24. Waktu Itu

1593 Words
Hari kamis kali ini ada yang berbeda, beberapa murid yang ikut ekstrakurikuler musik dan akan mengikuti lomba bulan depan mewakili sekolah tingkat Nasional harus menambah jam sekolah karena wajib latihan sampai jam tiga sore. Guru pembimbing memilih hari kamis sebagai pembukaan latihan karena kemarin-kemarin beliau masih sibuk dengan urusan data-data murid baru. Tidak banyak yang ada di ruang musik, karena memang hanya dua murid yang diikut sertakan dalam lomba tersebut. Tentu saja mereka murid dari kelas XI. Kebetulan peserta lomba juga anggota OSIS. Fauzy dan Risa terpilih sebagai perwakilan sekolahan kali ini dengan harapan mereka bisa membawa nama baik sekolah dan membawa pulang piala kemenangan. Karena Lify menjabat sebagai ketua ekstrakurikuler musik, dia pun wajib membimbing adik kelasnya dalam latihan kecuali jika Lify ada kelas tambahan dalam pelajaran. Sekarang bukan hanya Lify yang ada di ruang musik membimbing Fauzy dan Risa. Tapi ada juga Shevia, Raynald dan Dama yang sama-sama OSIS. Sedangkan yang lain bagian dari anak ekstrakurikuler musik tapi bukan anggota OSIS. Jennie, beliau adalah guru yang membimbing para murid dalam ekstrakurikuler musik di sekolah ini. Guru yang juga ikut membantu Shevia dan Nata saat kejadian jurit malam waktu itu. Alunan piano sudah berdenting sedari tadi. Mereka terus saja mulai latihan dari awal, not piano dan lirik yang harus dihafal termasuk improvisasi dalam bernyanyi. Kali ini Fauzy akan menyanyikan lagu dari band lawas milik Element berjudul Rahasia Hati sedangkan Risa akan menyanyikan lagu dari penyanyi solo terkenal di Indonesia mau pun mancanegara. Lagu berjudul Rindu milik Agnes Monica. Tentu saja itu lagu-lagu ditentukan guru sekolah. Jadi mereka tidak bisa memilih lagu sesuka hati mereka. Menjadi tantangan tersendiri buat mereka agar bisa mengasah kemampuan. "Lo rasa, Fauzy bakal sukses enggak membawakan lagu itu? Secara jenis suara Fauzy itu cocoknya melayu." bisik Dama di dekat telinga Shevia dan Lify. Posisinya sekarang Dama duduk di tengah-tengah dan di sebelah kanan kirinya ada Shevia dan Lify. Kedua gadis itu tertarik akan obrolan yang dibuka Dama. "Gue sih sebenarnya antara percaya dan enggak." gumam Shevia. "Tapi ini tantangan baru loh buat mereka." sahut Lify. "Tapi gue rasa, Bu Jennie itu memang sengaja mencari hal baru yang bertolak belakang dengan karakter Fauzy sama Risa." Jelas saja, mereka bertiga bicara secara bisik-bisik. Mereka takut jika ada orang lain yang mendengar, terutama Jennie. Raynald sendiri asik duduk menonton tanpa ada niatan untuk bergabung dengan obrolan ketiga anggota OSIS lainnya. Tiba-tiba seluruh isi ruang musik dikagetkan oleh kedatangan Adit, Nata dan Tiara. Mereka bertiga jelas menyusul kekasihnya masing-masing di ruang musik. Jennie tidak mempermasalahkan hal itu, guru cantik itu pun mempersilakan sang ketua OSIS dan dua murid lainnya duduk bergabung. "Baik, latihan kali ini cukup sampai di sini saja. Kita lanjut besok untuk latihan." Jennie menutup buku musiknya dan mengemas barang-barangnya. "Baik Bu." sahut semua murid yang ada di dalam ruang musik. Adit melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Ternyata memang sudah jam tiga lewat lima menit. Sudah waktunya pulang dan latihan dilanjutkan besok lagi. "Ibu duluan ya." pamit Jennie.  Jelas saja semua murid mengangguk menyahut pamitan dari Jennie. Mereka pun mulai membereskan semua peralatan yang dipakai untuk latihan. Dari kabel-kabel, dan alat musik yang dipakai pun dibereskan juga dikembalikan ke tempatnya semula. Bruk! "Lify!" pekik Tiara. Semua orang dikagetkan dengan adegan pingsannya Lify yang tiba-tiba. Tiara, orang pertama yang menolong Lify karena posisinya dia yang paling dekat dengan Lify. Adit meminta Raynald, Fauzy, Risa, Nata dan yang lainnya tetap lanjut membereskan segala peralatan yang dipakai latihan tadi agar tidak mengulur waktu lebih lama lagi. "Lif, bangun." Adit menepuk-nepuk pelan pipi Lify. Gadis berdagu tirus itu tak kunjung bangun. Bahkan saat Shevia menempelkan minyak angin pun tidak ada tanda-tanda Lify akan bangun dari acara pingsannya. Adit sengaja menidurkan kepala Lify di pahanya agar kepala kekasihnya itu tidak langsung terkena lantai. Di sebelah kiri Lify ada Dama sedangkan sebelah kanan ada Tiara dan Shevia. "Lif, jangan bercanda coba." Shevia ikut berusaha membangunkan teman akrabnya. "Dia bukan Lify." ujar Nata tiba-tiba sambil menggulung kabel microphone. Semua yang ada di dalam ruang musik bengong mendengar apa yang dikatakan Nata barusan. Mereka masih belum mengerti apa maksud Nata. "Hiks... Hiks... Hiks..." Mereka kembali dikagetkan oleh suara tangisan yang keluar dari Lify. "Lif, lo kenapa?" Adit masih menepuk-nepuk pipi Lify. "Hiks... Hiks..." Lify masih menangis. Semua orang semakin bingung, apalagi sekarang Lify menangis meraung-raung seperti orang kesakitan. Bahkan Lify berulang kali mengusap tubuhnya sendiri dengan kasar. Beberapa orang yang ada di ruang musik jadi kaget dan takut. Apalagi mereka yang bukan anggota OSIS, semakin takut karena mereka sudah mendengar cerita tentang gagalnya acara jurit malam akibat ulah salah satu sosok penunggu lorong sekolah. "Kamu siapa?" tanya Dama memberanikan diri. Sosok yang masuk ke dalam tubuh Lify masih saja menangis. Kadang dia menangis, kadang tertawa dan tanpa henti seperti membersihkan dirinya sendiri atau sedang apa. Tapi yang jelas, dia seperti jijik pada dirinya sendiri. "Hua... Hiks... Hiks..." masih saja, menangis sambil meraung-raung. "Kamu dari mana?" Tiara kembali bertanya. Shevia yang tidak paham akan hal kesurupan seperti ini, dia hanya bisa membaca surat-surat pendek sebisanya untuk melindungi. Beberapa orang yang membereskan alat musik sudah selesai. Mereka memilih duduk dan berdoa bersama. Mana mungkin mereka membiarkan temannya di ruang musik bersama Lify yang kesurupan sedangkan mereka malah pulang. Nata duduk di sebelah Dama. Lelaki itu memegang tangan Lify dan membacakan surat pendek. "Panas!" seru sosok tersebut sambil berusaha menyingkirkan tangan Nata. "Kamu jawab dulu, kamu dari mana?" Tiara masih mencoba membujuk. "Keluarkan sajalah, kasihan Lify." putus Adit. Tiara mengangguk, dirinya membantu Adit mengusir sosok itu dari tubuh Lify sekuat mungkin. Karena mengusir sebuah sosok juga membutuhkan tenaga. "Lif, lo tidak apa-apa?" tanya Shevia saat Lify sudah sadar. Lify menganggukkan kepalanya, dia menghapus sisa air matanya di wajah. Lify jadi bingung kenapa dengan dirinya bisa sampai menangis seperti ini. "Ayo kita pulang." ajak Adit. Semuanya sudah bersiap untuk berdiri dan bergegas pulang ke rumah masing-masing. "Hiks... Hiks... Tolong..." Adit kembali kaget saat menangkap tubuh Lify yang tiba-tiba tumbang tapi sudah kembali kesurupan. Mereka kembali ke posisi semula dan tidak jadi pulang. Adit kembali menjaga Lify dari belakang. "Kamu siapa?" Dama menepuk bahu Lify, kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama seperti tadi. "Tolong... Hiks... Hiks..." ujar sosok itu lagi. "Saya tidak tahu kamu siapa dan saya tidak bisa menolong kamu." jawab Adit berbisik di dekat telinga Lify. Shevia terus membacakan ayat suci di dekat telinga Lify yang satunya. Sosok itu menangis dan terus menghindar karena mungkin dia merasa panas. "Saya kotor..." ujarnya lagi dengan nada lirih. "Saya kan tanya, kamu siapa dan dari mana? Kenapa harus masuk ke tubuh teman saya?" Tiara mencoba bersabar. "Ini sosok Melati bukan sih?" Dama menatap Nata yang sedari tadi juga terus membaca ayat-ayat suci. Kepala Nata menggeleng menyahut pertanyaan Dama. Entah kenapa, setelah kejadian dirinya masuk ke dimensi lain. Hal itu membuat Nata menjadi lebih peka pada makhluk lain. "Waktu itu kan saya sudah menolong kamu hiks... hiks..." sosok itu menunjuk ke arah Nata. Semua orang menatap Nata bingung, apa yang dimaksud sosok itu tentang menolong Nata. "Terima kasih." sahut Nata. "Saya minta tolong balik." ujarnya. Tidak ada yang mengerti apa maksud sosok itu. Mereka juga bingung harus menolong bagaimana dan seperti apa. Lagi pula alam mereka sudah berbeda. Nata menceritakan tentang kejadian saat dirinya menolong Shevia bersama Renal saat jiwa Shevia terjebak di dimensi lain sendirian. Saat itu, kalung sentro aji yang dipakai Nata jatuh dan ada hantu tanpa kepala yang ingin mencelakai Nata. Tapi Nata berhasil mengambil kalung sentro aji dan ditolong oleh sosok yang masuk ke dalam Lify sekarang. "Jadi intinya dia siapa, Nat?" Adit memandang ke arah Nata. Sosok itu menangis meraung-raung sambil terus mengucapkan kata tolong tiada henti. Adit kasihan pada Lify yang jelas akan capek kalau kesurupan begini. "Kalau sepenglihatan gue ya, Dit. Dia ini bukan cewek yang diceritakan Pak Beno waktu itu. Tapi dia diperkosa di sini." ujar Tiara. "Hiks... Hiks... Saya dipaksa oleh laki-laki itu." sambungnya. Semuanya berpikir, kalau bukan wanita yang diceritakan Beno lalu siapa lagi. Ditambah kasusnya mirip, sama-sama diperkosa. Tiara jadi teringat, dia merasa ada yang aneh dari Beno dan seperti ada yang ditutup-tutupi. Mungkin ini sedikit terjawab oleh cerita sosok yang masuk ke tubuh Lify secara paksa. "Kami harus pulang, jangan ganggu teman saya." Dama memegang tangan Lify dan mulai mengeluarkan sosok itu dari tubuh temannya. Jelas saja Adit pun membantu Dama. Mereka saling pandang dan semakin bingung. "Gue kesurupan?" tanya Lify pada semua temannya. Rupa gadis itu sudah benar-benar berantakan. Rambutnya acak-acakan, wajahnya sembab dan merah. Penampilannya sudah sedikit kacau. "Lo tenang dulu, Lif." Shevia mengusap-usap bahu Lify agar gadis itu bisa lebih tenang. "Ini minum dulu." Raynald memberikan sebotol air mineral pada Lify. Kebetulan botol itu masih tersegel. "Thank." ujar Lify. Adit menjaga Lify agar kekasihnya itu tidak kesurupan lagi. Kasihan Lify jika kembali kemasukan sosok seperti itu. "Dari awal gue sudah curiga sama Pak Beno, dia seperti menyembunyikan sesuatu hal yang enggak ingin diketahui oleh kita." ujar Tiara tiba-tiba.  "Nanti kita cari tahu lagi, sekarang kita pulang dulu saja." ujar Adit. Semua orang setuju dan langsung keluar ruang musik. Tak lupa, Shevia mengunci pintu ruang musik agar tidak ada yang masuk. Mereka berjalan beriringan menuju parkiran. Kebetulan hari ini Adit membawa mobil, bukan motor. "Lo bisa merasakan apa enggak Lif, oleh apa yang dialami sosok yang masuk ke tubuh lo tadi?" Dama membuka pembicaraan setelah di antara mereka selama perjalanan ke parkiran hanya saling berdiam diri. "Gue merasanya sih jijik saja sama diri sendiri, kotor dan merasa hina begitu." adu Ify. Tiara mengangguk-anggukkan kepalanya. Mungkin perasan orang usai diperkosa memang seperti itu. "Tenang ya, semoga dia tidak masuk lagi." Adit mengusap-usap bahu Lify, menenangkan kekasihnya. *** Next...

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD