10. Jajanan Pasar

588 Words
Di dekat gudang yang jauh dari ruang kelas dan berada di dekat sungai besar sebelah kanan sekolah memang ada sebuah makam keluarga. Di sungai itu ada jembatan penghubung ke rumah warga. Biasanya jalan itu dipakai untuk siswa-siswi yang telat dan mau kabur. Karena pemerintah melarang pembatas sekolah dengan lahan warga dibatasi menggunakan tembok. Di dekat gudang itu ada makam keluarga dari salah satu warga desa yang dikeramatkan dan ada lahan pertanian juga. Jadi bisa dibilang sekolah elite ini sangat mewah alias mepet sawah. Tapi hanya jalan itu saja yang masih dibiarkan tanah dan terbuka bebas. Lainnya semua dibangun dan tampak berkelas. Di sana juga ada satu kantin yang jarang didatangi siswa-siswi kecuali ada siswa yang bolos dan nongkrong tak jelas. "Iya, gue tadi sudah mencoba dan rasanya enak kok." Tiara sudah memakan satu gorengan. "Lo ke sana sama siapa? Kapan?" "Sama semuanya kan tadi pas mau berangkat ke pos ini kebetulan ada anak OSIS yang jaga di dekat gudang katanya lapar, ya sudah kita ke sana saja mampir bentar. Dan gue beli ini deh, lumayan buat mengganjal perut." cengir Tiara yang makan sambil ngomong. "Ini beneran enak loh She, lo harus coba." Lify ikut-ikutan makan. Bahkan sekarang bukan hanya Lify yang makan, tapi adit dan Dama juga makan. Nata mengulurkan tangan mengambil bugis yang terbungkus daun pisang. Sudah lama dia tidak makan makanan satu itu. "Enak, Nat?" Shevia tampak heran saat Nata menggigit gigitan pertama. Nata tak menjawab malah menyodorkan bugis bekas gigitannya. Meski sedikit ragu, Shevia akhirnya menggigit bugis itu sedikit. Bukan geli karena bekas gigitan Nata, tapi geli karena ragu akan kebersihan makanan itu. Nata memandang Shevia sambil menaikkan sebelah alisnya ke atas seolah sekarang ganti dirinya yang bertanya. "Enak sih." komentar Shevia saat bugis itu menyatu dengan lidahnya. Nata mengusap-usap lengan Shevia usai mendengar jawaban gadisnya. Merasa tenang karena Shevia tidak parno lagi. "Ambil sendiri yang lo mau, She. Enak semua kok makanannya." Dama menawarkan makanan itu lagi supaya Shevia mengambil yang dia mau. "Iya, gue saja ketagihan." cengir Adit. Shevia heran kenapa Tiara membeli jajanan begitu banyak. Bukan hanya itu, gadis satu itu sangat menjaga penampilannya dan jarang makan banyak apalagi ngemil. Tapi kenapa malam ini dia ngemil sangat banyak, apalagi ini mayoritas dari ketan dan gorengan yang semuanya mengandung lemak. "Lo lagi tidak takut gendut, Ra?" "Sekali doang mah tidak apa-apa, nanti bisa diet lagi." cengir Tiara yang membuat Shevia ikutan nyengir. Gadis berpipi chubby itu mengambil kue lapis dan memakannya tanpa ragu. Bahkan Nata juga mengambil makanan lainnya. Mereka makan sangat banyak, tapi anehnya makanan itu tak kunjung habis dan kedua manusia ini tak menyadari hal itu. "Habiskan deh, kayaknya kalian lapar begitu." "Hehehe... Thank ya Ra, gue memang lapar karena ketakutan tadi." "Tidak usah takut She, mereka memang ada di sini kok." sambung Adit. "Maksud lo apa, Dit? Dan maksud lo mereka itu siapa?" "Ya mereka, s-e-t-a-n, hantu, jin atau apa itu namanya. Mereka memang ada di sini." ujar Adit sangat tenang tanpa ada rasa takut. "Ish... Kok lo malah ngomong begitu sih Dit, bikin gue makin takut saja." "Gue beneran She, makhluk ghaib itu memang benar adanya." "Tahu ah, gue tidak mau bahas itu. Makin takut saja gue." "Tidak usah takut She, di sekitar lo saja sekarang juga banyak hantu." Lify mendekat ke arah Shevia. "Ih lo mah malah bikin gue makin merinding." "Gue cuma bicara apa adanya saja." "Mana regu selanjutnya?" Nata mengeluarkan suara emasnya untuk membuat Shevia kembali tenang. "Bentar lagi mereka juga bakalan datang." Nata! Shevia! Lo di mana?! Nat! Nata! Shevia! Kalian jangan bercanda! *** Next...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD