“Besok ada rapat sama klien Jepang, Sa, berkasnya udah gue taruh di meja kerja mungkin ada yang lo pelajari. Oh iya, Sagara nggak ke apartemen lo? Biasanya jam segini dia udah ke apartemen lo,” ujar Greesa dengan menyajikan masakan untuk makan malam mereka bertiga.
“Keknya dia pulang ke rumah, jenguk neneknya kali. Udah sebulan lebih dia nggak pulang, bisa jadi dia ke sana. Oh iya, besok pas rapat tolong yang inti semua suruh ikutan biar enak pada tau semua gimana nanti eksekusinya.” Greesa menganggukkan kepalanya.
Ponsel Aksara berdering nyaring, ia mengerutkan dahinya melihat nama yang tertera di layar ponselnya. “Ngapain juga nih bocah telpon segala.”
“Siapa, Sa?”
“Raven, tumben banget dia telpon gue biasanya mah cuma kalau butuhnya doang.” Ia menggeser tombol tersebut ke hijau.
“Halo, ada apa? Tumben banget lo telpon gue?”
“Apa? Lo di depan apartemen gue, bentar gue bukain.” Aksara berdiri, lalu berjalan membuka pintu apartemen Greesa.
“Raven, sini”
Laki-laki yang dipanggil namanya tersebut sedikit mengerutkan dahinya, ia berjalan menuju tempat Aksara berdiri. “Bukannya apartemen lo yang lo pakek itu yang itu ya? Kok lo sekarang pindah ke sini? Pantesan dari tadi gue pencet belnya nggak ada yang bukain pintu. Lo sekarang pindah ke apartemen yang ini, Sa?”
“Nggak, yang sana apartemen gue. Terus apartemen ini dipakek sama Greesa, ya udah yuk masuk.”
Raven mengekori Aksara, ia melihat perempuan yang tadi siang di restoran tengah menata makanan makan malam. “Gue butuh penjelasan semua ini, Sa, lo berdua tinggal seatap? Atau jangan-jangan bener dugaan gue tadi ya? Kalian udah nikah ya? Gue nggak nyangka lo nikah nggak ngasih kabar sama undangan gini, Sa, gue masih temen lo kenapa Ravender nggak lo undang?”
“Kita nggak nikah, Ravender, gue sama Greesa tadi bahas pekerjaan dikit terus kita mau makan malam bareng, biasanya si Sagara juga ke sini tapi keknya dia lagi pulang jadi cuma berdua aja. Lo nggak usah berburuk sangka dulu, Ven,” jawab Aksara dengan memukul kepala Ravender. Mereka berdua duduk sampingan, Greesa menuangkan minuman ke masing-masing gelas yang ada di hadapan mereka.
“Kalian beneran belum nikah? Sumpah udah cocok banget jadi seorang suami dan istri, yang cewek cantik yang cowok sedikit ganteng tapi lebih gantengan Ravender sih. Jangan bilang kalian nih sering makan bareng kek gini? Pantes aja si Aksara belum pengen kawin, udah ada yang masakin toh. Inget umur ya, Sa, jangan nunggu bau tanah lo baru mau nikah. Nambah umur tuh wajah juga ikut mengkerut, bukannya nyari bini lo malah seneng nyari masalah. Btw, gue ikut kalian makan malam nggak papa kan? Nggak ganggu waktu berdua kalian kan?” Aksara kembali memukul kepala Ravender, lama-lama jika dibiarkan terus laki-laki yang duduk di sampingnya itu memang sangat meresahkan.
“Lo apaan sih, Ven, gue sama Aksa juga nggak ada apa-apa sebatas boss ama sekretaris aja kok. Lagian biasanya kita bertiga sama Sagara, kebetulan aja hari ini Sagara lagi nggak ada jadi cuma berdua doang. Gue masaknya juga banyak kok kalau nggak habis sayang kan, pas banget lo datang jadi bisa bantu habisin. Lo dari mana, Ven, kok tiba-tiba ada di sini?”
Ravender terkekeh pelan. “Lo berdua kenapa kek pasangan baru kencan mumpet-mumpet terus ketahuan ya? Gue doain aja kalian berdua jodoh deh, jarang banget sih doa gue didenger sama Tuhan tapi gue yakin kali ini bakalan dikabulin. Jadi gue tadi habis pulang dari rumah Amel, biasalah apel. Terus gue inget punya temen, seinget gue masih jomblo, tinggal di apartemen, jelek lagi. Tergerak hati gue buat main ke sini, takutnya dia ada main sama perempuan bayaran. Eh taunya malah sama sekretaris dia sendiri, berduaan mau makan malem bareng. Pasti nih kalian berdua udah pacaran kan? Ngaku aja kalian berdua, nggak usah bohong dari gue.”
“Terserah lo deh, Ven mau gimana sama kita padahal gue sama Greesa nggak ada apa-apa. Lagian yang udah pacaran kan lo sama Amel, kenapa jadi lo alihin isu ke gue sama Greesa? Nggak bener nih lo ya, Ven. Oh iya, kabar Amel gimana? Lama banget dia nggak lo ajak ngumpul-ngumpul, kapan gitu lah kita ngumpul bareng ya?” ucap Aksara yang diangguki kepala oleh Ravender.
Greesa menengguk air putih, memperhatikan kedua laki-laki yang nampaknya sudah akrab lama itu. “Kalian emang nggak laper ya? Nih masakan gue keburu dingin kalau kalian cuma ngobrol doang, gue udah laper nih.”
Raven dan Aksa takut menatap Greesa yang sudah memasang tanduk, mereka berdua diam lalu bergantian mengambil nasi dan lauk yang perempuan itu masak. “Nah gitu dong dari tadi, kan jadi enak lihatnya. Makan yang banyak biar cepet gede.”
“Siap, Bos!” jawab Raven dan Aksa bersamaan.
###
“Lo ada perlu apa, Ven? Ada yang penting?” Mereka berdua tengah berbicara serius di apartemen Aksara. Selepas makan malam, Aksa membawa Raven ke apartemennya sendiri.
“Ada yang aneh, Sa, hampir semua barang kita ada yang bikin duplikatnya. Pasti ada yang bocorin data-data kita, Sa, lo harus hati-hati bisa aja mereka nyadap semua pembicaraan lo. Gue juga dapat info dari Amel kalau musuh kita udah mulai berkembang di Indonesia, gue yakin banget dia sekarang ngincer lo. Sampai sekarang gue masih mantau semua titik yang menurut gue jadi tempat persembunyiannya, lo harus hati-hati lagi. Inget lo sekarang nggak sendiri, Greesa yang nggak tau apa-apa bisa jadi ikut keseret masuk ke masalah ini. Kalau perlu gue bakal kasih lo pengawal lagi aja, gimana?” tawar Ravender yang digelengi kepala oleh Aksara.
“Terlalu mencolok, Ven, dari dulu gue kemana-mana nggak sama pengawal kalau sekarang gue pakek pengawal takutnya musuh malah semakin tau keberadaan gue. Selama gue masih bisa jaga diri sendiri, nggak usah lah ribet pakek pengawal segala. Gue di sini sebagai bos biasa,” jawab Aksara dengan memijit keningnya perlahan.
“Kalau bisa secepatnya lo ubah semua strategi kita, pakai rencana B. Gue nggak mau omset bulan ini anjlok, apa lagi sampai investor kita mundurin diri. Atau nggak lo ke Gudang langsung aja, Ven, mastiin semua ama napa nggak. Gue lama nggak ke sana sebenarnya, tapi untuk saat ini gue nggak mungkin ke sana.”
Ravender menganggukkan kepalannya, ia menghembuskan napas berat. “Gue bakal terbang ke sana nanti malam, lo nggak usah khawatir semua bakal gue atasin. Kalau bisa kita basmi benalu sampai akarnya, gue udah lama geram sama mereka. Dekat di depan mata, tapi lo masih santai aja nggak langsung grebek aja. Kapan kita bertindak, Sa?”
“Gue masih cari celah mereka lengah, Ven, lo nggak mau kan mati di kandang lawan? Mereka nggak sedikit, personilnya yang ada di Indonesia lebih banyak daripada kita. Sebelum nyerang harus pakai strategi khusus biar menang, lagian mereka masih anteng aja kok belum ada pergerakan sama sekali.”
Raven memegang bahu Aksara lalu mengangguk menyemangatinya. “Gue tau lo lagi pusing mikirin ini semua, Sa, tapi jangan lupa kalau lo juga masih manusia. Seorang manusia butuh pendamping hidup untuk melanjutkan keturunannya dan juga sebagai tempat bersandar, jangan gara-gara pekerjaan lo nggak ada waktu buat kencan. Asal lo tau, Greesa cocok jadi istri lo. Gue dukung lo sama dia, Sa, langsung gebet aja bawa ke pelaminan. Inget umur, Sa, lo nggak muda lagi.”
“Masalah itu bisa nanti, Ven, gue belum terlalu mikirin pacar atau sampai nikah. Hidup gue aman gini aja, enak sendirian. Lo aja yang duluan nikah,” ucap Aksara.
“Lo susah banget sih dibilangin, Sa, Greesa itu cantik loh, udah gitu dia juga pinter masak. Nggak selamanya lo hidup sendirian, lo pasti juga akan ngerasain kesepian. Greesa itu kalem, cewek model kek gitu cocok buat sandaran, berbagi cerita sama beban pikiran lo. Kelihatan banget kalau dia itu punya sifat keibuan beda banget sama Amel, lo tau kan pacar gue aja keras sama kek lo. Sedangkan gue? Gue lebih kalem dikit daripada Amel. Jadi itu fungsinya jodoh, Sa, saling melengkapi kekurangan lo. Pokoknya lo harus pacaran sama Greesa, coba gue nanti cerita sama Amel pasti dia juga ikutan setuju. Sagara pun gue rasa juga setuju lo sama Greesa,” tutur Ravender. Pikiran Aksara seketika membayangkan wajah Greesa saat tersenyum dan juga jika bergurau dengannya atau pun Sagara, desiran aneh tersebut ternyata menjadi semakin nyata.