Sean mematung. Ia terdiam memandangi Niko yang tersenyum penuh kemenangan. Lelaki itu langsung bergegas keluar ruangan Sean tanpa menunggu saudara tirinya membalas ucapannya. Tiga detik setelah pintu ruangan kerjanya tertutup, Sean baru tersadar. Ia memejamkan matanya menahan kesal seraya memijat ujung alisnya pelan. Perlahan ia menghembuskan napasnya berat. Tak berapa lama pintu ruangan kerjanya terbuka. Pak Sadin yang sudah memasuki ruangan kerjanya langsung berjalan cepat menghadap Sean. Ia dapat menerka atasannya tengah menahan amarahnya. “Tuan Sean!” Panggilan pak Sadin langsung membuat Sean membuka matanya dan menyudahi pijatan tangannya pada ujung alisnya. Ia menatap dalam lelaki tua di hadapannya. Sean yakin, pak Sadin tidak akan melakukan kesalahan. “Ada apa, Tuan? Apa ada ma