Part 02

1947 Words
Seorang gadis cantik berlari dengan kencang dari arah perkebunan menuju rumah sederhana miliknya. Kakinya yang berdarah akibat tertusuk kerikil bahkan tidak ia pedulikan. Ditabraknya satu persatu orang-orang yang menghalangi jalannya sambil terus menangis. "Tidak, Hiks Ayah" Bibir mungilnya bahkan tak henti-hentinya merapalkan doa, berharap agar sang ayah baik-baik saja. Sampai beberapa menit kemudian, sebuah rumah dengan cat putih terlihat didepannya. Dibukanya pintu rumah tersebut dengan kasar sehingga membuat dua orang yang ada didalam sana mengumpat kesal setelah melihat kehadiran anak tiri yang tidak sedikitpun di hargai olehnya. "Ayah, Hiks. Ayah kenapa ?" Ucapnya sambil punggung tangannya mengusap kasar air mata yang terus saja mengalir deras dimata cantiknya. "Ayah jangan tinggalkan Maira ! Hiks, Ayaah." Kini tubuhnya bahkan sudah merosot dibawah ranjang sang ayah. Rivaldi yang mendengar putri satu-satunya menangis histeris perlahan membuka matanya dengan lemah. Di ulurkannya satu tangannya mengusap lembut puncak kepala Maira yang tengah menunduk menangis sambil memeluk kedua kakinya dibawah ranjang. "Maira, sayang putri ayah." Panggilnya yang langsung membuat tangis Maira semakin pecah dibawah sana. "Sayang, nak kemari-lah ! ada yang ingin ayah sampaikan." Pintanya dengan suara lemah. Sementara Maira tetap tidak bergeming sedikitpun. Dirinya ketakutan melihat wajah sang ayah yang sudah se-pucat kapas. "Maira, ayah sudah tidak kuat lagi kemari-lah ! kasihanilah ayah sayang." Ucapan tersebut akhirnya yang membuat Maira berhambur ke dalam pelukan sang ayah. "Tidak ! ayah tidak bisa meninggalkan Maira sendiri. Ibu sudah tidak ada, Nanti Maira dengan siapa ?" Ucapnya sambil menangis sesenggukan mendekap erat tubuh sang ayah. "Maafkan ayah nak. " Ucapnya merasa sakit meninggalkan sang putri seorang diri. Tuhan memang tidak pernah adil pada kehidupannya. Sejak sang istri meninggal dunia, Rivaldi dan Maira seperti kehilangan sumber kebahagian mereka. Bahkan pernikahannya dengan buk Ratih tidak mampu memperbaiki kekacauan yang ada didalam hidupnya. Buk Ratih yang awalnya lemah lembut dan begitu menyayangi Maira, perlahan-lahan berubah setelah sang suami mengalami kerugian yang sangat besar diperkebunan miliknya. Dirinya bahkan tak segan-segan berselingkuh didepan matanya sendiri dengan kepala desa yang ada di kampungnya. Saat ditegur pun sang istri hanya tertawa sinis dan balik mengancam suaminya menggunakan Maira. membuat Rivaldi tidak mampu berkutik, mengingat rasa sayangnya terhadap Maira yang amat besar. Hingga beberapa menit yang lalu saat dirinya muntah darah dengan hebat sang istri bahkan tidak berniat untuk menolongnya sedikitpun. Alih-alih menolong, Bu Ratih malah mengatakan sesuatu yang tidak pernah diduganya selama ini. Membuat Rivaldi yang mendengarkan fakta menyakitkan tersebut hanya mampu menggelengkan kepalanya dengan kecewa mendengar pengakuan Bu ratih yang telah mencampurkan racun pada setiap makanannya setiap hari. Hal tersebut ia lakukan agar dapat menguasai seluruh harta milik sang suami yang tidak pernah dia berikan selama ini bahkan ketika Ratih memintanya sekalipun. Tidak cukup sampai disitu, Ratih bahkan dengan lantang mengatakan rencananya yang akan menikahkan Maira dengan juragan sapi tua yang ada di kampungnya. Mendengar hal tersebut sontak membuat amarah Rivaldi menguap seketika. Diseretnya kedua kakinya dengan susah payah mengabaikan rasa sakit yang menusuk d**a dan bagian