rugi lah, karena apa? Karena emang yang murahan itu pasti levelnya di bawah ya nggak, Zo? Lo kok mau sih sama manusia b***t kek Angga, lo dikasih apa sama dia? Padahal kan apartemen juga udah sama gue, emang kurang tumpangan gratisnya? Mulai bulan depan sewa apartemen lo tanggung sendiri, nggak usah numpang gue lagi.” Greesa menatap kedua manusia tersebut dengan tatapan datar, ia membawa semua barangnya keluar dari perusahaan tersebut. “Gree, jangan tinggalin aku. Jangan ngundurin diri dari perusahaan aku, Gree, kamu tetap pacar aku kan?” “Lo kalau tidur jangan kelamaan, Ngga, kasihan sampai lo nggak bisa bedain mana nyata sama mana mimpi. Setelah kejadian kemarin kok bisanya lo masih bisa ngomong kita pacaran? Logikanya mohon dipakai ya! Punya otak sekali-kali dipakai buat mikir realistis,” jawab Greesa, emosinya tiba-tiba meluap luar biasa. “Lo kok ngomong gitu sih, Gree, sama Angga? Dia emang punya salah sama lo, tapi ya nggak gitu juga omongan lo ke dia. Katanya udah maafin, jangan kasar banget dong omongannya ke Angga. Kasihan Angga, dia cuma pengen lo bertahan sama dia. Gue nggak pernah ada hubungan apa-apa kok sama Angga, Gree, lo juga tau kan kriteria cowok gue kek apa? Lo tetep sama Angga ya, Gree, gue mohon?” Greesa tertawa terbahak-bahak mendengar permohonan Zora. “Maksud lo gue harus ngomong gimana ke manusia ini, Zo? Lagian gue kira kita udah nggak ada hubungan apa-apa, jadi sah aja buat gue ngomong apa pun ke dia gitu loh. Terus lo bilang, kalian nggak ada hubungan apa-apa? Iya emang nggak ada status diantara kalian, tapi lo berdua udah pernah berhubungan badan, Cantik. Maksud lo gue harus mempertahanin manusia yang udah nodai banyak cewek gitu? Lo suruh gue jadi penikmat sisa dari lo gitu? Bagus sekali pemikirannya, pantes aja lo mau diajak berhubungan badan sama dia. Emang gini ya pendidikan nggak bisa jamin pemikiran kita jadi terbuka? Pendidikan lo tinggi, Zo, tapi kok kelakuan lo berbanding terbalik kek gini.” “Gree, udah jangan marah-marah terus di sini. Kalau kamu mau pergi, silakan! Emang bener kamu seharusnya nggak sama aku, kamu terlalu baik untuk laki-laki b******k seperti aku. Maafin aku, Gree,” lirih Angga dengan menggapai tangan Greesa yang akhirnya perempuan itu tepis. Perempuan itu melanjutkan langkahnya, meninggalkan tempat drama tersebut. Dirinya muak melihat kedu manusia yang tak memiliki perasaan sama sekali. Apalagi dengan teman satu atapnya itu, ia tak menyangka jika Zora akan menormalkan perselingkuhan di dalam sebuah hubungan. Baginya perselingkuhan tetap tidak dibenarkan dalam situasi dan kondisi apa pun, orang ketiga adalah sumber masalah dalam sebuah hubungan. Pesan yang selalu ia ucapkan pada Zora nyatanya tidak ada yang didengarkan sama sekali. “Lo nggak boleh lemah, Greesa, lo keluar dari sini secara terhormat bukan karena di tendang atau karena dipecat. Pokoknya lo keluar dari sini secara terpandang, gue sumpahin diri gue sendiri bakalan dapat bos yang lebih sukses dari Angga. Gue bakal buktiin kalau selama ini gue berada di kantor ini karena kemampuan bukan karena Pak Handoko ingin gue jadi menantunya. Tunggu gue dapat bos baru, Ngga, lo bakalan nyesel udah selingkuh dari gue. Kalau sampai lo kuwalahan ngatasi pekerjaan karena pacar baru lo nggak becus kerja, jangan pernah nangis-nangis minta gue kembali.” “Gue bakal jadi orang pertama yang ketawa sekencengnya kalau lo susah, Ngga, gue jamin lo nggak bakal nemu manusia sesabar gue lagi dimuka bumi ini. Mana ada yang tahan sama sifat lo yang perfeksionis itu, apa-apa harus tepat lah, kurang sedikit aja ngamuk minta revisi. Anak buah lo aja baru sebulan di sini udah pada ngundurin diri,” gerutu Greesa dengan berjalan membawa barangnya. Badannya tegap, seperti tidak terjadi apa-apa. “Bu Greesa, kok bawa semua barang? Bu Greesa, resign?” tanya salah satu karyawati yang bertemu dengannya. Ia menghembuskan napasnya perlahan. “Percuma saya di sini, Dan, apa yang mau saya pertahanin? Kamu tau sendiri kan kelakuan bos kamu kemarin ngapaian sama Bu Zora? Jadi buat apa saya bertahan sama orang yang suka selingkuh? Kalau kamu udah nggak kuat mending ikut mundur aja, kasihan sama berat badan kamu yang semakin turun terus.” Perempuan tersebut menatap Greesa kasihan. “Jadi berita yang kemarin Pak Angga digrebek di hotel itu bener ya, Bu? Saya kira sama Bu Greesa, ternyata malah sama Bu Zora. Kalau saya jadi ibu, jelas saya milih mundur. Pacar sendiri selingkuh sama bawahan, saya dukung Bu Greesa buat mundur. Tapi Bu Greesa nggak papa kan,” “Makasih ya, Danti, saya pamit.” Pada akhirnya sekuat apa pun bertahan, perpisahan tetap menjadi jalan tengah menyelesaikan masalah. Memaksakan keadaan pun juga bukan hal terbaik untuk dilakukan, sejauh ini yang Greesa rasakan adalah memaksakan untuk mencintai dan dicintai. Seberapa berat hati tak ingin jauh, namun takdir ingin berpisah. “Gue sakit hati karena gue sendiri yang terlalu memaksa, kalau dari awal gue nggak memaksa masuk ke dalam hati dia. Akhirnya nggak bakal kek gini,” ucap Greesa lirih dengan tetap berjalan meninggalkan kantor tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD