Pagi hari setelah percintaan yang melelahkan, Anjar bersiap untuk kembali bertugas. Sementara Serly yang masih belum tahu apa-apa, masih berkerumun dengan duka. Wajahnya itu pilu dan layu, seperti bunga di tengah cuaca panas dan 'tak pernah mendapatkan setetas air hujan. Aku dan yang lainnya, terus berusaha menahan gejolak jiwa yang ingin memberitahukan tentang rencana bahagia nanti malam. Tapi, jika dilakukan sekarang, itu namanya bukan lagi kejutan. "Serly, ayo sarapan dulu!" pinta ibu sambil menarik tangan Serly. Tampaknya pagi ini, dia lupa menggunakan pensil alis. Namun itu lebih baik daripada hari sebelumnya. Setidaknya, hari ini wajahnya lebih berwarna. "Tapi, Serly tidak lapar, Bu." "Sejak kapan kamu membantah perkataan Ibu?" "Ma-maaf, Bu. Serly akan makan." "Iya, semalam Kak