kepalanya. Tangannya bergetar hebat ingin mencekik wanita licik didepannya. "Beraninya kau. " Teriaknya dengan murka. Namun belum sempat kedua kakinya sampai, tubuhnya tiba-tiba ambruk membentur lantai. Alih-alih menolong, Ratih yang melihat itu hanya tertawa sinis sambil meludah kearah wajahnya. Beruntung sari sahabat Maira yang melihat seluruh kejadian tersebut langsung berhambur, menolong rivaldi yang tengah terkapar lemah dibawah lantai setelah sebelumnya menghubungi Maira terlebih dahulu melalui sambungan telpon yang ada di rumah tersebut. Rivaldi mengusap air matanya dengan tegar, mengingat seluruh kejadian tersebut. Di panggilnya kembali sang putri yang masih menangis di atas dadanya. "Maira, duduklah dengan benar !" Perintahnya. "Dengarkan ayah baik-baik !" Ucapnya sambil menelan Saliva nya dengan susah payah "Ambil ini dan Jual semua perkebunan dan sawah milik kita setelah ayah tidak ada ! masukan semua uangnya kedalam tabungan milikmu nak!" Ucapnya menyerahkan satu buah amplop cokelat ukuran besar kepada sang putri tercinta. Maira tidak banyak bertanya. Dia hanya mengangguk sambil mengambil amplop tersebut kemudian dimasukannya kedalam baju yang dipakainya sesuai dengan kebiasaannya dengan sang ayah selama ini. "Hmmmm. "Gumamnya diiringi isak tangis. Sementara Rivaldi yang melihat ketangkasan sang putri yang sepertinya paham dengan maksud dan tujuannya tersenyum lega, kemudian diusapnya kembali rambut sang putri yang kembali memeluk erat tubuhnya sambil menangis dengan begitu keras. "Pergilah dari sini dan jangan pernah kembali nak ! Ingat pesan ayah ! semakin jauh kamu pergi, semakin aman hidup kamu kedepannya." Ucapnya lagi sambil menahan sesak membayangkan kehidupan maira yang akan berjalan sendiri tanpa kehadiran dirinya. Sampai 20 menit kemudian tidak ada lagi suara yang keluar dari bibir pucat sang ayah. Rivaldi menghembuskan napas terakhirnya tepat pada saat adzan Ashar mulai berkumandang. Maira yang melihat sang ayah tidak lagi bernapas, semakin menangis histeris sambil mengguncang pelan tubuh sang ayah. "Ayah. tidak, bagun ayah ! Ayah bangun !" Teriaknya memarahi sang ayah yang tega meninggalkan maira seorang diri. "Hiks, Ayaaah ." Tubuhnya bahkan sudah terkulai lemas ketika matanya kembali melihat sang ayah yang sudah dipakaikan kain kafan dan dimasukan kedalam liang lahat. Sari yang melihat kepedihan sahabatnya pun hanya mampu menutup mulutnya sambil menahan tangis. Dipeluknya tubuh ringkih Maira yang kini duduk bersimbuh di pusara sang ayah sambil menangis sesenggukan. Tubuhnya bahkan sudah tidak berbentuk dengan rambut yang acak-acakan dan baju yang dipenuhi tanah pemakaman, ditambah luka di telapak kakinya yang kini sudah berubah menjadi biru karena tidak segera diobati. "Sabar ya ra, kamu harus ikhlas ! Ayah kamu pasti diterima dengan baik disisinya. " Ucapnya mencoba menarik Maira agar melepas pusara sang ayah. "Ayo ra kita harus pulang, ayah kamu harus didoakan !" Ucapnya lagi mencoba mengingatkan. Membuat Maira yang sedang di landa sedih seketika sadar dan langsung menganggukkan kepalanya sambil mengulurkan kembali tangannya ke pusara sang ayah. "Ayah Maira pulang dulu. Nanti malam setelah tahlilan, Maira akan kesini lagi, ayah jangan takut ya !" Ucapnya masih tetap menangis, kemudian tangannya beralih memegang tangan sari dan pergi meninggalkan area pemakaman menuju rumahnya. *** #Area Bandar udara Internasional Jawa Barat # Steve menepuk keras pundak Christian yang saat ini tengah membereskan barang bawaannya didalam ruangan pribadi miliknya. Rencananya kali ini mereka semua akan berlibur di daerah jawa barat, bersama dengan para staf dan juga jajaran lainnya. Tentu perusahaannya melakukan hal tersebut bukan tanpa alasan. Pak Handoko sebagai sang direktur sendiri bahkan mengatakan padanya tujuannya kali ini adalah untuk memperluas jaringan bisnisnya melalui bandara yang baru saja beroperasi tersebut. "Capt. malam ini direktur ingin mengadakan acara makan malam disekitar bandara, kau akan menghadirinya bukan ?" Tanya-nya sambil duduk tenang di atas kasur sempit milik Christian. "Emmmm ... ya. jika mona ingin pergi ? tentu aku juga akan pergi." Ucapnya berbalik, mengedipkan sebelah matanya pada wanita cantik yang tengah berdiri anggun didepan pintu kamar Christ. Steve ikut berbalik mengikuti arah pandangan Christian. Senyum mesumnya bahkan sudah mengartikan jika ada seseorang dibalik pintu tersebut. "Heuh, Dia lagi. pantas saja, dasar,, " Gerutu steve tanpa bisa melanjutkan lagi kalimat terakhirnya. Sementara Christ hanya menyunggingkan senyum tipisnya saat mendengar cibiran dari steve yang tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. "Dasar apa ? bukankah kita sama ?" Tanyanya balik meledek. "Siapa yang tadi begitu pesawat mendarat langsung berhambur ke dalam toilet untuk mencumbu lusi dengan menggebu-gebu, hah ?" Lanjut Christ lagi setengah berbisik. Membuat Steve yang tadinya tenang seketika jadi tercengang setelah mendengar bisikan dari Christ. "Sialan" Umpat Steve sambil menatap balik sahabatnya. “Aku lupa menutup pintunya." Lanjutnya lagi dalam hati. Christ hanya tertawa puas melihat ekspresi terkejut dari sahabatnya. "Sudahlah lebih baik aku pergi. Bye Steve. Silahkan lanjutkan lagi urusanmu itu ! Aku berjanji aku tidak akan lagi mengganggu kesenangan milikmu." Ucapnya melangkah keluar setelah menepuk pelan pundak sahabatnya. Steve memang sama gilanya dengan Christ, Namun steve masih tahu aturan dan tidak akan pernah melakukan sesuatu yang berbahaya ketika pesawat sedang beroperasi. Berbeda dengan Christian yang memang hobi melakukan hal tersebut ketika pesawat sedang beroperasi. Mona terlihat merangkul mesra pinggang kekasihnya. "Sayang.” Rengeknya. “Aku tidak ingin tinggal disini." Begitu keluar, Wanita itu langsung meluncurkan rengekan mautnya. Christ masih diam saja. Sementara Mona tetap melanjutkan rengekannya. "Aku mau nya tinggal di daerah Sumedang sayang. Aku dengar makanan sunda di sana enak-enak, apalagi tahu nya. Aku ingin makan itu, bisa kan sayang ?" Pintanya masih bertahan dengan suara manja dan pupy eyes nya. Sementara Christ yang mendengar rengekan tersebut langsung menaikan salah satu alisnya dengan bingung. "Hah ?" Tanya-nya. Sekedar memastikan. Takut jika telinganya tiba-tiba memiliki gangguan pendengaran. “Maksudnya ? Terus bagaimana dengan makan malamnya ? bukankah kita di wajibkan untuk hadir juga di sana ?" Lanjut Christ kembali mengingatkan Mona akan acara makan malam tersebut yang akan mereka hadiri malam nanti. Mona yang mengingat hal tersebut, langsung mendengus Kesal sambil menggembungkan pipinya dengan gemas mendengar penolakan dari Christ. "Iya juga" Cicitnya dengan wajah yang sengaja dibuat se-sedih mungkin. Christ hanya tertawa melihat tingkah menggemaskan wanita disampingnya. Dia memang suka wanita yang seperti Mona ini, sedikit menggemaskan dan juga manja, namun di sisi lain dia akan berubah menjadi dewasa jika sudah berurusan dengan hal penting didepannya. Sambil mengusap pelan pucuk kepala sang wanita, Christ mencoba membujuk wanita disampingnya. "Baiklah, kita akan pergi ke sana. tapi sebelum itu, kita akan menghadiri makan malamnya terlebih dahulu, bagaimana ?" Tawarnya. Yang langsung membuat Mona tersenyum dan menghentikan langkahnya seketika. "Benarkah ?" Tanya Mona dengan antusias. Di balas Christ hanya berupa anggukan ringan sambil mencium punggung tangannya. "Terima kasih sayang aku mencintaimu. CUP." Lalu berhambur kedalam pelukan sang pilot, yang memilih diam dan mengusap punggung Mona dengan sebelah tangannya. "Ayo kita pergi ! aku lapar. Kudengar disekitar sini ada penginapan yang menyajikan makanan yang cukup enak." Ucap Christ sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Mona. Mona yang paham kemana arah pembicaraan Christ hanya bisa menggigit bibir bawahnya kemudian melingkarkan pergelangan tangannya kembali di pinggang ramping sang pilot. "Sebenarnya, Kau akan memakan hidangannya atau memakan-ku kapt. ?" Tanya Mona sambil mulai menyusuri d**a bidang tersebut dengan ujung jarinya yang lain. Christ tertawa sambil menjawab enteng pertanyaan Mona. “Tentu saja dua-duanya." Ucap Christ berbisik pelan tepat ditelinga sang wanita. Semburat merah langsung terpancar di wajah Mona begitu Christ membisikan sesuatu di telinganya. "Nakal." Bisik Mona mencubit gemas perut sixpack milik Christ sambil terus terkikik geli menatap usil pria didepannya. Mereka berdua terus tertawa sambil melanjutkan kembali perjalanannya menuju penginapan yang ada disekitar bandara. Kegiatan tersebut bahkan tak luput dari pengawasan seorang pria paruh baya yang tengah duduk dengan angkuh didalam mobilnya. Satu ulas senyum terpancar dibibir tebalnya ketika mengingat kembali rencana yang ia buat untuk wanita seksi yang tengah memeluk mesra pilotnya itu. "Jalankan mobilnya ! bawa aku ke rumah-ku sekarang juga !" Perintahnya pada sang supir. Mobil tersebut pun melaju dengan pelan melewati dua pasang manusia yang tengah berdiri dipinggir jalan menunggu mobil jemputan nya tiba, sambil sesekali sang pria melumat rakus bibir wanitanya. "Ehhmmppttt ... Christ lepaskan ! mobilnya sudah akan sampai. " rengek sang wanita ketika Christ terus saja mencumbunya dipinggir jalan. Christ hanya terkekeh kemudian mengusap lembut bibir wanita didepannya. Yang memang benar saja, beberapa menit kemudian sebuah mobil jenis minibus mendekat kearah mereka dan menanyakan perihal nama pemesannya. "Benar pak, saya Mona Letisha yang tadi memesan jasa taksi online bapak." Ucapnya membenarkan pertanyaan sang supir, kemudian berbalik menatap Christian yang hanya berdiri acuh dibelakangnya. "Sayang ayo ! aku sudah lapar." Ucap Mona berjalan masuk terlebih dahulu kedalam mobil diikuti Christ yang berjalan mengekor dibelakangnya. Mereka berdua akhirnya menuju tempat makan terlebih dahulu karena Mona yang terus saja merengek meminta Christ membelikannya makanan sebelum masuk hotel. padahal rencananya, Christ ingin makan siang sekalian di hotel agar dapat menghemat waktu dan juga tenaga. namun karena Mona memaksa, akhirnya ia terpaksa mengikuti saja kemana sang wanitanya itu ingin pergi. "Aku mencintaimu Christ, Terima kasih banyak." Hanya dua kalimat itu yang selalu Mona ucapkan ketika Christ dengan patuh menuruti setiap permintaannya. Karena memang kenyataannya perempuan tersebut benar-benar mencintai sang pilot dan bertekad untuk menjadikan christ miliknya seutuhnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD