Keinginan terdalam

2122 Words
Tania dan Zeny saling berpandangan seolah mata mereka bicara apakah mereka masih berpikiran waras atau tidak. “Kau yakin dengan semua ini?” tanya Tania pada Zeny, adiknya. “Mengapa tidak. Aku menyukainya. Walaupun usaha perhiasan adalah milik Abyan, aku yakin dia akan setuju,” jawab Zeny. “Bagaimana kalau tidak? Abyan bukan anak kemarin sore yang tidak punya pendirian. Menurutku dia tidak akan membiarkan bisnisnya kita recokin,” kata Tania. “Yakinlah, aku tidak bermaksud membuat kekacauan pada bisnisnya. Aku hanya ingin Abyan memiliki warna di dalam hidupnya,” sahut Zeny. “Maksudmu? Kau pikir hidup Abyan tidak berwarna? Astaga, Zen. Aku yakin Abyan memiliki kekasih, mungkin lebih dari satu,” kata Tania tertawa. “Tentu saja dan rata-rata kekasihnya adalah para wanita yang hanya menginginkan uangnya saja. Menurutmu, saat ini siapa wanita yang menjadi kekasihnya,” kata Zeny penasaran. “Kenapa kau berpikir kalau aku tahu?” tanya Tania mengelak. “Aku yakin kau tahu. Aku ingin tahu apa yang dilaporkan Kak Borya padamu,” kata Zeny lagi dengan mata berbinar. “Ada apa? Kau menyukainya?” tanya Tania tiba-tiba. “Siapa yang tidak suka padanya,” kata Zeny dengan mata menerawang. “Zen…apakah alasan kau putus hubungan dengan kekasihmu adalah Borya?” tanya Tania ragu-ragu. “Bukan. Kami memutuskan berpisah karena dia tidak bisa menerima diriku yang memiliki kedudukan dan kekayaan yang lebih darinya. Kau tahu, dia adalah lelaki yang sangat idealis. Aku tidak tahu apa alasan dia sebenarnya. Tapi sudahlah, aku harus bisa melupakan dirinya.” Penjelasan Zeny begitu tenang seolah hubungannya yang sudah berakhir tidak berarti apa-apa meskipun mereka sudah bertunangan. Tania adalah orang terdekat Zeny tapi dia sangat kecewa karena adiknya tidak terbuka padanya. Tetapi dia juga tidak bisa memaksa Zeny.  Mungkin banyak hal yang memang tidak bisa dia ucapkan. Toh, selama ini Zeny selalu bicara apa adanya. Namun, mengapa Zeny tiba-tiba bicara tentang Borya? Tania tidak tahu bagaimana hubungan keduanya. Setahu Tania, mereka tidak pernah dekat. Borya yang dikenal Tania adalah lelaki dingin dan tidak banyak bicara. “Apakah aku harus cari tahu pada Borya? Tapi bagaimana caranya?” pikir Tania sementara Zeny sudah bersiap untuk pergi. “Kau mau kemana hari ini?” tanya Zeny pada Tania yang mengikutinya. “Pulang. Hari ini Mas Indra minta aku buatkan pecak ikan mas. Aku tidak tahu darimana ide tersebut muncul. Aku bahkan belum pernah tahu rasa dan cara membuatnya,” keluh Tania. “Kenapa tidak tanya bibik? Aku yakin bibik tahu bagaimana cara membuatnya,” saran Zeny tertawa. “Kalau itu gak perlu dikasih tahu lagi. Aku sudah minta bibik beli semua bahan yang diperlukan. Makanya aku mau pulang sekarang sebelum Mas Indra datang,” sahut Tania tertawa. Berdua mereka berjalan dengan tujuan yang berbeda. Zeny kembali ke HSP dan Tania memutuskan untuk pulang. Zeny tersenyum saat dia mengemudi seorang diri menuju HSP. Dia tidak tahu bagaimana secara tiba-tiba dia teringat dengan Borya, lelaki gagah dan tampan yang menjadi pengawal pribadi ayahnya, Edgar. Di dalam ingatan Zeny, Borya adalah lelaki yang siap mempertaruhkan nyawa-nya demi keamanan Edgar. Dan setiap gerakan dan sikapnya selalu membuat Zeny kagum. Dia bahkan pernah menjadi muridnya untuk belajar bela diri. Sayang, ayahnya sudah keburu menyuruhnya masuk perguruan tinggi yang memiliki asrama sehingga dia tidak terus bisa berdekatan dengan Borya. Meskipun Borya tidak pernah dekat dengannya lebih dari seorang guru kepada muridnya, tetapi Zeny selalu mengagumi lelaki itu meskipun dilakukan dari jarak jauh. Dia tidak yakin kalau ayahnya mengijinkan dia berhubungan dengan Borya secara pribadi, apalagi perbedaan usia yang cukup jauh. Tidak. Perbedaan usia Borya dengan Zeny hanya 15 tahun dan dia yakin usia tersebut justru normal, sama seperti usia Abyan dengan Emma kalau memang mereka jadi kekasih, hanya saja bagaimana dia bisa dekat dengan Borya? “Gila. Aku tidak bisa membiarkan kegilaan ini terus berlanjut. Kalau Tania suka dengan Borya itu masuk akal karena mereka begitu dekat, tapi aku dengan Borya? Papa bahkan tidak pernah membiarkan aku berduaan saja dengannya,” gumam Zeny. Pemikiran yang tidak masuk akal akhirnya berakhir dengan suara tawa berderai sehingga Zeny seperti wanita kurang waras. Zeny memutuskan tidak akan memikirkan Borya atau siapa pun saat ini. Dia harus konsentrasi pada pekerjaannya dan tidak akan peduli dengan kehidupan pribadinya. Siapa bilang lahir di keluarga kaya dan memiliki wajah cantik bisa mendapatkan jodoh dengan mudah? Setidaknya Zeny sudah membuktikan kalau tidak semuanya pendapat tersebut benar. Dia dan kekasihnya sudah bertunangan tetapi Zeny tidak tahu darimana sifat rendah diri atau apa pun namanya tiba-tiba muncul di dalam jiwanya. Zeny bahkan tidak mau menyebut namanya karena berpikir laki-laki yang nyaris menjadi suaminya ternyata hanya seorang pecundang. Tanpa terasa mobil yang dikemudikan Zeny sudah sampai di parkiran loby dan dia menyerahkan pada valet parking. Baru saja kakinya memasuki loby pada saat matanya melihat Karla, wanita yang sering kali menghentikan langkah Abyan sedang berbicara dengan seseorang yang Zeny kenal sebagai Igor. “Apa yang dia lakukan di sini, bukankah Tania sudah menolak dan tidak mau berhubungan dengannya lagi,” pikir Zeny dengan mata tertuju pada Karla dan Igor. Tanpa menunggu waktu lagi, Zeny segera menghubungi Tania, walaupun kakaknya dengan jelas mengatakan kalau dia akan pulang menyiapkan makan malam untuk suaminya. Zeny beruntung karena Igor belum melihatnya lagi pula pakaian yang dia kenakan hari ini bukan pakaian yang biasa dia pakai bila bekerja. “Halo, Kak. Aku ingin tahu apakah kau sudah memberikan jawaban pada Igor kalau kita tidak bisa memenuhi permintaannya?” tanya Zeny berjalan keluar. “Igor? Ada apa dengannya? Secara jelas aku sudah menolak semua permintaan yang diinginkan oleh putrinya. Ada apa?” terdengar suara Tania. “Dia datang kembali. Aku tidak tahu hari ini apa yang dia inginkan pada HSP. Bagaimana pun kita tidak bisa bersikap kaku karena kita adalah perusahaan jasa. Setidaknya kita harus memberikan pelayanan yang baik sebelum dia membuat masalah dengan media,” sahut Zeny. Tidak ada yang membuat perusahaan jasa berkembang dengan baik bila nilai kepuasan pengguna berada di titik nadir. Dan HSP sudah pasti tidak akan menerima penilaian seperti itu, apalagi dilakukan secara sengaja oleh orang yang memang berniat menghancurkan HSP. “Aku tahu. Lakukan seperti yang biasa kita melayani konsumen. Tidak perlu berpikir kalau Igor adalah klien yang berbeda karena mereka adalah klien yang akan menyewa ruangan di HSP,” saran Tania. “Oke. Kalau begitu aku akan menemuinya kalau dia memang mau bertemu denganku,” kata Zeny kembali masuk ke dalam loby. “Bagus. Aku yakin kau mampu melakukannya. Bagaimana pun kau adalah negosiator di HSP,” puji Tania yang dibalas Zeny dengan seringai yang tidak mungkin terlihat oleh Tania. “Omong-omong, apa kau sudah ada informasi kapan Abyan dan papi kembali?” tanya Zeny kembali. “Abyan masih belum pasti kapan pulang. Banyak yang harus dia kerjakan di sana. Untuk sementara kau lakukan pekerjaan Abyan bersama asistennya. Sementara papi akan kembali malam ini dan dia bersama….” Tania tidak melanjutkan kalimatnya karena telinganya mendengar suara seorang lelaki yang menyapa Zeny dan Tania yakin kalau yang menyapa adiknya adalah lelaki yang baru dilaporkan oleh Zeny, yaitu Igor. Akhirnya Tania memutuskan untuk menutup teleponnya dan memilih melanjutkan pekerjaannya. Dia harus sudah selesai memenuhi permintaannya sebelum suaminya pulang jam 5 sore. “Selamat siang Nona Zeny…beruntung aku masih sempat bertemu dengan Nona,” sapa Igor ramah. “Selamat siang, Tuan. Maaf, kalau waktu makan siang saya sudah membuat Anda menunggu. Ada yang bisa saya bantu?” balas Zeny ramah. Sebagai seorang wanita yang mengerti bagaimana bersikap, Zeny menggiring Igor ke arah kursi tamu yang ada di loby. Sikap yang dilihat oleh sebagian orang adalah sifat yang menghormati tamu, tetapi bagi Igor yang sudah sangat berpengalaman, dia tahu Zeny melakukannya karena dia menolak Igor masuk ke ruang kerjanya. Dan sikap Zeny yang sudah melecehkan dirinya membuat Igor tersinggung. “Maafkan kalau sikap saya menyingung Tuan. Tetapi harus saya katakan kalau ruang kerja saya sedang direnovasi. Itulah alasan mengapa saya lebih sering berada di luar,” kata Zeny yang menyadari sikap Igor yang kaku. Zeny tidak peduli dengan emosi Igor karena dia hanya berjaga-jaga saja. Dari Edgar dan Abyan dia sudah tahu siapa Igor yang sebenarnya dan dia harus berhati-hati jangan sampai kelincahan tangannya membuat dia kehilangan beberapa dokumen penting bila lelaki seperti Igor dia biarkan masuk ke kantornya. “Jadi, apa yang bisa saya bantu, Tuan,” kata Zeny begitu mereka sudah duduk berhadapan. “Sebelumnya aku minta maaf sudah membuat HSP tersinggung dengan menolak permintaan Aglea, putriku. Aglea tidak mengetahui bahwa betapa sulitnya mendapatkan tempat yang sesuai untuk sebuah acara. Jadi, aku ingin melanjutkan pemesanan tempat sesuai dengan tanggal semula yang sudah aku pesan sebelumnya,” ujar Igor dengan suara yang rendah. “Ksmi tidak menyalahkan Aglea. Bagaimana pun dia memiliki hak untuk mendapatkan sesuai dengan permintaannya. Tetapi sayangnya kami saat itu tidak bisa melakukannya. Mungkin dimana yang akan datang kami bisa memberikan seperti yang dinginkan Aglea,” kata Zeny mengalah. Igor tidak tahu siapa Zeny. Dia hanya tahu HSP dipimpin oleh anak sulung Edgar yang bernama Tania dan dia sudah beberapa kali bertemu dengan Tania. Dalam pikiran Igor, Tania lebih mudah dia kendalikan asalkan dia memberikan penawaran tinggi. Yang sebenarnya, Igor tidak mengenal Tania sama sekali. Tania melakukan hal tersebut karena dia ingin tahu batas keinginan Igor untuk mendapatkan keinginannya. Igor tidak tahu diantara ketiga anak Edgar, sebenarnya Tania yang lebih sulit dihadapi. “Mengenai permintaan Tuan tentang pesanan pada tanggal yang sama, saya akan mengeceknya lebih dulu, apakah masih kosong atau tidak,” kata Zeny mulai membuka notebook yang selalu dia bawa. Igor memperhatikan wajah Zeny cermat. Dia harus memastikan kalau Zeny tidak mengada-ada dan sekedar mengulur waktu. “Sayang sekali, pada tanggal tersebut ternyata telah terisi. Hanya selang 2 hari setelah Aglea membatalkan sudah ada yang menyewa tempat tersebut,” kata Zeny seraya mengarahkan layar notebook-nya pada Igor. Setiap tanggal yang merupakan hari terbaik yang dia inginkan sudah berwarna merah sebagai tanda kalau sudah ada pihak yang menyewanya. “Seperti yang Anda lihat, semuanya sudah berwarna merah. Bukan kami bermaksud sombong, sebenarnya tanggal yang pernah Anda pesan-pun sebelumnya karena ada pembatalan yang saya tidak mengerti,” beritahu Zeny. Kalimat terakhir Zeny seperti sebuah peringatan kalau David ada di belakang pembatalan tersebut agar Igor bisa mendapatkan tempat. Namun, Igor tidak menyadarinya terbukti dengan saran yang dia berikan pada Zeny. “Demi kesamaan asal negara, bisakah kau membatalkan acara tersebut? Aku akan memberikan kompensasi yang sangat besar bila kau memberikan waktu tersebut padaku,” bujuk Igor. Dengan senyum yang tidak pernah lepas dari bibir Zeny, dia menutup layar notebooknya. “Saya yakin karena kesamaan tersebut, Anda pasti tidak akan meminta kami melakukannya. Sebagai orang yang lebih berpengalaman, saya yakin Anda tahu bahwa mengecewakan klien adalah tindakan yang sangat memalukan, apalagi dilakukan oleh seorang yang memiliki pengaruh luar biasa seperti Anda,” jawab Zeny. “Mengapa setiap kalimat yang keluar dari mulut wanita ini selalu berisi pujian tetapi artinya sangat jelas? Siapa dia? Apakah dia sama sekali tidak bisa dibujuk?” membatin Igor/ “Apakah kau punya saran lain. Maksudku, apakah aku bisa menemui orang yang sudah mengambil waktu tersebut?” tanya Igor tanpa berpikir dirinya masih punya harga diri atau tidak. “Sayang sekali. Kami tidak pernah mengatakan pada siapa pun siapa yang menjadi klien kami. Maafkan saya, saya harus mengawasi renovasi di ruangan saya sebelum kotoran mulai merusak hasil kerja hingga menghancurkan semua yang sudah saya capai selama ini,” ujar Zeny mulai bangun dari duduknya. Isyarat yang sangat jelas maksudnya hingga Igor tidak bisa berbuat lain selalin mengikuti gerakan Zeny. Zeny tidak langsung menuju lift sebagai jalan menuju ruang kerjanya melainkan dia menuju meja Karla. Dia yakin Igor mengikuti langkahnya dengan matanya yang tajam. “Ya, Nona,” sapa Karla tersenyum ramah. Sayangnya sambutan yang diberikan Zeny jauh dari kata ramah. Wajahnya begitu dingin dan suaranya terdengar tegas hingga Karla hanya bisa terdiam tanpa mampu bicara. Senyum di bibirnya sudah hilang entah kemana. “Katakan padaku, apakah kau sudah menulis surat pengunduran diri?” tanya Zeny langsung. “Maksud Nona?” tanya Karla bingung. “Sebagai karyawan HSP di meja depan, seharusnya kau lebih tahu apa saja yang harus kau jaga. Atau kau memang tidak membutuhkan surat pengunduran diri karena kau mau yang instan?” kata Zeny mengancam. “Maafkan saya, Nona. Saya tidak akan mengualanginya lagi,” janji Karla cepat. “Aku tidak tahu apakah janjimu berarti atau tidak. Tapi aku sudah ingatkan padamu, sekali kau melakukan pelanggaran, bukan hanya kau kehilangan kesempatan bekerja di mana pun, tapi aku juga bisa menghapus semua mimpimu. Paham!” “Saya mengerti Nona,” ucap Karla dengan wajah pucat dan tubuh gemetar. “Bagus.” Wajah Karla masih pucat dan nafasnya tertahan hingga dia baru bernafas normal setelah Zeny masuk ke dalam lift. Sebelumnya dia tidak pernah mendapat teguran dari siapa pun selama bekerja di HSP. Baru kali ini dia mendapatkan secara langsung dari Zeny, wanita kedua di HSP yang memiliki kekuasaan besar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD