Nathan salah satu anak dari deretan keluarga konglomerat di kota S, menjalin hubungan asmara dengan Rachel gadis biasa yang bekerja paruh waktu di sebuah caffe.
Berita ini tentu saja menjadi topik panas dikalangan konglomerat.
Berita ini juga sangat mengganggu Frans dan Jeny sebagai orang tua Nathan.
Sementara mereka telah merencanakan perjodohan dengan keluarga Paul dan Lara, untuk anak semata wayang mereka Celline.
"Bagaimana ini Pi? Selama ini Nathan tidak pernah mau dijodohkan dengan gadis manapun, ternyata karna gadis miskin itu. Pasti dia telah mencuci otak Nathan. Orang-orang seperti mereka hanya tergila-gila pada harta." Jeny buka suara.
Sementara Frans masih duduk sambil sebelah tangannya menopang dagu, sebelah lagi mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja.
"Piii,ngomong dong! Jangan diam aja. Mami ga akan pernah rela kalau Nathan sampai menikah dengan gadis itu. Mau simpan dimana wajah mami ini pii?." rengeknya lagi pada Frans.
"Diam.lah Mi, Papi juga lagi mikir nih." keluh Frans kesal melihat tingkah isterinya itu.
Tok tok tok...
Pintu terbuka. Masuk.lah Nathan, anak semata wayang mereka yang sedang mereka bicarakan.
"Ada apa Pi, Mi? Sepertinya serius sekali?" tanya Nathan heran melihat ekspresi serius orang tuanya itu.
"Segera putus dengan gadis itu!" Frans mengeluarkan perintah yang jelas dan tegas.
Dan tentu saja hal itu membuat Nathan merasa kaget. Tapi ia dengan cepat mengerti arah pembicaraan papi nya itu.
"Benar. Kamu tidak boleh melanjutkan hubungan dengan wanita miskin itu lagi ! Mami bisa malu Nathaaann." Jeny mengomel dengan gaya frustasinya.
"Apa-apaan ini Pi, Mi? Namanya Rachel. Jangan merendahkan wanita yang Nathan cintai, dan jangan mencoba merusak kebahagiaan Nathan. Kalau Papi masih tetap ingin Nathan melanjutkan bisnis Papi ini, tolong jangan pernah sentuh Rachel. Jika Mami masih ingin memiliki anak laki-laki Mami ini, jangan pernah mengancam Rachel dengan hal apa pun." Nathan yang marah langsung meluapkan emosinya secara brutal.
"Tapi Nak, dia beda kelas dengan kita. Apa kata rekan-rekan bisnis Papi-mu nanti? Apa kata teman-teman arisan Mami juga nantinya?" Jeny masih saja mengeluh kepada putranya itu.
"Mami masih memikirkan apa kata orang? Apa Mami tidak sedikit pun memikirkan kebahagiaanku?" Jawab Nathan tak percaya.
"Justru ini demi kebahagiaan kamu sayang. Mami tau orang seperti apa gadis itu. Pasti dia hanya ingin merangkak ke ranjangmu saja. Menjebakmu lalu menguras semua harta kekayaan kita. Dia hanya mengambil keuntungan dari perasaanmu yang tulus itu." Jeny coba menjelaskan.
Tapi itu justru membuat Nathan semakin emsoi saat mendengarnya.
"Stop Mi, stop!"
"Mami sama sekali tidak berhak menilai Rachel seperti itu, dia bukan orang yang seperti dalam fpikiran Mami. Aku tak menyangka ternyata rendah sekali pemikiran Mami." bantah Nathan lagi.
"Tapi tetap saja, dia tidak bisa masuk dalam keluarga kita. Mami tidak mau punya menantu miskin dan tidak berpendidikan tinggi." Protes Jeny.
"Meski pun begitu, dia gadis yang sangat mandiri Mi. Dia tidak pernah meminta bantuanku sekali pun. Bahkan ia menolak segala barang mewah yang aku berikan." Nathan mencoba memenangkan hati Jeny dengan kemandirian Rachel.
" Mandiri? Haha.. dengan menjadi pelayan caffe? Berhenti lah bersikap naif sayang. Dia hanya memanfaatkanmu. Awalnya dia akan menolak segala pemberianmu, untuk menarik rasa simpatimu. Nanti saat kau telah sepenuhnya terpikat oleh kepura-puraan polosnya itu, dia akan mulai menguasaimu sepenuhnya." Serang Jeny lagi.
"Mami, aku lebih mengenalnya. Aku percaya dia tidak seperti yang Mami pikirkan." Nathan mulai berteriak karena emosi.
Hal itu membuat Jeny sedikit terkejut.
"Nathan. Beraninya kau berteriak pada Mami? Lihat ini, pengaruh buruk yang kau dapat sejak bersama gadis kampung itu." Kata Jeny lagi.
"Sudah lah, hentikan semua perdebatan ini, kalian keluar.lah dari ruanganku. Dan Mami, tolong biarkan saja Nathan dengan keputusannya. Dia yang akan menanggungnya sendiri jika semua tak sesuai harapannya" titah Frans akhirnya.
Jeny mengambil tasnya, lalu berjalan keluar. Tak ketinggalan adegan menutup pintu dengan keras.
Terlihat sekali Jeny menahan kekesalannya.
Sementara Nathan sebelum keluar,sempat melirik sekilas kearah papi-nya yang masih duduk di kursi kerja, sambil menopang kepala dengan telapak tangan.
Terlihat jelas bahwa Papi-nya juga sangat kecewa saat ini. Tapi apa boleh buat? Nathan sangat mencintai Rachel, begitu pula sebaliknya.
"Sayang... kau sudah istirahat ?" Nathan mengirim pesan pada Rachel yang saat ini bekerja.
Tiing...
Ponsel Rachel berbunyi. Ia membaca pesan lalu tersenyum sambil mengetik balasan "Sepuluh menit lagi aku selesai bekerja, hari ini caffe tutup siang karena pemiliknya mendadak harus keluar kota."
"Baik lah honey, aku akan menjemputmu sepuluh menit lagi. Kita masak dan makan siang di apartemenku saja, bagaimana menurutmu?" balas Nathan dengan sebuah pertanyaan.
"Baik lah, aku menunggumu." ketik Rachel tak lupa menyelipkan emot love. Lalu ia tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya didapur.
Tepat jam dua belas lewat sepuluh menit, Rachel melihat mobil mewah bewarna hitam parkir di depan caffe.
Ia pun segera keluar dan menuju ke arah Nathan yang sudah berdiri menunggu diluar mobil.
"Huby-ku yang keras kepala, sudah sering kukatakan tak perlu bekerja keras seperti ini. Tinggal saja di rumah dan aku akan memenuhi semua kebutuhanmu, memberikan semua yang kau mau." Nathan berkata sambil mencubit pipi kekasihnya yang menggemaskan lalu membukakan pintu mobil.
"Waaahh, apakah ini kode keras bahwa kau akan segera menjadikanku seorang isteri ?" Goda Rachel tersenyum lalu masuk kedalam mobil.
Setelah menutup pintu di kursi penumpang, Nathan berlari kecil lalu masuk dari sisi kemudi. Menyalakan mesin, menginjak pedal gas dengan kecepatan sedang.
"Tentu saja honey, kita akan segera menikah. Kita telah bersama dua tahun, aku bahkan tidak sabar menjadi suamimu dan membuatmu tak sanggup turun dari ranjang pengantin kita nanti." kali ini, Nathan balik menggoda Rachel dan berhasil membuat gadis itu terlihat gugup.
"Ayooo lah, aku sudah sangat lapar." Rachel berusaha mengalihkan pembicaraan. Membuat Nathan tertawa melihat tingkah lucu kekasihnya itu.
Sesampai di apartemen, Nathan langsung masuk ke kamar. Ia ingin mandi terlebih dahulu.
Sementara itu Rachel sudah berada didapur yang sangat luas, bahkan lebih luas dari kamarnya dirumah. Ia mulai mempersiapkan menu makan siang mereka hari ini.
Selang beberapa waktu, Rachel selesai menata makanan ke atas meja makan yang sederhana.
"Waaaahhh, aromanya sungguh membuatku jadi sangat berselera. Aku jadi semakin lapar. Apalagi melihat koki cantik yang memasaknya ini, membuatku juga sangat ingin melahapnya." seru Nathan saat kembali kedapur setelah mandi dan berganti pakaian dengan celana pendek dan kaus oblong.
Sangat santai, berbeda sekali dengan penampilannya saat memakai jas. Justru tampilan sederhana inilah yang sangat disukai Rachel.
Yang membuat Rachel begitu mencintainya. Nathan tidak pernah membuat jarak diantara mereka, Nathan selalu berusaha mengimbangi kehidupan Rachel.
Dan terpenting, Nathan membiarkan Rachel menjadi dirinya sendiri.
"Hmmmm, baik lah. Sepertinya aku sudah bisa menjadi kokimu setiap hari Tuan, tolong terima lah aku bekerja disini." canda Rachel sambil memasang wajahnya yang imut.
"Berhenti lah bersikap seperti itu honey, atau nanti aku akan benar benar menyantapmu." balas Nathan lalu duduk di kursi makan. Yang mana di atas meja sudah tertata dua menu sederhana buatan Rachel.
"Ternyata sangat lucu melihatmu dengan expresi malu begitu." sambung Rachel lagi.
"Ayo lah, aku sangat ingiin." sahut Nathan sambil menggenggam tangan Rachel diatas meja, menatapnya dalam.
Membuat Rachel kehilangan konsentrasi dan menjadi sangat gugup.
"A-apa maksudmu? Jangan menatapku seperti itu." Rachel gugup lalu manarik tangannya.
"Hahaha. Sayang, aku sangat ingin makan. Aku lapar, memang kau berpikir apa tadi?" Goda Nathan lagi, membuat pipi Rachel memerah karna malu.
Kemudian, Rachel mengisi piring Nathan dengan nasi, lauk dan sayuran yang telah ia masak tadi. Mereka makan dengan sangat lahap.
Entah itu karna lapar, atau memang karna masakan Rachel yang rasanya selalu luar biasa. Mereka makan tanpa mengeluarkan suara. Hanya suara sendok dan garpu yang terdengar mengadu piring kaca.
Setelah makan, mereka bersama-sama membersihkan dapur. Menata kembali peralatan dapur yang telah di cuci bersih. Sambil bercanda dan b******u.
Setelah semuanya beres, mereka beranjak ke kamar. Rachel sangat lelah, jadi ia ingin beristirahat sejenak.
Tapi, mungkin kah bisa? Jika Nathan selalu menempel padanya. Nathan tidak akan membiarkan Rachel bebas barang sedetik pun. Ia selalu menempel seperti anak kucing yang enggan berjauhan dari induknya.
Rachel duduk di soffa dalam kamar apartemen itu, maka kepala Nathan akan berada di atas pahanya. Saat Rachel berbaring di atas ranjang, maka Nathan akan memeluknya dari belakang.
Seolah dunia hanya milik dirinya dan Rachel. Nathan tak pernah bisa membayangkan, bagaimana dia bisa hidup tanpa Rachel di sisinya. Baginya, Rachel ada separuh napasnya saat ini.