Part 11

1591 Words
Kini Maira dan Christ sudah berada didalam rumah, setelah kurang lebih 20 menit menempuh perjalanan dari rumah sakit menuju kediaman pribadi miliknya. Mereka berdua bahkan sudah masuk kedalam kamar mereka masing-masing dan sepakat akan bertemu kembali setelah keduanya selesai beristirahat. Pukul 17.50 Suara Adzan sayup-sayup terdengar berkumandang dari arah televisi yang tadi ditontonnya sebelum tidur. Maira merenggangkan otot ditangannya yang terasa kaku sambil menguap lebar. Rasa sakit di sekujur tubuhnya akibat kecelakaan tadi siang, mulai terasa saat ini. Sambil menyandarkan punggung rapuhnya ke sandaran tempat tidur, Maira memegangi perutnya yang mulai keroncongan meminta diisi. Sudah menjadi hal biasa baginya jika harus kelaparan seperti ini. Jadi, daripada mendengarkan suara cacing didalam perutnya, Maira lebih memilih masuk kedalam toilet dan membersihkan seluruh tubuhnya terlebih dahulu. Mengambil wudhu, kemudian melakukan kewajibannya, sholat 5 waktu didalam kamar itu. Setelah selesai melakukan rutinitas rutinnya. Maira membuka pintu kamarnya. Berjalan kearah depan dan menyalakan seluruh lampu yang ada di dalam rumah tersebut mengingat hari sudah mulai memasuki gelap. Melangkahkan kaki jenjangnya kembali kearah dapur, Maira juga melakukan hal yang sama. Menyalakan lampu, sehingga ruangan tersebut tidak lagi gelap dan sunyi. Ruangan tersebut bahkan kini terlihat sangat megah dan mewah, membuat matanya kembali terbelalak takjub karena baru menyadari kemewahan yang ada didalamnya. Sambil terus menelusuri ruangan didepannya. Matanya tanpa sengaja melihat sebuah tudung saji Berbentuk bulat tertutup rapi di atas meja. Perut laparnya berhasil membuat otaknya tidak sinkron seketika dan tanpa diduga air liurnya juga ikut menetes seketika. Entah dorongan dari mana tangan mungil tersebut tiba-tiba membuka tudung saji didepannya. Mengintip sedikit, dan melihat isi yang ada didalamnya. " Kosong" Gumamnya dengan suara pelan dan sarat akan kekecewaan. Maira kembali menyentuh perutnya yang sudah mulai terasa perih. Cacing diperutnya bahkan sudah berteriak lantang meminta diisi. Antara sopan santun dan rasa lapar ?, Akhirnya Maira lebih memilih mengobati rasa laparnya dan mengabaikan sopan santunnya dengan bersikap sedikit lancang dan membuka pintu lemari es pemilik rumah yang ada didepannya. Napasnya sedikit lega ketika mendapati limpahan bahan makanan didalam sana. Diambilnya bahan-bahan tersebut secukupnya untuk ia gunakan memasak. Hanya membutuhkan waktu 30 menit Maira sudah menyelesaikan semua masakannya dan mulai menata cantik makanan tersebut di atas meja. Tersenyum puas melihat semua mahakarya didepannya. Maira menurunkan Appron yang melekat cantik ditubuh rampingnya, Kemudian duduk dan menunggu sang pemilik rumah turun dari kamar tidurnya. karena menurut pemikirannya, Christ saat ini masih terlelap pulas di atas sana. Namun nyatanya, Pemikirannya salah, Karena sejak 15 menit yang lalu, Christ sudah berdiri tepat di atas sana. Memperhatikan setiap gerakan kecil dari wanita cantik yang baru saja ia bawa siang tadi kedalam rumahnya. Setelah puas memperhatikan perempuan yang ada dibawahnya, Christ akhirnya melangkahkan kedua kakinya kearah meja makan. Sedikit Berdehem dan mulai menyapa seseorang yang tengah duduk didepan sana. "Ekhem, Apa Kau memasak semua ini ?" Tanya-nya sedikit basa basi. Maira yang mendengar suara berat dari arah belakangnya, langsung berdiri dan mendongakkan kepalanya seraya mengangguk. "Eh, Emmmm. iya. Maafkan saya Tuan, Jika saya lancang" Jawabnya sambil meremas ujung kemejanya kemudian menunduk. "Tidak apa. Duduklah, Mari kita makan dan setelah itu baru kita bicara !" Ucap Christ sambil menarik kursi yang ada didepannya. Mereka berdua akhirnya makan dengan lahapnya. Christ makan dengan lahap karena masakan Maira yang kelewat nikmat, sementara Maira makan dengan lahap karena dia memang kelaparan. *** Maira berdiri lebih dulu dan hendak meninggalkan meja dengan setumpuk piring kotor yang ada ditangannya jika saja Christ tidak mencekal pergelangan tangannya terlebih dahulu. "Biar aku saja yang mencucinya ! Kau bereskan saja meja makannya, setelah itu pergi ke ruang keluarga yang ada didepan sana ! Aku akan menyusul, setelah semua piringnya selesai dicuci." Perintah Christ mengambil alih piring yang ada ditangan Maira. Sontak hal tersebut membuat Maira terkejut sekaligus merasa tidak enak disaat yang bersamaan. Sehingga tangannya reflek kembali ingin merebut piring yang ada didepannya. "Tidak tuan, biar saya saja !" Ucapnya. Namun Christ malah memukul pelan telapak tangannya sambil melotot "Jangan pernah membantah !" Tukasnya. Maira yang tidak ingin membuat keributan dengan pemilik rumah didepannya, memilih mengalah, kemudian berbalik dan mengambil lap untuk merapihkan meja makan yang ada didepannya. Sedangkan Christ, benar-benar pergi ke arah dapur untuk mencuci seluruh piring kotor yang tadi digunakannya. Setelah selesai mencuci semua piring kotor yang tadi digunakannya, Christ kemudian berjalan kearah ruang keluarga sambil membawa dua cangkir kopi di tangannya. "Maira, Tolong Ambil satu !" Perintahnya, dan Maira mengambilnya seraya mengucapkan terima kasih setelahnya. "Duduk ! mari kita mulai pembicaraannya !" Christ mulai terlihat serius, dan Maira mulai terlihat gugup, menanti setiap kata yang akan keluar dari mulut pria didepannya. "Tadi siang, Pegawai mu yang bernama mang Radun dia__" "Dia kerabat ku tuan bukan pegawai" Ralat Maira, Mengkritik ucapan Christ mengenai status dua orang tersebut. "Ah, ya maaf. Bisa aku lanjutkan ?" Tanya-nya ? Dan Maira mengangguk. "Tadi siang Mang Radun sudah mengatakan semua masalahmu kepadaku. Ya memang tidak se-rinci itu sih dia cerita, tapi setidaknya aku bisa mengambil garis besarnya. dan aku cukup paham." "Aku juga sudah berjanji kepada beliau akan membantumu sampai kau mendapatkan tempat tinggal yang aman disini. Tapi, tentu saja aku tidak bisa melakukannya secara cepat, Karena mencari tempat tinggal yang aman di kota Jakarta ini cukuplah sulit" Ungkap Christ terus terang. "Aku harap kau bersabar karena kita akan melakukannya secara perlahan !" Lanjutnya kemudian menyeruput kopi panas yang ada ditangannya. "Aku juga harus bekerja di setiap harinya. Dan tak jarang, seringkali pulang malam. Jadi mungkin kita akan memulai pencariannya ketika aku selesai bekerja dan dihari libur saja, Bagaimana ?" Dan Maira kembali mengangguk. Christ kemudian melanjutkan kembali ucapannya. " Dan untuk sementara ini, kau bisa tinggal dulu disini bersamaku. Ini adalah rumah pribadiku. Tidak ada satupun orang yang tahu rumah ini selain keluargaku dan beberapa temanku. kau bisa tenang dan tidak perlu khawatir !, mereka tidak akan menemukanmu disini. Tempat ini sangat aman dan Privat. Keamanannya juga sangat terjamin." "Di setiap Minggu-nya akan ada pembantu dan tukang kebun yang datang ke rumah ini. Aku selalu memanggilnya setiap pekan untuk membersihkan semua ruangan yang ada disini. Kau tidak perlu takut atau risih dengan mereka ! karena mereka semua adalah orang yang baik ... mungkin usianya sama dengan usia Nin mu yang ada di kampung." "Jika ada yang kau butuhkan kau boleh beritahu aku, Karena selama kau ada disini, Kau adalah tanggung jawabku. Sampai disini dulu, apa kau sudah paham ?" Tanya Christ dan Maira menganggukkan kepalanya. "Kau boleh berbicara ! Aku tidak suka jika harus berbicara terus menerus seperti tadi !" Perintahnya. Dan Maira kembali menganggukkan kepalanya seraya mulai berbicara. "Emmmm, Sebenarnya saya tidak tahu harus berbicara apa tuan. Karena pada dasarnya ini adalah masalah pribadi saya" Ucapnya dan Christ menganggukkan kepalanya membenarkan apa yang diucapkan oleh Maira. "Saya juga bingung harus bagaimana ? Mang Radun mengatakan jika hanya anda yang dapat membantu masalah saya. Awalnya saya menolak, karena saya juga merasa tidak enak jika harus merepotkan anda. Terlebih kita tidak saling mengenal sebelumnya." "Namun, Karena desakan dan keadaan yang begitu sulit. Saya juga tidak bisa hanya mementingkan ego saya semata dan membuat orang-orang terdekat saya Khawatir." "Akhirnya dengan berat hati, saat itu saya meng'iyakan saja usulan dari mang Radun untuk meminta bantuan pada anda." "Saya sadar, mungkin kedepannya saya akan banyak merepotkan anda dengan masalah saya, Tapi saya juga tidak tahu saya harus meminta tolong kepada siapa ? Saya tidak punya siapapun disini." Ucap Maira dengan wajah sendunya. Menatap manik tajam yang ada didepannya. "Saya juga tidak keberatan jika saya harus bekerja sebagai pembantu di sini, asalkan tuan mau menerima saya dan membantu masalah saya, setidaknya, sampai saya bisa menemukan tempat tinggal yang aman di kota jakarta ini" Ucapan terakhir Maira, membuat Christ mengerutkan alisnya tidak suka. "Menjadikanmu pembantu bukanlah tujuanku. Aku sudah bilang, Aku menerima mu karena mang Radun dan Bi Ijah yang meminta." "Kau adalah tanggung jawabku. Selama kau berada di dekatku aku akan menjamin keselamatan dan seluruh kebutuhanmu" "Perihal menjadi pembantu, Aku tidak terlalu memerlukannya. Tapi jika kau merasa tidak enak karena tinggal gratis disini ? Kau boleh memasak dan menyiapkan seluruh keperluanku. Membangunkan ku di setiap pagi, dan membantuku mengurus keperluan dasar di rumah ini ! Itu pun jika kau mau, aku tidak akan pernah memaksa karena kau adalah tamu ku bukan pembantuku." Ucap Christ menjawab semua keresahan yang ada di otak Maira. Maira kembali menunduk tidak enak. sepertinya, Ucapannya barusan membuat Christ cukup tersinggung. "Maafkan saya tuan, Saya tidak bermaksud menyinggung dan tidak menghargai kebaikan anda, saya hanya__ ?" Maira jadi bingung sendiri harus mengatakan apa ? Karena ucapannya tadi, Sekarang Maira menjadi bingung dan serba salah. Christ menangkap kegelisahan itu, jadi dia segera berkata. "Sudahlah aku tidak akan mempermasalahkan ucapan mu tadi. Tapi sekali lagi aku tegaskan disini. Jika aku membantumu dengan ikhlas, maka kau juga harus melakukan hal yang sama. Kau harus tinggal disini dengan ikhlas juga ! Anggaplah rumah ku ini seperti rumahmu sendiri ! Lakukan apapun yang kau mau disini, Selama kau tidak melewati batasan aku tidak akan pernah keberatan." "Satu lagi, Jangan pernah memanggilku dengan sebutan tuan lagi ! Aku tidak suka. Kau boleh memanggilku Christian, Atau apapun itu Asalkan jangan tuan !" Percakapan terakhir yang membuat mulut Maira bungkam seketika. Dia benar-benar merasa bersyukur dipertemukan dengan Christ yang mau membantu seluruh masalahnya. Perihal Hutang Budi ? Biarlah, itu menjadi urusan Maira nanti. Yang jelas untuk saat ini, Maira benar-benar membutuhkan semua kebaikan yang Christ tawarkan padanya. Malam itu, Seluruh permasalahan Maira selesai. Untuk sejenak, Maira dapat bernapas dengan lega karena akan ada Christ yang berdiri disampingnya. Mereka berdua kemudian masuk ke dalam kamar mereka masing-masing setelah obrolan panjang yang mereka lalui selesai. Maira bahkan sempat tersenyum sebelum berbalik. Hatinya benar-benar lega mendapat Christ sebagai pelindungnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD