Emma berdiri di depan pintu ragu-ragu apakah dia akan masuk atau tidak. Cukup lama berdiri seperti patung sampai dia mendengar suara langkah kaki dari arah kedatangannya tadi dan langkah kaki tersebut berasal dari Sam dan dokter Syarif yang menuju ke arahnya.
“Kenapa tidak masuk?” tanya Sam lembut.
“Saya gak berani, Pak,” jawab Emma.
“Kenapa? Bukankah kamu sudah bertemu dengan Abyan dan aku yakin dia tidak menakutkan,” jawab Sam sembari membuka pintu kamar.
Di dalam kamar, Abyan sedang mendengarkan Borya. Entah apa yang disampaikan oleh Borya yang membuat wajah Abyan tidak sedap dilihat, tetapi wajah Abyan langsung bersinar begitu dia melihat Emma yang berjalan masuk bersama seorang lelaki yang menurut Borya adalah ayahnya.
“Darimana saja kamu? Kalau dokter mau bicara sama kamu, kenapa tidak langsung bicara di sini saja. Apa ada yang dirahasikan tentang keadaanku. Aku baik-baik saja dan tidak membutuhkan perawatan apa-apa lagi,” kata Abyan dengan keras.
“Tidak seperti itu. Kau masih memerlukan perawatan. Papi dan dokter membicarakan kemungkinan Emma sebagai perawatmu,” kata Sam tenang.
“Dia? Dia mau jadi perawat? Oh, tidak. Aku tidak akan mengijinkan dia merawatku. Dan, kalau kau memang papi-ku, aku yakin kau pasti tahu seperti apa gadis itu. Hanya membuatku sakit kepala saja,” keluh Abyan.
Keluhan yang sangat ditunggu oleh Emma. Begitu mendengar Abyan tidak setuju, tanpa sadar dia berteriak hingga menarik perhatian semua yang ada di dalam ruangan tersebut.
“Kenapa girang begitu? Kau pikir ada yang peduli sama kamu? Sudah, cepat rapikan semua perlengkapan milikku sebelum kita pulang!” perintah Abyan ketus.
“Kita pulang? Emang Om mau pulang kemana? Lagian gak ada kata kita. Yang ada hanya aku yang bernama Emma pulang sendirian dan om sama keluarga pulang ke rumah Om sendiri,” sahut Emma jengkel.
Baru saja dia bilang tidak mau dirawat oleh Emma dan Emma memang bukan perawat sehingga dia sangat gembira, tapi kenapa justru Abyan mengatakan kalau mereka akan pulang dengan mengatakan kita? Otak Abyan sepertinya memang korslet.
“Heh, kamu manggil aku, Om, dengan kata lain kamu itu keponakan aku, meskipun aku gak tau dari mana punya keponakan yang bisa aku cium dengan penuh nafse,” sahut Abyan.
Kalau saja tidak ada orang lain di sekitar mereka, sudah dapat dipastikan Emma akan menyerang Abyan tidak peduli kalau lelaki itu baru sadar.
‘Seenaknya saja bilang bisa dicium dengan nafse’ emangnya mereka punya hubungan apa?
“Heh, kenapa diam, cepat siap-siap pulang. Gak tahu kalau biaya rumah sakit mahal?”
“Kenapa ngomel mulu, sih, Om. Situ mau ngapain? Pulang, gih sana pulang sama Pak Sam,” omel Emma dengan wajah memerah.
Dia bukan siapa-siapa dan kenapa Abyan dengan mudah marah dan memberi perintah padanya. Tidak mungkin orang amnesia punya hobi marah gak jelas, kalau memang Abyan menderita amnesia. Tapi kenapa Emma tiba-tiba tidak yakin?
Tidak ada yang bicara. Sam terlalu terbawa perasaan saat dia melihat dan mendengar isi perdebatan antara Abyan dengan Emma. Tidak pernah terlintas di dalam benaknya kalau Abyan memiliki sifat tidak sabaran apalagi dengan sikap manja seperti yang baru saja diperlihatkan.
“Aku minta maaf. Bukan maksud aku membuatmu marah, tapi aku sudah tidak betah di sini,” kata Abyan pelan.
“Kemarilah. Aku membutuhkanmu dan jangan pernah tinggalkan aku lagi,” katanya lagi dengan suara yang lembut dan menghipnotis.
Kernyitan jelas terlihat diwajah Emma, tanpa sadar dia memandang Sam, Borya dan Dokter Syarif.
“Ada yang salah, gak?” tanyanya bingung.
Ketiga lelaki yang dia tatap semuanya menggelengkan kepala dengan senyum tertahan.
“Aku gak tahu apa yang om inginkan, tetapi kalau om tidak mau aku tinggalkan, ikuti perintah papi-nya Om. Semua demi kebaikan om sendiri, bukan buat aku,” kata Emma tegas.
Dalam hati dia tertawa dan geli sendiri. Darimana asal kata-kata sok bijak yang barusan keluar dari mulutnya. Dia bukan gadis yang biasa berkata-kata bijak karena setiap kali dia bicara dengan Baina dan teman-temannya selalu berisi kalimat candaan tidak pernah ada kalimat serius apalagi yang bijak.
“Jadi, kau akan meninggalkan aku kalau tidak mau diobati sementara aku sangat yakin kalau aku baik-baik saja? Kau tidak tahu betapa bencinya melihat semua kabel yang menyentuh kepalaku tadi. Aku tidak mau mereka membawaku pergi kecuali kau ikut denganku,” kata Abyan.
“Sayang sekali, aku tidak bisa. Aku masih sekolah dan orang tuaku pasti tidak akan setuju. Jadi Om lebih baik pergi bersama dengan keluarga om sendiri. Mereka adalah teman terbaik yang bisa melindungi, Om,” jawab Emma.
Kesalahan sudah dilakukan oleh Emma tanpa sengaja. Dia yang dalam tahap membujuk Abyan datang mendekat hingga tubuhnya menyentuh ranjang Abyan dan…terlambat bagi Emma untuk menyadari bahwa Abyan bisa melakukan seperti yang dia lakukan pertama kali ketika dia datang untuk melihat keadaan Abyan.
Tangan Abyan yang kekar meraih pinggangnya, tidak peduli walaupun dia baru sadar, tetapi kekuatannya tetaplah seorang lelaki yang sudah terlatih menggunakan tenaganya sehingga menarik tubuh Emma untuk berada di atas tubuhnya bukan tindakan yang sulit.
Bukan hanya Emma yang terkejut, ketiga lelaki dewasa yang ada di ruangan itu semuanya terkejut apalagi saat Emma berusaha melepaskan diri dengan gerakan memukul daeda Abyan.
“Lepaskan Emma, Abyan. Papi tidak pernah mengajarkan dirimu sebagai lelaki kurang ajar dan pengecut!”
Perintah Sam sangat jelas dan tegas hingga sesaat Abyan terdiam sama seperti dengan Emma, dan Emma langsung memanfaatkan kesempatan tersebut dengan berusaha mendorong tubuhnya sendiri agar menjauh dan berhasil.
Wajahnya sangat pucat dan tidak bisa berkata-kata.
Sam dan Borya menyadari kalau Abyan sudah sangat keterlaluan. Emma adalah seorang gadis remaja dan mereka yakin kalau Abyan adalah lelaki pertama yang menyentuh bibirnya sehingga Emma pasti ketakutan dengan sikap Abyan yang brutal dan tidak tahu malu tersebut.
“Maafkan Abyan, Emma. Bapak yakin tidak ada maksud yang lain selain dia tidak mau kehilangan dirimu,” kata Sam pelan.
“Maaf, Pak. Saya yakin tidak bisa membantu, Bapak. Saya permisi dulu, selamat siang,” kata Emma bergegas pergi dengan langkah kakinya yang setengah berlari.
Tidak pernah dia diperlakukan seperti itu apalagi oleh seorang lelaki yang tidak dia kenal. Selama ini dia selalu mengunjungi Abyan dan itu-pun saat lelaki itu dalam keadaan tidak sadar.
Namun, kenapa dengan mudahnya Abyan bertindak kurang ajar padanya. Apa yang dipikirkan oleh lelaki yang baru sadar itu? Apakah yang ada di dalam pikirannya selama tidak sadar hanya ada bagaimana memperlakukan wanita dengan tidak sopan?
Emma terus berjalan dengan cepat sampai tubuhnya membentur tubuh kekar sehingga dia nyaris terjengkang karena tabrakan tersebut.
“Hati-hati,” terdengar suara pelan dari orang yang memegang lengannya.
Dengan nafas memburu Emma melihat seorang lelaki gagah yang memakai seragam polisi serta seorang wanita yang Emma kenal sebagai Tania.
“Bu Tania?” katanya pelan.
“Emma? Ada apa?” tanya Tania pelan.
Belum lagi Emma menjawab di belakangnya Borya berlari seolah mengejar Emma.
“Borya, ada apa?” tanya Tania khawatir.
“Emma, sebaiknya kau kembali ke kamar Abyan, sekarang,” kata Borya tanpa menjawab pertanyaan Tania.
“Gak mau. Aku gak peduli sama dia lagi, bukannya aku udah permisi mau pulang,” kata Emma ketus.
“Kau adalah gadis yang baik dan penuh perhatian saat menolong Abyan, apakah kau akan membiarkan kondisi Abyan memburuk kembali? Aku mohon kembali dan lihat keadaan Abyan sekarang, dia sangat kesakitan,” bujuk Borya.
Emma hanya menarik nafas jengkel. Kenapa manusia bernama Abyan membuatnya sulit dan kenapa dia tidak tetap menjadi om jutek saja yang tidak bersedia bicara dengannya?