Part 10

1038 Words
Hampir lima belas menit berbicara, Maira akhirnya selesai dan berjalan lesu kearah Christ, Steve dan Leoni, sambil menggenggam erat ponsel milik Christ yang tadi dipinjamnya. "Terima kasih Tuan, ini ponselnya saya kembalikan." Ucapnya sambil menyerahkan kembali ponsel tersebut pada pemiliknya. "Mang Radun juga sepetinya ingin berbicara dengan tuan !" Lanjutnya dengan suara pelan. Christ hanya mengangguk dan menerima ponselnya. Berbicara dengan cukup serius dengan seseorang yang ada dibalik layarnya. hampir tiga puluh menit mereka berbicara. Christ bahkan sampai mengalihkan panggilan tersebut kedalam panggilan suara biasa agar tidak ada siapapun yang mendengar pembicaraan keduanya. Sambil mengelus pelan rahangnya yang sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus, Christ terus bertanya dan Mang Radun menceritakan semua kejadian yang sebenarnya, Mengapa maira bisa sampai di sana ? Dan meninggalkan tempat kelahirannya tersebut. Christ cukup terkejut dengan apa yang diceritakan oleh seseorang dibalik ponselnya. Namun, Jika harus repot-repot untuk ikut campur dengan urusan orang lain ? Christ juga sedikit keberatan. Masalahnya selama ini sudah cukup banyak, jadi kenapa dia harus repot-repot menambah satu lagi beban masalah di hidupnya dengan kehadiran wanita ini nanti disampingnya ? Dengan napas yang berat, akhirnya mang Radun membenarkan alasan Christ yang memang tidak ingin terlibat lebih jauh dengan seseorang yang baru saja dia temui itu. Namun, meskipun begitu Mang Radun tetap meminta satu permintaan darinya yaitu mencarikan Maira tempat tinggal yang aman selama dia tinggal di sana. "Mamang mohon Kang ! Mamang janji Mamang tidak akan membebani kang Christ dengan majikan kami ini, Mamang cuman minta Akang tolong Carikan tempat tinggal yang aman untuk beliau di sana ! Insya allah setelah semua urusan kami selesai di sini, kami juga akan ke sana menemui sendiri majikan kami. Tapi untuk saat ini kondisinya belum memungkinkan kang. Keluarga Maira dan calon suaminya masih tetap mencari keberadaan gadis itu". Ucap Mang radun panjang lebar. Dan Christ hanya mampu menghela napasnya panjang mendengar permintaan seseorang diseberang sana. Sambil terus berpikir, Christ memijat pelan pelipisnya yang sedikit pening. "Baiklah, Christ akan Carikan Gadis itu tempat tinggal yang aman." Ucapnya akhirnya menyerah pada permintaan seseorang yang sudah dia anggap sebagai keluarga sendiri itu "Tapi setelah itu Christ tidak akan ikut campur lagi jika seandainya suatu saat terjadi sesuatu pada majikan mamang itu ya !" Tambahnya lagi ada embel-embel lain di belakang penerimaan dirinya. "Iya, Iya, begitu juga tidak masalah kang. Mamang benar-benar berterima kasih karena akang sudah mau membantu kami." Ucapnya. Akhirnya mereka mencapai kesepakatan bersama, Dimana Christ sudah berjanji akan mencarikan Maira tempat tinggal yang aman di sana. Dan sampai saat itu tiba, Maira akan menjadi tanggungjawabnya mulai dari detik ini. Menit ke tiga puluh lima, Christ selesai berbicara dan langsung menutup panggilan tersebut. Sambil menarik napasnya dalam, Christ kembali melihat wanita menyedihkan yang berdiri tegar didepannya itu. Berjalan pelan kearahnya kemudian mengambil alih tas yang di jinjingnya dan menggenggam erat tangannya. "Kita akan pulang dulu sekarang ! baru setelah itu kita bicarakan semuanya setelah saya istirahat sebentar." Ucapnya menatap dalam manik teduh yang ada didepannya. Maira yang memang sudah mengerti kemana arah pembicaraan Christ hanya mampu menganggukkan kepalanya pasrah. Membiarkan sang pria menggenggam erat tangannya dan menariknya untuk berjalan disampingnya. Mereka berdua berjalan dengan saling menggenggam tangan dan meninggalkan tempat tersebut tanpa memperdulikan lagi dua orang yang sedari tadi masih setia menunggunya tepat di belakang sana. *** Leoni mendongak mengalihkan tatapannya dari arah ponsel yang tadi dimainkannya bersama Steve kearah depan. Matanya membulat manakala tidak menemukan dua orang yang tadi ditunggunya bersama sang kakak didepan sana. "Abang kok ?" Ucap Leoni menepuk keras lengan sang kakak yang tengah duduk memainkan Game di ponselnya. "Aduh. Sakit dek." Keluhnya. Melirik kesal wajah adiknya yang menepuk keras lengan kiri miliknya. "Mana ? Temen Abang mana bang ? Ini kok kosong ? Mereka ninggalin kita bang ? Ish. gimana sih Bang ? Abang sih ngajakin Leon main game terus jadi ditinggalin kan kita ? Emang nggak ada akhlak tuh temen lu bang." Sungutnya malan mencak-mencak sambil menunjuk lorong kosong yang ada didepannya. "Kejar Bang ! ngapain masih diem disini ? gimana sih, Itu bang Christ mau bawa cewek tadi kemana ? Kan tadi dia di sininya sama Abang, gimana sih malah masih diem aja !" Ucap sang Adik begitu cerewet menggoyang-goyangkan tubuh sang kakak yang masih duduk bengong disampingnya. "Aduh, dek pelan dong dek ! kenapa sih ? Ini pusing kepala Abang kamu goyang-goyang kayak gitu. " Ucapnya sedikit oleng. "Cepetan !" Teriaknya lagi. "Iya." Jawab Steve sewot. "Christ." Steve berteriak sambil berlari. Dia Mencari kedua orang yang tadi bersamanya. Namun, sayangnya. Kedua orang tersebut sudah menghilang, meninggalkan tempat tersebut tanpa jejak. "Sialan. " Umpat Steve kesal sambil kedua matanya terus mencari keberadaan dua orang tersebut. "Gimana bang ? Kekejar orangnya ?" Tanya Leoni berjalan mendekat ke arah kakaknya. "Udah jauh dek" Ucapnya sambil terengah. "Yah, Gimana dong bang ? Abang sih lelet." Tanya Leoni bingung sambil menyalahkan kakaknya. "Ya Abang juga ga tau dek. Nanti deh coba Abang telpon temen Abang sekalian nanyain mereka mau kemana ?" "Ya udah, Nunggu apa lagi ? sekarang aja kalo gitu telponnya bang !" Pinta Leoni menatap heran sang kakak. "Bentar dek capek !" keluhnya. Masih terlihat berjongkok sambil mengatur pelan tarikan napasnya yang berat akibat lari maraton tiba-tiba. "Halah, Loyo. gitu doang udah capek. Cepetan ih bang ! keburu jauh entar mereka berdua." Hardiknya lagi. Steve yang melihat antusias berlebih dari adiknya, memicingkan sebelah matanya curiga. "Apa ? Udah cepetan jangan liatin adek. telpon Bang ! Sekarang !" Perintahnya yang membuat Steve mencibir tingkah sang adik yang menurutnya berlebihan. Steve akhirnya membuka kembali ponsel miliknya dan menghubungi nomor Christ di sana. Tiga Kali percobaan namun hasilnya tetap saja sama. "Nomor yang anda tuju sed_______" Ck, Aaaahh . . nomornya masih ga aktif dek" Geramnya kesal. "Coba sekali lagi lah bang masa gitu aja udah nyerah !" Hasutnya. Dan Steve kembali menurut. Di bukanya kembali layar tersebut namun mati. "Kenapa bang ?" Tanya Leoni. "Mati." Jawabnya. "Hah ?" Leoni memelototkan matanya, sementara Steve menganggukkan kepalanya pasrah. "Maksudnya ?" Tanya Leoni lagi. "Udah ayo pulang ! Telponnya yang mati bukan orangnya. Kamu tenang aja sih dek ! Heran, ke abang sendiri aja gak pernah peduli giliran ke orang sampe panik kayak gini." Ketus Steve lagi yang melihat adiknya masih seperti itu. Steve menggeret Leoni secara paksa sampai Leoni pun mau tidak mau mengikuti langkahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD