Entah bagaimana menjabarkan kondisi yang terjadi di depan markas Selatan saat ini. Di sisi lain suasana sangat mencekam karena para zombie mutasi kedua berusaha meloncati pagar untuk memangsa para manusia. Akan tetapi kehadiran pohon yang bisa memukul para zombie tersebut justru membuat tontonan yang menyenangkan bagi para pengungsi yang sudah lama tidak mendapatkan hiburan. Para pengungsi itu bertepuk tangan Jika pohon pemukul mampu melempar zombie mutasi kedua sejauh mungkin . Mereka bersorak -sorak seperti menonton sebuah pertunjukan yang menyenangkan.
Melihat hal tersebut Jenderal Mayer semakin kesal, ia pun menyuruh Saga untuk menyuruh para pengungsi untuk masuk kembali ke dalam barak. Mereka sama sekali tidak melihat sakit hati Jendral Mayer saat rencananya untuk memiliki kemampuan sehebat anak buahnya harus tertunda karena kehadiran Saara. Apalagi dia tidak bisa membicarakan atau merundingkannya kepada anak buahnya, dikarenakan kemampuan Saara yang bisa mendeteksi tindakannya.
"Ayo kalian harus segera pergi ke barak. Di sini sangat berbahaya!" Peringat Saga. Sebenarnya dia sendiri tidak setuju dengan perintah Jenderal Mayer, tapi apa boleh buat-- sebagai anak buah dia tidak bisa membantah perintah atasan.
"Huuu..." cemooh pada pengungsi yang kini merasa jika Jenderal Mayer semakin tidak masuk akal. Namun tidak ada yang bisa mereka lakukan karena keberadaan mereka di markas selatan, tergantung keputusan dari Jendral Mayer. Jika mereka membantah maka mereka bisa saja terusir dari markas Selatan atas perintah Jenderal Mayor. Jenderal itu memang memiliki kekuasaan penuh atas pengendalian dan juga kepemimpinan di markas Selatan. Sekarang dia semakin bertindak ditaktor setelah kembali dari markas inti di tengah- tengah markas Selatan. Tidak seorangpun yang berani protes karena mengira jika Jenderal kesulitan mendapatkan makanan demi para pengungsi. Tidak ada yang tahu jika Jenderal Mayer merasa kesal karena iri dengan kehidupan mewah milioner Robinson.
Duag.
Duag.
Duag.
Suara pohon pemukul itu masih tetap terdengar meski hari sudah menjelang tengah malam. Akan tetapi intensitas suaranya semakin lama semakin berkurang. Rupanya zombie mutasi kedua sudah menyerah untuk menerobos markas Selatan karena adanya pohon aneh yang menghalangi mereka. Seperti manusia, mereka pun mundur untuk mencari strategi agar bisa menerobos mereka Selatan.
"Syukurlah serangan para zombie itu berhenti. Jujur saja aku masih khawatir meski kita dijaga oleh pohon yang bisa bergerak itu. " Draco berguman pada Saga.
Ken yang mendengarkan juga ikut mengatakan pendapat. "Selama ini aku tidak pernah meragukan saran dari Saara. Sekarang aku semakin yakin dengan apapun yang gadis itu perintahkan melihat eksperimen luar biasa yang ada di depan kita."
Sean ikut -ikutan mengatakan isi hatinya. "Andai saja gadis itu bisa bereaksi normal seperti gadis lainnya, "lirih Sean.
Ucapan Sean mendapat sorotan dari semua teman-temannya yang tidak sengaja mendengarnya. Sebab kata- kata Sean seolah menandakan jika pria itu sedang jatuh cinta pada Saara.
"Hei, apa kau menyukainya?" Tanya Ken yang matanya menyipit curiga.
Barulah Sean sadar jika sudah membuat rekan- rekannya salah paham.
" Bukan itu maksudku, aku hanya ingin kita bisa berbincang- bincang secara normal dengan gadis itu. Bukannya melalui telepati seperti yang biasa ia lakukan selama ini. "
Setelah menimang- nimang ucapan Sean, Ken dan James juga menyetujui alasan Sean. Memang selama ini mereka merasa agak tidak nyaman berbincang dengan Saara karena gadis itu menggunakan telepati.
"Sudahlah, ayo kita istirahat. Dan kau Draco, jika ada sesuatu yang gawat maka jangan ragu untuk membangunkan kami." Saga mengintruksikan pada Draco yang memiliki giliran untuk patroli.
"Siap."
Mereka pun kembali ke barak masing-masing dan beristirahat. Hari yang berat menanti mereka berempat esok hari jadi tidak ada salahnya untuk beristirahat dan mengisi energi.
***
Di sisi lain, Devos tidak berhenti mencari zombie-zombie yang berkeliaran tempat yang dekat dengannya. Dia tidak akan berhenti untuk mencari kristal emas yang merupakan elixir berharga agar dirinya bisa mengalahkan Saara dan juga menguasai dunia. Devos berencana untuk menjadi raja dari para manusia terakhir yang tersisa di bumi ini. Dia juga akan berencana memusnahkan semua zombie yang berkeliaran dan membangun dunia baru di bawah kendalinya.
Graaoom...
Seperti halnya reaksi para zombie pada Saara, mereka juga ketakutan akan hadirnya Devos. Para zombie itu mati- matian menghindari Devos yang sedang mengejar ke arah mereka.
Perbedaan kekuatan antara mereka dan juga Devos yang tinggi membuat para zombie itu seolah anak kecil yang dikejar oleh orang dewasa. Begitu mereka tertangkap Devos tidak ragu- ragu untuk mengulurkan tangannya dan meraih Crystal zombie yang berada di dalam kepala para zombie itu. Pemandangan yang sangat mengerikan dan hanya menyisakan tubuh zombie yang berserakan di bumi.
Grrraaao....
Hanya saja usaha Devos untuk mencari kristal emas harus gagal untuk yang kesekian kalinya. Dia sangat marah karena sudah ribuan zombie yang ia bunuh akan tetapi ia masih tidak mendapatkan elixir yang diinginkannya. Kini dia sangat takut jika Saara, yang ia ketahui akan membuat serum untuk para zombie akan berhasil sehingga membuat seluruh zombie di bumi sembuh. Jika hal itu terjadi maka impian Devos untuk menjadi raja di muka bumi ini akan sia-sia.
"Mengapa tidak ada elixir di kepala kalian! Dasar tidak berguna!"
Kemarahan Devos justru membuat para zombie yang berada di sekitarnya semakin lari ketakutan. Mereka juga bersembunyi seperti manusia yang ketakutan akan bahaya. Rupanya tersisa sedikit naluri melindungi diri sendiri pada zombie yang otaknya dipenuhi pikiran makan akibat virus Em0.
"Kemana kalian! Kalian tidak akan bisa lari dariku!" Devos yang menggila terus memburu para zombie yang berlari terseok- seok membawa tubuh mereka yang rusak. Pemandangan ini justru menjadi pemandangan yang membuat hati siapapun merasa iba pada para zombie, padahal zombie itu adalah musuh para manusia karena kebutuhan makan mereka. Devos bertindak dengan bengis dan membantai para zombie itu dengan membabi buta. Dia tidak tahu jika Jenderal Mayer memperhatikannya dari pantauan satelit yang terlihat melalui satu- satunya layar di bumi.
***
Sesuai rencana, ke enam orang itu meninggalkan markas Selatan demi menemukan laboratorium milik Profesor Philips. Hal tersebut disambut perasaan senang oleh Jenderal Mayer karena dia bisa melanjutkan rencananya untuk memburu kristal zombie. Dia bahkan tidak sabar untuk melihat mereka menghilang dari pandangan mata saat ini.
"Lakukan tugas kalian prajurit. Aku harap kalian pulang dan membawa kesuksesan," ucap Jenderal Mayer saat melepaskan kepergian anak buahnya.
"Siap, " jawab keempat anak buahnya.
Hanya Aaron dan juga Saara yang bersikap acuh tak acuh terhadap upacara pelepasan ke empat orang prajurit itu. Mereka pun melanjutkan perjalanan ke arah Timur di mana letak laboratorium Profesor Philips berada. Jenderal Mayer memberi mereka kendaraan pick up agar mempercepat perjalanan mereka mencari laboratorium. Diam- diam Aaron sangat bersyukur karena tidak perlu berjalan kaki seperti manusia jaman kuno.
Tbc.