"Hosh... Hosh... Hosh..."
Rasanya mereka ingin menyerah melihat lawan yang terus berdatangan. Namun menyerah sama artinya dengan bunuh diri. Dan lagi Ken, James, Sean maupun Aaron tidak ingin mati mengenaskan karena tercabik-cabik zombie. Selain itu mereka juga tidak ingin menjadi zombie.
"Aku sudah tidak sanggup lagi, hah hah, tenaga ku sudah terkuras sehabis... " keluh Ken, nafasnya menderu karena terus menghindari sisa zombie yang sudah mereka kalahkan.
"Sama, Aku juga demikian, " ujar James. Langkahnya sudah sempoyongan karena kehabisan tenaga.
Mereka berempat sudah terpojok dan saling memungungi karena saat ini mereka berada di tengah-tengah kepungan Zombie mutasi kedua. Kini Hanya tinggal menunggu waktu zombie itu mendekat. Semua menyerah karena tidak bisa melawan lagi.
Grrr....
"Ma...kan..."
Para zombie Terus menggumamkan kata itu. Memang di dalam otak mereka, virus Em0 sudah menjadi parasit yang mengendalikan kan pikiran manusia yang menjadi zombie tersebut hanya untuk makan. Tidak ada yang lain selain makan dan makan.
Sama halnya dengan Aaron, dia juga sudah kelelahan karena mati-matian melawan para zombie mutasi kedua tadi. Padahal dia lebih banyak memakan kristal zombie daripada rekan- rekan lainnya, sayangnya hal tersebut tidak banyak membantu karena lawannya berjumlah cukup banyak.
"Andai saja Saara ada di sini... Gadis itu malah pergi entah kemana, " keluh Sean. Saara adalah kunci keselamatan mereka, tanpa adanya dia, keempat orang itu menjadi buruan para zombie lapar.
"Kita memang tidak bisa memprediksi apa yang gadis itu pikirkan, yang aku tahu dia memiliki tanggung jawab yang lebih besar daripada kita..." sanggah Aaron.
"Tamat sudah."
Dan kini semuanya sudah mencapai batas. Para zombie sudah berada tiga meter dari mereka. Berlawanan dengan mereka berempat. Para zombie justru semakin bersemangat karena akan mendapatkan makanan yang mereka butuhkan. Sebab jika dalam waktu satu bulan para zombie tersebut tidak makan daging segar maka mereka juga akan mati dengan sendirinya. Virus Em0 tidak akan bisa bermiosis jika tidak mendapat asupan makanan.
Ziiing.
Duaagh!
Tepat sebelum tangan para zombie itu meraih mereka, tiba- tiba tubuh para zombie itu terlempar jauh. Sesuai dugaan, orang yang membuat para zombie itu terlempar adalah Saara yang baru datang. Mereka berempat menghela nafas lega melihat kedatangan Saara yang kini membuat para zombie tersebut lari ketakutan.
" Oh akhirnya kau datang juga... " desah mereka berempat.
Tubuh keempat orang yang kelelahan tersebut melorot ke tanah dan jatuh terduduk sambil bersandar antara satu dengan lainnya. Mereka merasa pikirannya kosong setelah berada di antara hidup dan mati beberapa menit yang lalu. Andai saja Saara tidak datang tepat waktu maka sudah dipastikan nasib mereka akan dicabik -cabik oleh para zombie itu.
"Nyaris saja."
"Aku kira kita tidak akan selamat."
"Kalian sungguh menyedihkan, " cibir Sarah. Dia mendekat dan ikut duduk di depan mereka.
"Hei, kami melawan tiga puluh zombie mutasi itu. Mereka sangat kuat tahu."
Gadis itu nampaknya mengetahui jika keempat rekannya sedang kelelahan. Dengan wajah tanpa ekspresi dia pun mengawasi mereka satu persatu untuk memeriksa apakah ada yang terkena cakaran zombie. Jika ada maka Saara tidak akan berpikir dua kali untuk melenyapkannya.
"Apa memang perasaanku ya... suasana gelap?" Tanya Sean. "Ya ampun ternyata hari sudah mulai gelap. Karena terlalu tegang kami bahkan tidak sadar jika sudah lari selama ini, " lanjutnya.
Saara mulai membuat penerangan, dengan satu gerakan tangannya ranting-ranting kering yang berserakan di hutan dekat dirinya berkumpul menjadi satu dan siap untuk menjadi api unggun. Dan dengan tiupan mulutnya, ranting tersebut menyala.
''Wah, kau juga memiliki kemampuan api!" Seru James.
Saara masih cuek dengan reaksi James. Dia kini bersila dan menutup mata meski tidak tidur. Saara nampak seperti pohon yang ia sandari, begitu tenang tanpa ada gerakan sedikitpun.
Mendadak kekhawatiran muncul di benak Aaron. Dia khawatir jika saat mereka beristirahat, Sarah tiba- tiba pergi meninggalkan mereka ketika terlelap. Sesuai sifat Sarah dia tidak akan mengatakan jika mau pergi untuk menangkap Devos. Jika itu terjadi, tamat sudah nasib mereka.
"Kau tidak akan meninggalkan kami kan Saara? "
Gadis berwajah cantik yang masih wajah datar tanpa ekspresi gadis itu menjawab dengan pasti. " Hari sudah malam aku tidak akan meninggalkan kalian. "
"Itu melegakan, " sindir Aaron.
"Tunggu dulu, apa kau yakin meskipun di dekatmu ada Devos...? Apakah kamu masih tetap tidak akan meninggalkan kami. sebab Jujur saja kami sangat kelelahan sehingga tidak kuat untuk berlari jika muncul sekelompok besar zombie lagi. "
"Iya."
Seperti biasa Saara hanya menjawab pertanyaan dengan singkat. Meski demikian mereka berempat cukup lega karena Saara mengatakan jika tidak akan meninggalkan mereka. Gadis itu memang tidak pernah mengingkari ucapannya. Jadi mereka bisa beristirahat dengan tenang.
Tak menunggu lama, keempat orang itu tertidur pulas. Mereka lupa jika Ken memiliki air parsial yang bisa memulihkan tenaga.
***
Jauh di tengah hutan yang mana markas selatan berada, seorang ajudan melaporkan kepada Jenderal Mayer jika melihat api unggun di hutan yang mengelilingi mereka. Ajudan tersebut mencurigai jika api unggun itu milik rekannya yang pergi mencari makanan.
"Lapor Jendral, telah ditemukan titik api unggun yang berada di jam 9. Kami mengira jika itu adalah api unggun milik Sean, Ken dan juga James."
Jenderal Meyer adalah pria berusia 45 tahun yang memiliki tubuh tinggi tegap seperti prajurit pada umumnya. Wajahnya nampak tegas dan juga jarang tersenyum. Dia memiliki alis yang tebal, rahang yang dipenuhi dengan bulu halus dan surai nya sudah dipenuhi dengan uban. Secara keseluruhan dia terlihat sangar.
"Apa kau yakin jika itu milik mereka?" Tanya Meyer. Dia tidak ingin tertipu dan memasukkan manusia yang ingin mengungsi. Sebab di markas ini sudah diisi seribu lebih pengungsi. Dan logistik dari pusat pangkalan yang dimiliki milyuner tuan Robinson belum datang.
"Kami yakin. "
"Itu mustahil sebab zombie yang berkeliaran di tengah hutan itu lebih kuat daripada zombie lainnya. Meski mereka berhasil datang kemari aku tidak yakin jika mereka dapat membawa makanan untuk kita. Jadi awasi terus, jika mereka membawa makanan buka pintu gerbang. Akan tetapi jika mereka datang dengan tangan kosong maka biarkan saja gerbang tertutup. "
Deg.
Ajudan tersebut terkejut dengan keputusan atasannya. Baru kali ini dia mendengar Jenderal Meyer mengorbankan bawahannya. Dengan wajah meringis ajudan tersebut menjawab perintah.
"Siap laksanakan."
Ajudan Jenderal tersebut memang tidak memiliki banyak pilihan untuk menentang atasannya. Di situasi yang sulit seperti ini, menambah penghuni markas akan menambah beban pada markas juga. Apalagi persediaan logistik sudah mulai menipis. Jadi mereka tidak bisa menampung orang lebih banyak lagi. Dan terpaksa dia menuruti perintah untuk mengabaikan rekan-rekannya. Walaupun mereka bertiga adalah rekan yang ia anggap saudaranya sendiri.
Jadi mau tidak mau ajudan yang bernama Saga tersebut mengikuti perintah Jenderal Meyyer. Walaupun hal tersebut ditentang oleh nuraninya.
Di lantai ke tiga belas dimana rekan-rekannya yang lain berkumpul, Saga masuk dengan wajah lesu. Saga sebenernya ditunggu oleh beberapa rekannya yang bersiap untuk menjemput Sean, James dan juga Ken. Mereka dengan antusias menunggu perintah penjemputan rekan-rekan mereka dari Jenderal Meyer. Akan Tetapi kehadiran Saga yang menundukkan kepala sambil menggeleng memupuskan harapan mereka. Mereka tahu jika akan ada kabar buruk yang dibawa oleh Saga.
"Apa perintah dari Jendral, Saga? Tanya salah satu dari mereka.
"Jenderal tidak mengizinkan kita untuk menjemput mereka bertiga... " jawab Saga sambil menundukkan kepala.
"Apa?!"
Bola mata rekan-rekan Saga membola membela mendengar perintah dari Jenderal Mayer, berita tersebut menghantam kepala mereka dengan kekecewaan.
"Tapi kenapa?" Tanya salah seorang di antara mereka.
"Kalian pasti tahu sebabnya, kita hanya menunggu mereka bertiga datang menuju gerbang. Akan tetapi jenderal memerintahkan untuk mengamati mereka terlebih dahulu. Jika mereka membawa makanan maka kita boleh membuka gerbangnya. Akan tetapi jika mereka datang dengan tangan kosong Jenderal Mayer memerintahkan kita untuk tetap menutup gerbangnya "
Lagi- lagi ucapan Saga disambut dengan kekecewaan dari rekan-rekannya yang lain. Padahal sudah jelas jika James, Sean dan juga Ken meninggalkan markas demi mengambil makanan. Akan tetapi balasan yang mereka terima justru sangat menyakitkan bagi mereka bertiga.
"Bagaimana mungkin Jendral melakukan hal itu? Bukankah mereka menawarkan diri untuk mengambil makanan buat kita?" Protes Draco.
"Apa yang dikatakan Draco benar adanya, sudah susah payah mencari makanan di luar sana mereka justru diabaikan. Bukankah sangat kejam jika kita menolak mereka bergabung ke sini hanya karena mereka gagal mendapatkan makanan? " tanya Ben.
"Kurasa kalian sudah tahu sebabnya, Jendral memikirkan kebutuhan banyak orang yang ada disini. Persediaan kita semakin menipis dan kita tidak bisa menambah jumlah yang mengungsi ke sini. Meskipun itu adalah rekan kita sendiri. "
Kini masing-masing dari mereka memiliki pemikiran bahwa siapapun diantara mereka bisa dikorbankan oleh jenderal. Peluang untuk mengubah keputusan Jenderal tidak mudah. Akan tetapi Jenderal seharusnya memikirkan pengorbanan mereka bertiga yang rela pergi keluar dan mencari makanan. Seharusnya saat itu Jenderal Meyer memerintahkan sekelompok pasukan untuk keluar dan mencari makanan, bukannya hanya mereka bertiga saja. Kini timbul ketidak percayaan pada orang yang mereka hormati di markas ini.
"Sudahlah, jangan dipikirkan lagi. Kita hanya harus bersiap menyambut mereka bertiga... Jika mereka semua membawa makanan kita harus segera membuka gerbang, itu saja. "
Rekan-rekan Saga meninggalkan ruangan dengan keadaan diam. Jelas mereka sangat kecewa dan tidak ingin lagi berada di ruangan ini. Tidak jauh berbeda dengan Saga, hanya saja dia tidak bisa mengatakan isi hatinya karena sumpah.
