Dua bulan sudah berlalu sejak percintaan pertama Nathan dan Rachel. Sejak saat itu mereka sering melakukannnya.
Mereka biasanya akan bercinta di akhir pekan, saat keduanya bebas dari tuntutan pekerjaan. Tapi Nathan selalu memakai pengaman.
Pagi ini Rachel ingin sekali meminum kopi, padahal sebelumnya ia tak pernah suka kopi.
Rachel juga merasa sangat pusing dan tak berselera makan beberapa hari ini. Ia membuat kopi hitam, lalu menyeruputnya selagi panas.
Rachel duduk sambil menonton tivi. Rachel memang sudah berhenti bekerja seminggu ini karena caffe tempatnya bekerja mengalami kebangkrutan. jadi ia memilih untuk tidak buru-buru mencari pekerjaan lain agar bisa bersantai paling tidak tiga bulan ini.
Saat iklan sebuah produk mie muncul, dia sangat ingin memakannya. Lalu pergi kedapur untuk membuat mie, tapi ternyata stok mie Rachel habis.
Ia segera berganti baju, dan berjalan ke mini market di depan gang rumahnya. hanya untuk membeli sebungkus mie.
Sambil berjalan tiba-tiba Rachel memikirkan sesuatu.
"Ada apa denganku? Aku menikmati minuman yang tak pernah aku sukai. menginginkan makanan saat itu juga setelah melihat iklannya." Rachel bergumam sendiri.
"Tapi sepertinya dua bulan belakangan ini tamu bulananku tidak datang. Apakah ada sesuatu ?" Lanjutnya lagi dalam hati.
"Sebaiknya aku periksa saja,sekalian minta vitamin. Akhir-akhir ini badanku rasanya juga sedikit lemah." bathinnya lagi lalu memutar arah ke Klinik yang tak jauh dari rumahnya juga.
Sesampainya di Klinik, Rachel mengisi data dirinya. Dan di persilahkan duduk untuk mengantri. Untung saja pagi ini pasien yang datang tidak terlalu ramai.
Karna hanya ingin mengecek kondisi tubuhnya saja, maka Rachel awalnya hanya ingin menemui Dokter Umum. Tapi siapa sangka, Dokter Umum malah merujuk berkas pemeriksaannya ke Dokter Kandungan.
"Kenapa harus periksa lagi ke dokter kandungan Dok?" Tanya Rachel cemas.
"Nanti akan dijelaskan disana. Sebaiknya Nona segera menemui Dokter, berkasnya sudah dibawa oleh Perawat saya." jawab Dokter itu lembut.
"Baik lah, Dok. Kalau begitu aku permisi dulu. Terima kasih." ucap Rachel sambil berjalan keluar dari ruangan itu dan menuju ke ruangan S.POG .
Rachel sangat gugup, ia tak dapat membayangkan andai saja ketakutannya saat ini menjadi kenyataan. Setelah melihat papan nama Spesialis Kandungan, Rachel mengetuk pintu dan segera masuk.
"Selamat Siang, Dok. Aku Rachel. Tadi aku diminta untuk melanjutkan pemeriksaan disini." Ucapnya masig dengan gugup.
"Baik lah Nyonya, silahkan berbaring. Kita akan melihat si kecil yang mulai tumbuh di.dalam sana." Jawab Dokter dengan sebuah senyuman.
"Si-sii kecil Dok?" Jelas sekali keterkejutan diwajah Rachel mendengar kata-kata sang Dokter. Tapi tetap patuh, naik kekasur pasien dan berbaring.
"Heem. Mari kita lihat saja. Dugaanku, ini adalah gejala awal kehamilan." Jelas sang Dokter lagi.
Dokter mulai menyelimuti bagian bawah perut Rachel sampai ke kaki. Mengangkat kemeja dari bagian perut hingga ke d**a.
Mulai mengoles cairan dingin ke perut Rachel, mengarahkan sebuah alat dan menggosok-gosoknya di sana.
"Bayinya sudah mulai terbentuk. Dia berkembang sengat sangat baik dan juga sangat aktif. Tapi jika ingin melihat jenis kelaminnya, kita bisa melakukan nya 1 bulan lagi. Saat ini usia kandungan anda memasuki sembilan minggu." Dokter menjelaskan dengan sabar.
Tapi kabar itu justru membuat Rachel sangat syok.
Ia hamil? Kenapa bisa ? Bukan kah selama ini Nathan selalu memakai pengaman? Apakah pengaman itu ada yang bocor? Apakah Nathan pernah lupa memakainya ?" Bermacam pertanyaan berkecamuk didalam pikiran Rachel.
Yang ia lupa, pertama kali mereka melakukannya dulu Nathan beberapa kali membuangnya di dalam.
Dokter akhirnya membuyarkan lamunan Rachel.
"Nah, untuk pemeriksaan kali ini cukup ya. Anda bisa mengambil obat dan vitamin di apotek depan, sudah saya tulis di resep ini." Dokter menyerahkan selembar kertas kecil sambil tersenyum.
"Bulan depan jika ingin melakukan USG lagi, sebaiknya minta suami anda menemani kesini, karena kita akan bisa melihat pergerakan si janin dan melihat jenis kelaminnya." sambung Dokter lagi.
"Mmm, baik Dok. Terima kasih banyak. Aku akan menebus resep ini dulu, permisi." Rachel berdiri dan keluar dari ruangan itu.
Sepulang dari klinik.
Rachel meminum vitaminnya, berbaring dan mencoba mencerna semua kejadian yang baru saja di lewatinya.
Lalu ia teringat, saat pertama kali mereka bercinta dua bulan lalu. Saat itu karna tanpa persiapan apa-apa, Nathan langsung menumpahkan cairan cintanya di dalam rahim Rachel. Tapi itu baru dua bulan yang lalu. Bagaimana bisa kehamilannya kini sudah memasuki sembilan minggu? Bagaimana cara menghitungnya? Apakah hanya dengan sehari itu saja dia bisa langsung hamil? Lantas bagaimana dengan Bella? Sahabatnya itu bahkan sudah sering melakukan hubungan intim dengan pacarnya tanpa pengaman. Rasanya kepala Rachel hampir pecah memikirkan semua itu.
Rachel memutuskan untuk memberitahu Nathan kabar kehamilannya ini. Ia yakin Nathan akan bahagia dan bertanggung jawab. Lalu ia mengirimkan pesan kepada Nathan.
"Sayaang."
Lima menit.. sepuluh menit.. lima belas menit.. tapi tidak ada balasan dari Nathan.
Dua hari ini sikap Nathan juga sangat berbeda dari biasanya. Dia seperti menghindar dari Rachel. Dia biasanya sangat posesif. Tapi dua hari ini kenapa menjadi sangat cuek? Apakah dia mulai berubah? Apakah Nathan sudah tak mencintainya lagi? Apa nathan sekarang bosan dengannya? Rachel bahkan memikirkan hal yang belum tentu terjadi.
Mungkin juga itu salah satu hormon bawaan ibu hamil.
"Sayang, aku kangen. Apakah kau bisa datang ke sini sekarang?" Rachel mengirim pesan lagi. Rachel hanya tinggal sendiri sejak kematian Nenek nya satu tahun silam.
Tiba-tiba layar ponselnya menyala. Ia bergegas mengambil dan membuka. Itu balasan yang ia tunggu-tunggu.
Tapi balasan itu sekali lagi membuatnya kecewa.
"Maaf ya, Ra. Aku masih sibuk."balasan yang singkat, padat dan jelas.
"Tapi.. Ra?? Sejak kapan Nathan memanggilnya dengan nama? Bahkan saat bertengkar sekalipun,Nathan tetap memanggilnya sayang. Begitu lah besar cinta Nathan padanya" pikir Rachel sendiri.
Seketika butiran bening itu jatuh sudut matanya. Ia menangis sampai tersedu - sedu.
Lalu ingat sesuatu, langsung menekan gambar telepon di sudut kanan nama "Honey" di layar ponselnya..
Tuuuttt.. tuutttt.. tuuutt...
Rachel terus mencobanya sampai yang ke lima kali, baru telepon itu menyambung dan diangkat oleh Nathan.
"Haa..llooo.. sa-yaang.. aku salah apa? hiks..hiks.. apa kau bosan padaku? hiks.. apa kau mau meninggalkanku? hiks." Rachel langsung menodong Nathan dengan beberapa pertanyaan sekaligus.
Membuat Nathan di seberang sana merasa bersalah. Sebenarnya ia sengaja bersikap cuek dua hari ini, karena ia sedang mempersiapkan acara lamaran untuk Rachel malam ini.
Tapi mendengar Rachel berbicara sambil menangis tersedu-sedu seperti ini, Nathan jadi tidak tega melanjutkan aksi cueknya.
"Sayaang, kenapa kau menangis ? Maafkan aku, sayang. Jangan bicara seperti itu lagi. Aku sayang padamu, aku cinta padamu. Kau tak salah apa-apa, aku yang salah karena sudah membuatmu menangis. Aku tak akan pernah meninggalkanmu. Memikirkan hal itu pun aku tak sempat sayang." Nathan buru-buru memberi penjelasan untuk menenangkan kekasihnya itu.
"Baik lah, aku percaya padamu. Tapi aku mau nanti malam kau datang, ada hal penting yang ingin kukatakan." ucap Rachel sungguh-sungguh.
Rachel ingin segera memberi tau tentang kabar kehamilannya kepada Nathan, ia ingin melihat bagaimana reaksi Nathan nanti.
"Okee honey, okeee. Jangan sedih lagii yaa. Nanti malam aku kesana." bujuk Nathan.
"Baik lah, aku akan menunggumu".
"Baik tuan putri, sekarang aku tutup dulu yaa teleponnya. Pekerjaanku sedikit lagi selesai."
"Baik lah. Maafkan aku yg sudah mengganggumu dan menuduhmu yang bukan-bukan" Rachel sungguh menyesal telah berprasangka buruk pada Nathan.
"Its oke beb. Bye... muach." Nathan menutup telepon setelah memberikan kecupan jauh untuk Rachel.
Akhirnya Rachel kembali tenang, ia beristirahat karena kepalanya terasa amat pusing.