Sumpah?
Saga bahkan ingin tertawa mendengar kata itu. Di zaman seperti ini, apakah hanya dia satu-satunya orang yang memegang sumpah? Padahal seluruh manusia di bumi sudah tidak mengenal lagi kata sumpah, persahabatan dan juga kesetiaan.
"Kuharap kalian tidak datang dengan tangan kosong, " guman Saga.
****
Malam hari di hutan.
Saara tidak tidur karena memang tidak bisa tidur seperti manusia. Sebagai zombie dia tidak memiliki anugerah untuk bisa bermimpi ataupun terlelap. Dia bagai robot yang tak memiliki perasaan ataupun kelelahan.
Saara saat ini hanya bisa membuka mata dan mengamati keempat orang yang sedang tertidur karena kelelahan melawan para zombie tadi. Dia juga melihat jika para zombie mengintai keempat orang ini dari jauh. Namun Saara tidak perduli karena memang tidak bisa meninggalkan rekan- rekannya yang tidur.
Tanpa sengaja Saara melihat kearah bungkusan yang tergeletak tak jauh dari mereka berempat. Dia pun memutuskan mengambil makanan kaleng, yang tadi siang dinikmati oleh keempat orang rekannya. Karena letaknya tidak terlalu jauh Sarah yakin jika para zombie tidak akan mendekati keempat orang yang tertidur tadi. Saara pun berdiri dan mengambil kantong-kantong yang berserakan. Dia mengambil makanan tersebut dan menaruhnya lagi di kantong kain tersebut. Semuanya ada tiga kantong dan masing-masing dari itu memiliki berat lebih dari sepuluh kilo. Sarah tidak heran dengan apa yang ketika orang itu lakukan, sebab dalam kondisi seperti ini markas tersebut pasti kekurangan makanan.
Dugaan Saara tidak meleset sama sekali. Para zombie mengawasi mereka dari jauh tetap tidak berani mendekat. Apalagi dia melihat rekan- rekan zombie mutasi kedua mereka, sudah diambil kristalnya oleh Saara. Jadi mereka yang ketakutan tidak berani mendekat dan menunggu Saara meninggalkan keempat orang itu. itulah pemikiran sederhana dari zombie yang hanya terkontrol untuk makan oleh virus Em0.
Jenderal Mayer merasa ada yang yang tidak biasa pada ketika anak buahnya yang berada di luar markas. Keanehan tersebut adalah bagaimana mungkin mereka bisa membuat api sedangkan korek api pada saat ini sangat jarang. Tidak hanya itu, sangat mustahil menyalakan api unggun di hutan, sedangkan para zombie yang berada di luar markas, jumlahnya tidak terkira. Oleh karena itu Jenderal Meyer menerka-nerka apa yang terjadi sampai ketika orang itu mampu bertahan hingga detik ini.
"Adakah sesuatu yang tidak aku ketahui?"
Instingnya tidak pernah salah sedikitpun. Oleh karena itu Jenderal Mayor sangat penasaran dan ingin menunggu kedatangan ketiga anak buahnya untuk datang ke markas. Jika memang mereka benar- benar mampu kembali ke markas dalam keadaan selamat itu berarti mereka memiliki sesuatu yang menakjubkan.
Rasa penasaran itu membuatnya memanggil ajudannya. Dia berpikir seharusnya ia menyuruh Saga untuk tetap membuka pintu gerbangnya. Dengan demikian dia bisa mendengar bagaimana cara ketika orang anak buahnya itu mampu bertahan hidup.
"Panggil Saga!" Perintah Jenderal Mayor pada anak buah yang berjaga di depannya.
Tak lama kemudian munculah Saga dari balik pintu. Jenderal Mayer segera memberi instruksi pada Saga tentang pemikiran tadi.
"Lupakan perintahku yang tadi, biarkan mereka bertiga masuk meskipun tanpa membawa makanan. "
Hal tersebut disambut terasa bahagia oleh Saga. Dia tidak pernah mengira jika Jendral Meyer bisa berubah pikiran. Sebab biasanya jika orang ini memerintahkan sesuatu maka tidak akan kembali pada kata- katanya. Oleh karena itu saga sangat gembira dengan keputusan Jenderal mayor.
"Baik Jenderal." Saka pun meninggalkan ruangan dan menginstruksikan kepada prajurit di bagian pintu gerbang untuk membuka pintu jika ketiga orang tadi lewat.
Berita jika Jenderal Mayor mengubah keputusannya terdengar luas ke seluruh prajurit. Hal tersebut disambut antusias oleh rekan-rekan Saga. Mereka langsung berdiri di depan benteng yang lapisannya terdapat kawat yang dialiri listrik. Kesepuluh rekan-rekan Saga tersebut tidak sabar menyambut kedatangan Ken, Sean dan juga James ke markas Selatan.
Padahal orang yang sedang mereka tunggu tengah terlelap karena kelelahan. Dan mereka tidak sendirian, ada tambahan orang lagi yang akan bergabung bersama mereka.
" Kenapa mereka lama sekali ya? "Tanya Draco.
Saga menggelengkan kepalanya melihat kelakuan rekan-rekannya yang tidak tahu waktu. "Apa kalian tidak melihat langit diatas? " tanya Saga sambil menunjuk ke arah langit.
"Memangnya apa yang salah?" tanya Ben.
Saga tidak habis pikir kenapa rekan-rekannya menjadi bodoh seperti ini. "Hari sudah gelap otomatis mereka sedang tidur di tengah hutan yang ada ada api unggunnya itu. " Saga menunjuk ke arah titik cahaya yang samar-samar terlihat. Barulah rekan-rekannya sadar jika sudah melakukan hal yang sia-sia. Mereka semua pun kembali ke bangsal masing-masing.
"Ku harap mereka membawa makanan." Salah satu warga sipil yang melihat kejadian itu ber celetuk sinis.
"Memangnya kenapa jika rekan kami tidak membawa makanan? Jika logistik sudah mulai habis maka kau adalah orang pertama yang kami lemparkan untuk menjadi makanan zombie."
Wajah orang yang berkata sinis tadi langsung memucat. Dia pun meninggalkan rekan-rekan Saga dan kembali ke kamarnya bersama dengan keluarga.
"Dasar tidak tahu diri. Sudah untung diijinkan tinggal di sini."
Orang tadi semakin menundukkan kepalanya. Dia semakin mempercepat langkah kaki karena takut akan dilaporkan pada jenderal. Jika jenderal itu marah, bisa jadi dia dan keluarganya akan di usir dari sini. Orang tadi lupa jika tidak ada lagi hukum di zaman ini. Tidak ada pemerintahan maupun sistem peradilan. Yang ada adalah perintah Jenderal Meyer adalah perintah tertinggi di markas ini.
***
Matahari mulai menunjukkan tanda-tanda akan bersinar titik langit gelap kemerahan berubah menjadi langit kemerahan yang terang. Memang tidak ada yang bagus di zaman ini sebab alam seolah murka dan tidak ingin memberi keindahan pada manusia. Oleh karena itu sudah lama para Manusia tidak melihat langit biru dan juga awan putih di langit. Tidak hanya itu hutan yang sekarang ini di singgahi oleh Aaron dan kawan-kawannya tidak memiliki daun yang hijau. Pohon-pohon tersebut hanya menyisakan ranting dan daun berwarna coklat. Sangat jelas Jika pohon tersebut kekurangan nutrisi untuk menghasilkan daun dan buah.
Hal ini disadari oleh Ken, dia memiliki pemikiran untuk mencoba bagaimana reaksi dari pohon Jika ia beri air parsial. Dengan wajah penuh antusias dan mengeluarkan air parsial dari tangannya dan disiramkan ke pohon. Ken pun mengawasi Bagaimana reaksi dari pohon tersebut dengan teliti. Dia tidak membangunkan rekan-rekannya maupun Saara. Padahal Saara sejak tadi mengawasi dirinya.
Wuzz.
Krek.
Krek.
Secara mengejutkan pohon yang disiram oleh Ken menunjukkan reaksi yang positif. Pohon tersebut perlahan-lahan berubah warna dari coklat kering menjadi sedikit hijau, lama-kelamaan warna dari ranting-ranting pohon itu tidak lagi coklat kering akan tetapi coklat kehijauan yang mengeluarkan daun. Tidak hanya itu, daun-daun yang lain mulai bermunculan, semakin lama semakin banyak. Dan akhirnya pohon tadi menjelma menjadi pohon yang sehat.
Ken terkesima dengan reaksi dari pohon yang sudah disiram oleh air parsial. Iya semakin yakin jika markas Selatan tidak akan pernah lagi kelaparan. Dia pun mulai mengambil buah yang muncul dari pohon yang baru saja ia sembuhkan. Ternyata pohon tersebut adalah pohon apel.
"Wow, apa ini ulahmu Ken? "Tanya James.
Kan menjawab dengan berseri-seri. "Sesuai yang kau lihat."
"Ini hebat, sebab di dalam markas ada banyak pohon yang mati. Kurasa kau bisa menyembuhkan pohon-pohon itu agar bisa berbuah seperti pohon ini."
"Tentu saja, itu memang niatku pada awalnya."
James kemudian melirik ke salah satu biji buah peach yang mengering. Dia inginkan melakukan eksperimen lagi. " Coba kau siram ini Ken..." perintah James.
Ken menurut, dia menaruh biji buah peach itu di tanah dan memberinya air parsial. Lama menunggu ternyata tidak ada yang terjadi pada biji buah peach itu. Mereka pun mengambil kesimpulan jika air Ken hanya bereaksi pada pohon yang masih berdiri.
Akan tetapi sebuah keajaiban kembali terjadi, biji tadi perlahan-lahan mengeluarkan cambah. Semakin lama semakin besar dan Ken pun langsung meneruskan menyirami biji buah peach tadi dengan air parsial. Hasilnya tidak mengecewakan, biji tadi berubah menjadi pohon yang kecil. Semakin lama semakin tinggi dan semakin besar. Tak lama kemudian buah peach ikut muncul diantara ranting-ranting.
Ken dan James langsung berteriak senang. Mereka berpelukan dan menari-nari seperti orang gila. Ken bahkan tak kuasa menahan air matanya. Sudah lama mereka tidak merasakan kebahagiaan seperti ini. Harapan untuk hidup normal pun semakin besar.
Sean yang baru saja bangun tidur sedikit terganggu dengan reaksi rekan-rekannya yang menjerit seperti orang gila. "Hai apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian menari- nari seperti.... Oh wow!" Seru Sean begitu melihat pohon subur di depannya.
Aaron pun ikut terbangun karena suara berisik tadi. Dia tersenyum senang dan bertanya pada Saara.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa muncul dua pohon yang subur di sini?" Tanya Aaron.
"Air Ken bisa menumbuhkan pohon dengan cepat," jawab Saara sambil bertelepati.
"Baiklah, ayo kita makan buah. Eh, ternyata kantong yang berisi makanan kita ada di sisi. Apa kau yang mengambilnya Ken? " tanya James.
"Tidak."
Ini bearti Saara yang melakukannya. Bulu kuduk mereka merinding begitu membayangkan jika tadi malam Saara meninggalkan mereka untuk mengambil makanan mereka yang tercecer.
Saara yang ditatap oleh keempat orang rekannya hanya memalingkan wajah tanpa dosa. Dia merasa tidak ada yang salah dengan mengambil makanan yang tercecer. Lagi pula markas selatan sangat membutuhkan hal ini.
"Saara!!!" Teriak keempat orang tadi.
"Aku tidak pergi jauh. Kalian ini cerewet sekali," wajab Saara melalui telepati.
Meski demikian mereka masih merinding membayangkan jika disantap zombie ketika tidur. Sungguh mengerikan.
'Dasar gadis tak berperasaan, 'batin mereka berempat.
Tbc.